Kami juga melayani penjualan dan pembelian Logam Mulia dengan berat minimal 25 gr

28 Juni 2010

Maklumat Pencetakan Mandiri Dinar dan Dirham

Pengumuman Mengenai Pencetakan Mandiri dan Pengedaran Dinar serta Dinarayn

Kepada Yth Para Amir, Wazir, Al Wakil, Muhtasib, Muqadim, dan Umat Islam di mana pun berada

Hai kaumku penuhilah takaran dan timbangan yang adil, dan janganlah engkau merugikan hak-hak manusia (dengan mencurangi nilai), dan janganlah berbuat zalim dengan melakukan kerusakan. (QS Hud: 85)

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah sallalahu alayhi wa salam bersabda, Barangsiapa yang taat kepadaku maka sungguh ia taat kepada Allah dan barangsiapa yang mengingkari aku, maka sungguh ia telah ingkar kepada Allah. Barangsiapa mentaati Amirku maka ia telah taat kepadaku. Siapa yang mengingkari Amirku, maka sungguh ia telah ingkar kepadaku. (HR Muslim Bukhari)

Bismillahirrohmanirrohim,



Dengan mohon ridho Allah subhanahu wa ta'ala dengan ini saya, selaku Amir Indonesia, memaklumatkan, dengan pengalaman sekitar 10 tahun mengurusi masalah pencetakan dan pengedaran nuqud Nabawi di Nusantara, baik Dinar emas maupun Dirham perak, dan sesudah sekitar 1 tahun menjalankan dan mengoperasikan unit produksi Dirham perak, dalam satuan 1 daniq (1/6 Dirham), 1/2 Dirham (nisfu Dirham), 1 Dirham, dan 2 Dirham, secara mandiri, melalui unit Kriyatempa Mulia Nusantara (KMN) dan dengan pertimbangan-pertimbangan sbb:.

  1. Diperlukan adanya jaminan kelancaran produksi dan pasokan koin-koin Dirham dan Dinar, pengelolaan sebuah unit pencetakan koin (mint) yang 100% mandiri, di bawah kontrol sendiri, dan terbebas dari berbagai kemungkinan buruk (termasuk sabotase, penghentian sepihak, dsb), di mana di masa lalu acap terjadi kurang lancarnya pasokan karena satu dan lain hal akibat ketergantungan pada pihak lain;
  2. Diperlukannya jaminan kualitas, khususnya kadar dan berat yang merupakan ketetapan syariah Islam yang tak boleh dilanggar, yang hanya bisa diperoleh bila seluruh siklus proses produksi mulai dari perolehan bahan baku, pembuatan dies (matras), sampai pencetakan koin, dan quality control, berada secara langsung di bawah penguasaan dan pengawasan otoritas yang berlaku; di mana di masa lau, terjadi insiden-insiden di mana standar kualitas di maksud tidak tercapai oleh pencetak pihak lain;
  3. Diperlukannya peningkatan yang berkelanjutan pada kualitas fisik koin, mencakup rancangan desain, profil, features keamanan koin baik dari kemungkinan kerusakan fisik (karena gesekan, pemakaian, dll), serta peniruan, yang membutuhkan pendekatan produksi yang lebih berbasiskan kepada craftmanship, dan bukan produksi berbasis otomatisasi-massal;
maka, mulai bulan Juni 2010, Amirat Indonesia, memutuskan dan telah memulai pencetakan Dinar emas melalui KMN, yang 100% berada di bawah kendali sendiri, dengan satuan 1 dan 2 Dinar, bersama-sama dengan pencetakan koin-koin Dirham dalam berbagai satuan tersebut di atas, yang telah dicetak oleh KMN terlebih dahulu. Untuk pengedaran koin-koin tersebut dilakukan melalui Wakala Induk Nusantara (WIN).

Ketetapan mengenai spesifikasi koin Dinar yang dicetak secara mandiri melalui KMN mengikuti ketetapan yang berlaku saat ini, yaitu:

Spesifikasi Koin 1 Dinar
Bahan : Emas Kuning (EK 22k, 91.7%)
Berat : 4.25 gr (+/- 0.01gr)
Garis Tengah : 23 mm

Tampak Penampang:
  1. Sisi Muka : Kalimat Tauhid: La illaha illa Allah, Muhammad Rasulullah, dengan petikan al Qur'an Surat Al Mu'minun ayat 52, 'Innahadhihi ummatukum umatan wahidatan wa inna robbukum fattaqun'
  2. Sisi Belakang : Gambar kubah Masjid Nabawi, dengan cahaya bersinar di latar belakang, dan marka satuan Dinar.
  3. Sisi Luar : Bergerigi
Spesifikasi Koin 2 Dinar (Dinarayn)
Bahan : Emas Kuning (EK 22k, 91.7%)
Berat : 8.5 gr (+/-0.01gr)
Garis Tengah : 26 mm

Tampak Penampang:
  • Sisi Muka : Kalimat Tauhid: La illaha illa Allah, Muhammad Rasulullah, dengan petikan al Qur'an Surat Al Mu'minun ayat 52, 'Innahadhihi ummatukum umatan wahidatan wa inna robbukum fattaqun'
  • Sisi Belakang : Gambar Masjid Agung Demak dengan profile atap sirap, dengan marka berat (8.5 gr), dan marka satuan (2 Dinar)
  • Sisi Luar : Bergerigi
Berkaitan dengan pencetakan mandiri ini maka proses sertifikasi koin sepenuhnya dilakukan oleh WIN, dengan menggunakan kertas sertifikat standar yang memenuhi kaidah keamanan (berbahan security paper). Sedang bahan baku emas dan perak yang digunakan dalam produksi koin KMN adalah emas murni (99.99%) dan perak murni (99.95%) yang bersertifikat internasional (LBMA dan Logam Mulia).

Koin-koin Dinar dan Dinarayn lama hasil cetakan selain KMN, yakni pencetak yang diotorisasi oleh Amirat Indonesia, dan diedarkan melalui jaringan Wakala, dinyatakan tetap berlaku.

Nilai tukar koin-koin tersebut di atas berlaku secara tunggal, mengikuti yang berlaku di pasar-pasar, sebagaimana ditetapkan oleh Amirat Indonesia melalui WIN, baik pada saat hari pasaran berlangsung maupun di luar hari pasaran, masing-masing setara dengan 1 dan 2 Dinar. Koin Dinar dan Dinarayn ini memenuhi ketentuan syariat Islam, karenanya dapat digunakan untuk pembayaran zakat, kegiatan muamalat, dan keperluan lain menurut syariat.

Demikian maklumat ini diberitahukan kepada khalayak. Semoga Allah subhanahu wa ta'ala memberikan rahmat dan berkah-Nya atas 'amal kita semua, meneguhkan persatuan serta menjauhkan fitnah dan perpecahan di antara kita. Amin.

Ma'asalam
Depok, 27 Juni 2010

Amir Zaim Saidi

23 Juni 2010

Fidzacell dan Fidzashop Terima Dirham Dinar

Pengusaha di Depok yang menerima dinar dan dirham sebagai alat tukar makin banyak.

wakalaSemakin hari jumlah anggota JAWARA semakin bertambah. Anggota terbaru adalah FidzaCell dan FidzaShop. Dua Toko ini berada dalam satu bendera pengelola. Keduanya berada di sekitar Cimanggis, Depok.

FidzaCell merupakan kios telepon seluler dan perlengkapannya. Berbagai produk telepon seluler dan perangkat pendukungnya dijual di sini, di antaranya handphone baru maupun bekas pakai, voucher pulsa, kartu perdana, asesoris handphone, cetak foto dari handphone, kartu memori, serta penyediaan layanan jasa perbaikan handphone.

Jika selama ini dirham lebih populer menjadi alat tukar karena satuannya yang kecil, maka dengan adanya toko handphone, transaksi dengan Dinar jadi mungkin, karena harga handphone baru banyak yang di atas 0.5 Dinar bahkan lebih dari 1 Dinar.

Satunya lagi adalah toko FidzaShop yang merupakan toko hadiah (gift store). Toko ini menjual aneka kado ultah, tas sekolah, boneka, bingkai foto, baju anak anak, perlengkapan bayi, dan lainnya. Tentunya berbagai kebutuhan kita menyambut tahun ajaran baru adalah kesempatan untuk membelanjakan Dinar dan Dirham di toko FidzaShop.

dinarSemoga semakin banyak lagi toko yang menerima Dinar Dirham agar memudahkan umat membelanjakan dinar dirhamnya. Perlahan-lahan kita semua dapat terbebas dari riba.

Kontak :

Ibu Novelita
Jln Raya Luinanggung rt 03 rw 02 no 4
Cimanggis, Depok
telp: +6281389912344
email: nvllita8@gmail.com

22 Juni 2010

Mulai Bergerak, Baitul Mal Nusantara Bandung

Tergerak oleh banyaknya anggota masyarakat yang terjerat rentenir, Amir Devid Hardi dari Amirat Bandung aktifkan Baitul Mal Nusantara (BMN) Bandung.

Tak jauh dari tempat tinggal Amir Devid Hardi, di bilangan Sarijadi, Bandung, banyak anggota masyarakat tergantung hidupnya pada rentenir. Bahkan untuk kebutuhan hidup sehari-hari, untuk biaya sandang dan pangan pun mereka terpaksa membayar mahal melalui utang berbunga para rentenir ini. Mereka sadar itu sangat memberatkan, tapi apa daya? Sejauh ini, sepertinya tak ada jalan lain bagi masyarakat untuk mengatasi persoalan hidupnya, selain berpaling kepada pembunga uang.

wakalaUntuk mengatasi masalah kronis tersebut, becermin dari pengalaman Baitul Mal Nusantara (BMN), di Jakarta, Amir Devid mengumpulkan beberapa muslim di sekelilingnya, dan mebentuk Baitul Mal Nusantara Bandung. BMN Bandung secara resmi ia maklumatkan kepada masyarakat pada hari Ahad, 13 Juni 2010, di Mesjid PUSDAI Bandung. "Ini adalah langkah kongkrit dalam upaya membebaskan masyarakat dari praktik riba sistemik serta jeratan para rentenir," ujar Amir Devid.

Ia menghimbau agar sebanyak mungkin umat Islam di Bandung dan sekitarnya bergabung dalam komunitas ini dan berpartisipasi aktif dalam membebaskan hidup kita dan masyarakat dari RIBA. Untuk itu Amir Devid telah pula membuka situs di facebook .

Pada hari peresmian Baitul Mal Nusantara Bandung di atas, Alhamdulillah, telah terkumpul dana awal sebesar 32 dirham. Dari BMN Jakarta telah disalurkan sebesar 25 Dirham sedekah dari seseorang yang tak mau disebut namanya ("hamba Allah"). Dan baru dua hari dijalankan, BMN Bandung telah kedatangan tamu dari Malaysia, dan menyerahkan sedekah pada 15 Juni 2010, 1 dinar dan 1 daniq untuk membantu kaum dhuafa di Indonesia yang terjerat hutang rentenir dan memerdekakan masyarakat dari RIBA.

Untuk yang ingin turut membebaskan diri dan masyarakat dari riba, dapat menyalurkan sedekahnya melalui Baitul Maal Nusantara Bandung:
Devid Hardi
Jl. Sarijadi Raya 52 Bandung
Telp. 022-2010576, 081310931528

21 Juni 2010

Bank dan Pegadaian Berebut Emas: Ada Apa?

Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia
Sistem ekonomi dunia berbasis bank dan uang kertas sudah sampai fase akhir menuju kehancurannya. Tandanya: bank berebut emas dengan pegadaian dan munculnya uang digital.

Model ekonomi dunia telah gagal, dan sistem uang kertas segera mati! Begitu ujar Joel Kurtzman dalam The Death of Money (Boston: Little Brown, USA 1993). Ia diamini oleh banyak ekonom barat, beberapa dekade kemudian, 2008-2010. Setahun sebelum Kurtzman menerbitkan buku tersebut, di Eropa Prof. Dr. Umar Ibrahim Vadillo telah memberi solusi, seakan beliau - atas bimbingan gurunya Shaykh Dr Abdulqadir al Murabit- telah mengetahui apa yang hendak Kurtzman sampaikan.

Jawaban beliau atas buku tersebut adalah mencetak kembali dinar emas dan dirham perak, di Granada, Spanyol, 1992. Prof. Dr. Umar Ibrahim Vadillo lalu mendakwahkan muamalah ke penjuru dunia. Subhanallah! Mengetahui hal ini saya pun takjub akan Kebesaran Allah.

Krisis moneter global (krismon) yang terjadi secara beruntun sejak 1997 hingga hari ini, ternyata tak membuat orang sadar betapa rapuhnya sistem ekonomi berbasis bank dan uang kertas. Setelah teror hyperinflasi menerjang negara-negara Amerika Latin, 1984-1994, dani negara-negara eks Uni Soviet dan Balkan, 1992-2000, giliran Asia yang dilanda krismon pada 1997-2002, pasca tergelincirnya nilai Won Korea Selatan. Lalu menjalar ke beberapa negara Asia Tenggara, antara lain: Thailand, Philipina, Brunei, Malaysia, Singapura, dan Indonesia (paling parah). Satu persatu nilai mata uang negara Asean rontok terhadap dolar AS, akibat ulah spekulan valuta asing.

Hampir semua orang Indonesia tahu, bahwa dengan rontoknya nilai rupiah terhadap dolar AS, harga-harga pun melonjak 3 hingga 5 kali lipat, mengikuti jebloknya rupiah dari Rp 2.400 menjadi Rp 16.000/dolar AS. Namun kita tetap masa bodoh � tahu tapi tak mau peduli, dengan sistem ekonomi yang rentan dan tidak adil ini. Padahal karenanya kita bangsa Indonesia dijadikan miskin. Sumber daya alam kita melimpah, namun tak bisa kita nikmati.

Negara Maju pun Didera Krismon
Krisis ekonomi bukan lagi monopoli negara-negara berkembang, tetapi telah pula menerjang keangkuhan negara-negara maju. Bermula dari krisis kredit perumahan di Amerika Serikat (AS) - Subprime Mortgage, pertengahan 2007, kemudian berubah menjadi resesi yang menyeret keuangan dunia. Untuk meredakan penyakit ekonomi ini, awal 2009, Presiden AS, Barack Obama menggelontorkan dana talangan (bail out) hingga 7,2 trilyun dolar, untuk mendorong investasi dan kredit. Hal ini tentu saja, membuat APBN AS defisit hingga $1,41 trilyun, yang $ 1trilyun-nya disebabkan oleh ulah eksekutif lembaga keuangan dan lemahnya kontrol negara.

Kebangkrutan sejumlah investor dan korporasi keuangan AS, memacu krisis global. Dampaknya kini sudah masuk ke Eropa, menyeret Yunani dalam kebangkrutan akibat jebakan utang. Belum sembuh perekonomian di Yunani, tiba-tiba Spanyol dan Portugal ikutan 'demam'. Lagi-lagi solusi yang digunakan adalah bail out, yang sudah tentu hanya meredakan sementara, dan tidak menyembuhkan krisis sebenarnya. Entah itu Amerika Serikat, Uni Eropa, World Bank, dan IMF sama-sama bermain api dengan menyimpan 'bomb waktu' bernama bail out bagi pertaruhan atas kelangsungan ekonomi Amerika dan Eropa, yang bila saatnya tiba, pasti meledak! Dan yang luput dari perhatian ekonom adalah dahsyatnya ledakan resesi dua benua ini, yang dampaknya dirasakan pula oleh seluruh dunia.

Bila ekonomi Amerika dan Eropa mendadak kolaps, lalu menjalar cepat ke penjuru dunia, apa yang bisa Anda lakukan? Paling-paling hanya pasrah menerima nasib! Karena tiba-tiba jutaan rupiah tabungan Anda menjadi tidak berharga lagi. Bagaimana kronologinya? Anda yang tadinya cukup mapan dan makmur, harus mendapati kenyataan dengan hancurnya satu persatu, bisnis-bisnis lesu karena barang-barang kurang laku akibat eksport yang tersendat dan mendadak mati. Kemudian pabrik-pabrik merugi dan bangkrut, kredit macet, pekerja pun dirumahkan, pengangguran merajalela, sementara Sembako (bahan pangan) harganya selalu melonjak naik, inflasi terjadi setiap hari, yang membuat harga-harga semakin tak terjangkau, dan uang kertas tak berharga lagi.

Anda yang kini hidup nyaman di perkotaan dan mengandalkan 'kesaktian' uang kertas, mendadak jatuh miskin! Orang miskin yang tinggal di apartemen mewah, ketika stok sembako Anda habis. Karena dulu tak sempat menghabiskan seluruh stok uang kertas Anda untuk memborong barang-barang di supermarket yang tiba-tiba diserbu orang. Sebab kini, segala transaksi jual beli harus dilakukan secara barter, barang ditukar barang, atau barang ditukar jasa. Yang selamat dari hyperinflasi ini, justru mereka yang memproduksi sembako, khususnya pangan, seperti: petani, peternak, pengrajin dan nelayan. Termasuk mereka yang saat ini merintis muamalah dengan Dinar Dirham. Kelak orang-orang akan mengikuti amal ini, agar selamat dari bahaya akibat runtuhnya sistem ekonomi dunia, beberapa tahun ke depan, tak lama lagi! Inilah buah dari hilangnya muamalah dari hadapan kita.

Emas yang Dilupakan Orang
Tanggal 30 Oktober 2007, untuk pertama kalinya Dinar menembus Rp 1 juta, sebuah harga yang jauh di atas prediksi semua orang. Setahun kemudian, Dinar merangkak naik ke posisi Rp 1.200.000 (Oktober 2008), dan beberapa bulan setelah itu, Dinar melonjak Rp 1.600.000 di akhir Februari 2009. Meski Dinar terbukti tangguh terhadap krisis ekonomi, dan mampu menyelamatkan jerih payah (aset) orang yang memilikinya, namun hanya sedikit saja orang yang sadar atas keunggulan mata uang yang diridhai Allah SWT dan RasulNya ini.

Maka sebelum orang-orang menjadi sadar akan apa yang terjadi (krismon dunia), lalu ramai-ramai berpaling membeli emas dengan melepaskan uang kertas dan rekening bank mereka, sekonyong-konyong bail out kasus Subprime Mortgage dikucurkan untuk meredam sementara - krisis ekonomi dunia, dan mencegah aksi beli emas. Para ekonom pro kapitalis global, membujuk orang-orang untuk segera melepaskan emas mereka, katanya untuk mengambil untung, mumpung harga sedang naik, sebab sebentar lagi bail out segera turun. Namun ajakan ini tidak menggoyahkan minat pemerintah Cina, juga Rusia, yang kini gemar mengumpulkan emas. Akhirnya harga emas terus berusaha ditekan dan direndahkan.

Sehingga pada Oktober 2009, harga dinar ditahan di level Rp 1.350.000. Namun apapun kerasnya usaha kapitalis global untuk meredam harga emas, toh Dinar kembali merangkak ke kisaran Rp 1.500.000, beberapa bulan setelah ditekan (Mei 2010).

Kondisi seperti ini, tentu saja sengaja diciptakan oleh 'pemain' emas internasional, tujuannya untuk meraih untung, dengan naik turunnya emas sesuai ritme spekulan, agar mereka bisa terus bermain. Sementara itu kebanyakan orang masih terlelap, keasyikan dengan mimpi dan prasangka masing-masing, dan terus menerus dininabobokan oleh media massa yang telah disetir oleh kepentingan kapitalis besar. Atau mungkin orang-orang tak mampu lagi berhitung, betapa uang kertas mereka harganya kian merana, sehingga emas dilupakan orang!

Memperlakukan Dinar dengan Keliru
Dari sebagian orang yang sadar, mereka mengamankan aset mereka dengan Dinar emas, tentu dinar lebih likuid dan praktis ketimbang menyimpan emas batangan. Namun mayoritas pengumpul dinar, kurang hati-hati terhadap koleksi Dinarnya. Mereka begitu mudahnya melepas dinar menjadi rupiah (buy back), kadang kala hanya terdorong oleh kebutuhan sesaat yang kurang penting. Padahal masih ada jalan lain untuk mendapatkan uang kertas, sebelum akhirnya mereka terpaksa melepas Dinar.

Salah satu faktor penyebab, adalah mereka terpengaruh oleh grafik naik turunnya rupiah terhadap emas. Mereka membaca sebagai harga Dinar yang selalu bergerak terhadap uang kertas. Padahal ia tahu, bahwa uang kertaslah yang justru terus bergerak merosot terhadap emas, dan barang-barang lainnya. Sehingga mereka begitu mudahnya melepas dinar. Hal hasil, nantinya justru mereka yang harus mengeluarkan uang kertas lebih banyak lagi untuk mendapatkan sejumlah Dinar yang tadinya ia lepaskan.

Bank lah yang Merebut Emas
Dengan diizikannya bank oleh BI untuk menerima gadai emas sejak tahun 2009, tentu membuat pegadaian meradang. Dan kini pegadaian segera saja melebarkan cabangnya di mana-mana, pasalnya bank dan pegadaian saling berebut emas dari tangan rakyat, yang menjaminkan emas untuk mendapatkan uang kertas. Masyarakat pemilik emas, terpaksa menggadai emas mereka, karena Undang-undang yang mengharuskan transaksi apapun dibayar dengan uang kertas, bukan dibayar dengan uang sungguhan - emas.

Fenomena ini adalah reikarnasi atas apa yang dulu pernah dilakukan oleh bank sentral Amerika - The Fed, dalam rangka melucuti emas dari tangan rakyatnya. Hanya saja, di Indonesia konsep pelaksanaannya lebih halus, bertahap dan murah, tanpa harus dicurigai oleh masyarakat, agar tidak menimbulkan kepanikan. Sementara itu, tanpa hiruk pikuk, pemerintah RI sejak 18 Mei 2010, mulai mengumpulkan dana melalui Surat Utang Negara (SUN) untuk proyek denominasi rupiah (baca berita: Rencana Denominasi Rupiah: Berkah atau Bencana? 21 Mei 2010).

dinarEmas-emas tergadai yang gagal ditebus oleh pemiliknya, sebagian (kecil) mungkin akan dilelang kembali ke masyarakat, sementara sebagian (besar) lainnya akan dilebur untuk dimurnikan menjadi emas batangan. Dan selanjutnya disetorkan kepada pemilik bank, atau dilego di pasar emas dunia. Dengan cara ini, emas murah mengalir masuk ke pundi-pundi investor kakap. Kalau saja mereka secara terang-terangan memborong emas batangan dari pasaran, justru akan mendongkrak harga emas dengan cepat, dan ini tidak mereka (kapitalis) kehendaki. Di sisi lain, BI terus menerus menggiring opini masyarakat untuk menabung uang kertas di bank. Meski rakyat begitu miskin, mereka dapat membuka rekening dengan saldo awal cukup Rp 20.000 saja. Ada apa ini?

Emas Ditimbun, Uang Kertas Hancur
Kapitalis besar sudah lama berebut emas dari bumi pertiwi, mereka tak pernah puas mengumpulkan emas melalui perusahaan tambang emas. Bahkan para tauke - etnis Tiong Hoa, berani memodali para gurandil (pemburu emas) yang membuka tambang-tambang liar, yang semakin marak berebut emas, bersaing dengan perusahaan tambang raksasa yang dikuasai asing. Dan para pejabat kita, begitu rela menjadi kacung mereka.

Ketika emas yang mereka - kapitalis - timbun dirasa cukup, mereka (konspirasi ini) akan membiarkan ekonomi dunia semakin bobrok dan runtuh. Lalu mereka memulai sistem baru - uang digital. Kemudian membangun sistem ekonomi baru - ekonomi elektronik berbasis byte, sebuah sistem ekomomi 'canggih' yang belum pernah dibayangkan oleh kebanyakan orang. Sistem ini, tentu saja akan membentuk peradaban yang sama sekali baru, kekuasaan dan distribusi kemakmuran yang tidak dikenal sebelumnya. Dengan membentuk kelas sosial, kaya dan miskin yang berbeda dari yang kita tahu saat ini.

Dalam sistem baru ini, korporasi raksasa akan membentuk konsorsium yang pelahan akan menggusur sistem pemerintahan negara, menjadi sistem pemerintahan korporasi. Mereka memulai ini, dengan menghimpun dan memanfaatkan data sensus penduduk, dengan kartu penduduk elektronik yang telah tersentralisasi secara on line. Bila hal ini berhasil, maka perbudakan manusia oleh segelintir elit korporasi semakin sempurna kelicikannya.

Kenyataan Hari Ini
Dakwah untuk kembali menegakkan zakat dan muamalah syar'i dengan Dinar Dirham terus digencarkan, meski hasilnya belum memenuhi harapan, karena belum semua muslim mau kembali kepada Sunnatullah dan RasulNya. Sementara itu kita harus berpacu dengan korporasi kapitalis besar yang begitu gencar menjalankan 'modernisasi' peradaban, menuju era ekonomi digital. Ini adalah pertempuran yang sesungguhnya! Pertempuran yang tidak dimengerti oleh khalayak ramai, tentang masa depan manusia: merdeka, atau dijajah oleh sistem canggih?

Bagi orang bijak, gelagat bank berebut emas dengan pegadaian, gelagat maraknya 'percobaan' uang digital, dibaca secara cermat sebagai: Fase Akhir proses kehancuran sistem ekonomi riba uang kertas dan bank! Kemudian mereka (kapitalis global) menghancurkan sistem tersebut, agar manusia panik. Keadaan ini justru menguntungkan mereka untuk membuka jalan bagi sistem ekonomi baru - era uang digital, sistem yang lebih gila dan lebih jahat dari riba, sistem yang menghilangkan hak-hak dasar manusia. Dan akan terus bergulir selama Anda masih terlelap oleh sistem bobrok uang kertas dan bank.

Nanti Anda pasti akan terbangun dalam keadaan 'sempoyongan', ketika jutaan rupiah, atau ribuan dolar dan euro yang Anda kumpulkan selama bertahun-tahun, hanya dihargai dengan segenggam beras, yang membuat Anda sakit hati atas ketidakadilan sistem ekonomi dunia. Penyesalan memang selalu datang belakangan! Allah Maha Adil, kenapa kita masih suka mendzolimi diri?

17 Juni 2010

Perolehan Wakaf Imarah dan Garnissun Mei 2010

Bpk Soetrisno Bachir berwakaf tenda untuk JAWARA. Berikut laporan periode Mei 2010 Garnissun Bangsa dan Wakaf Imarah Baitul Mal Nusantara (BMN).

Pada bulan Mei 2010 Baitul Mal Nusantara (BMN) menerima sumbangan dari Bpk Soetrisno Bachir, mantan Ketua Umum PAN, sebesar Rp 15 juta (setara 10 Dinar emas), untuk membeli tenda untuk kegiatan Festival Hari Pasaran (FHP) Jawara. Seorang "hamba Allah" menambahkan Rp 500 ribu (setara 0.3 Dinar emas), yang digunakan juga untuk membeli kelengkapan pedagang. Donatur baru lain bulan ini adalah Bpk Deni dari Cilincing, mewakafkan 1 Dirham, serta seorang "hamba Allah" lain, bersedekah sebesar 25 Dirham.

Selain itu, sejumlah donatur rutin menyumbang BMN, baik untuk wakaf maupun kegiatan rutin. Pak Zaim Saidi menyumbang 20 Dirham, untuk biaya persiapan FHP Tanah Baru. Donatur lain ada Pak Sofyan al Jawi, Pak Arman, Pak Yan Radityo, dan Pak Rusdi; total sumbangannya ada 16 Dirham. Sementara itu dari kotak amal ada pemasukan 1 Dirham. Selain dari donatur, mulai Mei 2010 tercatat mulai ada pemasukan dari cicilan pinjaman dari mustahik, kali ini sebesar 10 Dirham.

Total Dirham terkumpul pun bertambah menjadi 142 Dirham untuk Wakaf Imaret, dan 65.16 Dirham untuk nonwakaf. Total Dinar terkumpul ada 10.3 Dinar, sebagian digunakan untuk Jawara. Saldo wakaf sebelumnya ada 12 Dinar dan emas 57 gr.

Tabel 1. Perolehan dan Alokasi Wakaf dan Sedekah BMN Mei 2010


Penyumbang

Wakaf Imaret

Sedekah/Infak



Dinar

Dirham

Emas (gr)

Dinar

Dirham


Saldo April 2010

12

123

57

0.5

33.16

1

Sumbangan Bpk Deni


1




2

Sumbangan Bp Sofyan al Jawi


2




3

Sumbangan Bp Rusdi


10




4

Sumbangan Bp Yan Radityo


5




5

Sumbangan Bp Arman





2

6

Sumbangan Kotak Amal


1




7

Sumbangan Hamba Allah





25

8

Sumbangan Bp Soetrisno Bachir*)




10


9

Sumbangan Bpk Fulan*)




0.3


10

Sumbangan Bp Zaim S*)





20

11

Pemasukan Cicilan Pinjaman





10


*)rupiah setara dinar/dirham







Total Pemasukan

12

142

57

10.8

90.16


Pengeluaran






1

Pinjaman Modal u Ibu BJ





10

2

Pinjaman Modal Pak J





10

3

Pembelian Tenda "Jawara"




7


4

Pembelian Perlengkapan Pedagang




0.3


5

Biaya persiapan FHP Tn Baru





20

6

Alokasi BMN Bandung





25


Total Pengeluaran




7.3

65


Saldo 30 Mei 2010

12

142

57

3.5

25.16

Alokasi dana BMN saat ini ditampilkan juga pada Tabel di atas. Telah disebutkan di atas sejumlah sumbangan dikhususkan untuk kegiatan FHP Jawara (pembelian tenda dan perlengkapan pedagang, 7.3 Dinar). Sebanyak 20 Dirham untuk membiayai persiapan lahan FHP Tanah Baru. Selebihnya dialokasikan untuk berbagai kegiatan, terutama permodalan usaha, kali ini untuk dua penerima (total 20 Dirham). Lalu, sejumlah 25 Dirham dialokasikan untuk BMN Bandung, untuk keperluan "pembebasan kaum dhuafa dari rentenir".

Saldo sedekah BMN saat ini adalah untuk Imarah ada 12 Dinar, 142 Dirham dan 57 gr emas; sedangkan untuk non-Imarah ada 3.5 Dinar dan 25.16 Dirham perak.

Semoga Allah SWT membalas sedekah para wakif dan dermawan kita dan mempercepat terwujudnya Imarah Nusantara. Amin3x.

Tentang Imarah

Imarah adalah 'Kawasan Terpadu' yang menyatukan kegiatan keagamaan dan kesejahteraan umum, yang ditopang oleh pendanaan dari aktivitas komersial yang tak terpisahkan darinya. Di dalam sebuah Imarah - atau dalam tradisi Utsmani disebut sebagai Imaret - kita menemukan beragam fasilitas untuk keperluan ibadah, pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, pemakaman, taman-taman kota, serta pemukiman.

Istilah Imaret sendiri berasal dari bahasa Arab 'imara, yang artinya pendirian. Kata ta'mir, yang di Indonesia lazim dipakai untuk istilah ta'mir masjid, berasal dari akar kata yang sama, '-m-r dan menghasilkan kata 'amr - hidup - dan isti'mar - mendirikan di atas tanah (pembangunan). Kata di atas digunakan dalam ayat al-Qur'an (11:61), "Sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi dan menjadikan kamu pemakmurnya".

Kata Imaret juga berarti tindakan pengembangan suatu daerah, dapat disepadankan dengan pengertian Pembangunan Islam. Di dalamnya bisa kita dirikan masjid, madrasah dengan pelbagai jenis dan tingkat, wisma penginapan, dapur umum bagi kaum miskin dan para musafir, klinik-klinik, penampungan anak yatim, perpustakaan, instalasi air, bahkan tanah pemakaman, pabrik roti, taman dan kolam renang, bengkel, toko-toko, rumah zakat dan sebagainya.

Satu bagian penting dari Imaret adalah Karavanseri, atau rest area, tempat para pedagang dan musafir lain beristirahat dan tinggal sementara. Menyatu dan menjadi bagian tak terpisahkan darinya adalah bangunan-bangunan komersial terutama pasar (suq), bazar-bazar, pergudangan, pertokoan, pabrik-pabrik skala kecil dan menengah, bengkel, restoran, apotek, hotel, sarana penyembelihan hewan, kebun produktif, dan sebagainya, sebagai arena bisnis.

Sebagian besar atau seluruh pendapatan dari kegiatan komersial ini sepenuhnya dikembalikan dan digunakan untuk membiayai berbagai layanan sosial yang diberikan kepada publik.

Tentang Garnissun Bangsa

Garnissun Bangsa adalah gerakan 'amal kebajikan untuk memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat berupa infak dan sedekah. Infak dan sedekah yang dimobilisasi oleh GARNISSUN BANGSA adalah koin-koin Dirham perak yang dapat diserahkan baik langsung kepada fakir miskin, masjid dan musholla di lingkungan terdekat, rumah-rumah yatim piatu, panti jompo, pondok pesantren, maupun kepada lembaga-lembaga infak dan sedekah, serta derma dan sosial yang dipercaya.

Yang ingin berpartisipasi dalam Program Wakaf Al Imarah dan Garnissun Bangsa BMN dapat menghubungi:

Baitul Mal Nusantara (BMN)
Jl. M Ali no 2 rt 003/04
Kel Tanah Baru - Kota Depok 16426
Telp. 7756071 - 7752699
Email: abdarrahman@bmnusantara.org
Rekening BCA No 7150500405 KCP Nusantara
Atas nama Ricky Rachadi

Untuk wakaf dan sedekah dalam bentuk Dirham perak atau Dinar emas dapat diserahkan secara fisik atau dalam bentuk rupiah melalui rekening di atas untuk ditukarkan dengan Dirham atau Dinar di wakala terdekat. Hasil pengumpulan wakaf dan sedekah ini akan dipubliskasikan kepada umum secara periodik.

Jangan Rusak Muamalat Kami

wakalaSaat ini sekelompok dari umat mencoba mengembalikan sunnah yang dihilangkan. Yaitu penegakan syariat yang berkaitan dengan harta dan transaksi muamalat, termasuk untuk zakat yang hanya ditetapkan dalam nuqud. Nuqud berarti dinar emas dan dirham perak.
Dalam hal ini dinar dirham lah yang dipergunakan sebagai alat tukar dan penggerak ekonomi. Jadi dinar dirham bukan alat investasi semu yang ditukar bolak-balik antara uang kertas dan uang fiat lainnya. Dibeli ketika rendah dan dijual ketika tinggi.
Akibat pemahaman salah mengenai dinar dirham , maka tercipta kelompok baru yang memposisikan dinar dirham sebagai investasi semata. Mereka menjadikan dinar dirham sebagai gimmick dari jualan emas mereka. Metode gimmick ini membuat dinar seolah-olah stand out dan memposisikan sebagai emas yang beda dari emas lainnya. Bahkan mereka juga menyesatkan khalayak dengan konsep kontrak bisnis yang tidak sesuai syariat. Seperti qirad. Qirad adalah kontrak kerjasama dagang antara dua pihak: yang satu adalah pemilik modal dan yang lain adalah pemilik tenaga yang akan bertindak sebagai Agen bagi pihak pertama. Dimana pihak kedua menerima modal dari pihak pertama sebagai pinjaman dan akan membagikan keuntungan yang diperoleh dari usaha dagang yang menggunakan modal dari pihak pertama tersebut.
Syarat-syaratnya secara detail dapat dilihat di. Dimana berdasar syarat tersebut adalah dimulai dan diakhiri dalam bentuk tunai nuqud (dinar/ dirham) dan bukan komoditas. Yang mereka lakukan adalah mereka meminta khalayak meminjam-menitipkankan dinarnya untuk dijual dalam bentuk uang kertas dan diambil selisihnya untuk dijadikan dinar kembali sehingga tercipta nilai baru dinar yaitu 0.1 dinar dan sebagainya. Sehingga kacau definisi pinjaman dan titipan. Lalu mereka pun mengacaukan pemahaman investasi produktif dimana khalayak diminta untuk berinvestasi pada suatu bidang dengan modal dinar yang tidak realistis. Ketika investasi itu baru saja menjadi bangunan dan belum produktif secara penuh. Mereka meminta investor untuk menjualnya, dengan alasan sudah ada gain sekian persen. Lalu memulai dari nol lagi.
Profit, Gain, Untung.. Itu saja yang ada dibenak mereka. Grafik grafik semu pelemahan nilai uang fiat terhadap emas ditonjolkan terus. Emas sendiri tetap, uang manusia yang melemah. Sampai kapan hal ini yang ditonjolkan. Bila memang harus bermodal emas, harus kembali bernilai emas. Bukan bermodal emas tapi kembali dalam nilai desimal palsu uang kertas yang dikonvert balik ke emas. Penyesatan lain dengan mengaburkan pengertian mengenai pemilik dana dan pengelola dana. Mereka hendak berinvestasi dengan meminta modal masyarakat, tetapi takut dengan segala resiko kerugian. Sehingga meminta masyarakat menaruh dananya dalam bank dan merekalah yang akan meminjam kepada bank. Sehingga urusan bagi hasil nya adalah antara masyarakat dan bank, bukan dengan mereka. Ketika mereka gagal, asuransilah yang membayar ke bank. Kacau, sesat pemikiran seperti inilah yang mencampurkan antara riba dan keuntungan halal.
Karena pemahaman seperti inilah yang membuat serbuan buyback hampir keseluruh wakala, yang Insha Allah dengan merapatkan barisan dapat melewati gelombang buyback ini.
Untuk para Al-Wakil perbanyaklah ilmu mengenai muamalat, agar dapat menjadi tempat bertanya para khalayak yang kebingungan mengenai keadaan ribawi yang mencengkram umat saat ini.
Mari kita murnikan niat untuk menghindari diri dari jebakan ribawi dunia yang fana ini. Jangan rusak muamalat dengan tipuan tipuan halus yang menyesatkan. Pelajari detail tawaran tawaran investasi yang dapat menggiring kita masuk dalam riba.

15 Juni 2010

Perampokan Bangsa-Bangsa dan Jalan Lempang Dinar Emas

Zaim Saidi - Direktur Wakala Induk Nusantara
Penerbit Mizan menerbitkan buku Perampokan Bangsa-Bangsa: Emas sebagai Mata Uang Internasional karya Profesor A. Kameel Mydin Meera (Malaysia). Berikut pengantar buku tersebut.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal Rasulullah sallallahu'alaihi wassalam menyatakan, "Akan datang masa ketika tidak ada yang tertinggal yang bisa dibelanjakan kecuali dinar dan dirham." Sementara dalam haditsnya yang lain yang diriwayatkan oleh Abu Daud ia mengatakan, "Akan tiba masa ketika kalian tidak akan dapat menemukan seorang pun di dunia ini yang tidak makan riba. Dan bahkan ketika seseorang menyatakan bahwa dia tidak makan riba, maka pastilah debu riba sampai kepadanya."

Kedua hadits di atas telah menemukan kenyataanya di zaman kita hari ini. Dan kedua persoalan yang diungkapkan itu berkaitan langsung satu dengan yang lainnya. Cobalah perhatikan kenyataan hidup sehari-hari kita saat ini. Ketika seseorang hendak memiliki rumah, kendaraan, peralatan rumah tangga (teve, perabot elektrobik, mebel, dsb), pada umumnya, harus membayarnya dengan kredit, karena uang kita makin kehilangan nilai, tak bisa dibelanjakan (kita mengatakannya sebagai harga yang tak terjangkau). Lebih dari itu, untuk kebutuhan sekunder pun, seperti untuk biaya pendidikan, ongkos kesehatan, semakin banyak yang berbasis pada kredit.

Bisakah kita menghindari riba, setidaknya debunya, ketika riba telah menjadi sistem? Ketika kita bepergian pun, apalagi kalau lewat jalan tol, kita terlibat dengan sistem riba - ongkos tol dan pajak jalan yang kita bayarkan mengandung riba, sebab investasinya berasal dari kredit perbankan. Bahkan seluruh layanan sosial yang disediakan oleh pemerintah, dalam bentuk apa pun, dibiayai dari utang berbunga dari perbankan. Bukankah untuk menggaji PNS pun pemerintah mengandalkan APBN yang berasal dari utang berbunga dari bank luar negeri?

Sebagai Muslim kita tak boleh menganggapnya sepele. Allah SWT mengancam dengan hukuman berat para pelaku riba. Dosa yang harus kita tanggung karena keterlibatan dengan riba adalah dosa terbesar kedua sesudah syirik. Rasulullah sallallahu'alaihi wassalam telah pula menegaskan bahwa kedudukan mereka yang terlibat dengan riba - langsung atau tidak -yaitu mereka yang membayarkan, yang menerima, yang mencatat, dan yang membiarkannya, adalah sama kedudukannya. Mereka semua berdosa atasnya.

Mengapa dosa riba begitu besar dan ancaman hukumannya begitu berat?

Riba Akar Kesengsaraan Umat
Akibat riba adalah kesengsaraan semua orang. Riba telah mengakibatkan seluruh beban kehidupan menjadi semakin tidak tertanggungkan. Biaya dan harga apa pun menjadi berlipat ganda. Sekali lagi perhatikan kenyataan di sekeliling kita: semula setiap keluarga secara relatif mudah dapat memiliki rumah. Tapi, ketika tanah-tanah dikuasai para bankir melalui pengembang-pengembang, memiliki rumah mulai menjadi kemewahan. Dan dengan dalih menolong masyarakat para bankir menciptakan Kredit Perumahan Rakyat (KPR). Apa akibatnya? Justru harga rumah semakin tak terjangkau. KPR yang semula ditujukan untuk rumah tipe 70, harus diturunkan untuk tipe 60, lantas untuk tipe 45, lalu tipe 36, dan kini semakin kecil lagi untuk tipe 21. Itu pun hanya bisa dibeli oleh sedikit orang, karena harganya yang semakin mahal.

Lihat pula biaya kesehatan dan pendidikan. Lagi-lagi dengan dalih membantu masyarakat untuk "meringankan" biaya jasa sosial ini para rentenir menciptakan berbagai bentuk kredit, asuransi, tunjangan, dan sebagainya, yang semuanya berbasis pada utang berbunga. Lagi-lagi akibatnya adalah justru biaya kesehatan dan pendidikan semakin tidak terjangkau. Sebab, selain membayar ongkos untuk jasa pendidikan dan kesehatan itu sendiri, masih harus ditambah dengan biaya bunganya. Bunga berbunga, berlapis-lapis, yang merembet ke semua aspek kehidupan.

Di sinilah kebenaran hadits-hadits di atas, "tidak ada yang bisa dibelanjakan", karena "semua terlibat riba", yang mengakibatkan harga berlipat ganda. Tapi, Rasul SAW memberikan pentunjuknya pada kita, adanya perkecualian, yakni "dinar dan dirham". Dinar adalah koin emas (4.25 gr) sedang dirham adalah koin perak murni (2.975 gr). Riwayat dari Urwah, salah seorang Sahabat Rasul SAW, berikut ini memberikan salah satu buktinya. Oleh Rasul SAW Urwah diberi uang satu dinar untuk membelikan seekor domba. Tapi, dengan uang satu dinar itu ia ternyata berhasil memperoleh dua ekor domba. Maka ia menjual salah satunya senilai satu dinar dan membawa seekor yang lain, beserta sekeping dinar sisanya, kepada Rasul SAW. Atas kecerdikan Urwah tersebut Rasulullah SAW memintakan berkah Allah SWT atasnya, dan menyatakan bahwa, "Ia akan menjadi seorang pedagang yang selalu mendapat laba bahkan bila ia berdagang debu sekalipun,"(HR Bukhari).

Nilai satu dinar emas saat ini (November 2009) setara dengan sekitar Rp 1.45 juta, yang di Jakarta dapat dibelikan 1-2 ekor domba. Di Madinah, di zaman Rasul SAW, sebagaimana kita dengar dari riwayat Urwah, harga seekor domba juga 0.5-1 dinar. Jadi, selama lebih dari 1400 tahun nilai tukar sekeping dinar tidak berubah. Inflasi dinar adalah 0%. Bandingkanlah dengan uang rupiah kita, dalam rentang waktu sejauh yang dapat kita ingat, yakni sejak rupiah itu sendiri diciptakan, tahun 1946. Ketika pertama kali rupiah ini diciptakan daya belinya terhadap emas adalah Rp 2/gr. Artinya sekeping koin dinar (4.25 gr emas) dapat dibeli hanya dengan uang Rp 8.5. Dapat dipastikan pada waktu itu harga seekor domba tidak akan lebih dari Rp 8.5/ekor.

Jadi, hanya dalam kurun waktu sekitar 63 tahun, rupiah telah kehilangan daya belinya sekitar 170 ribu kali. Dengan kata lain, secara nyata, rakyat Republik Indonesia (RI), mengalami pemiskinan struktural dan sistemik sedahsyat itu, 1/170.000 lebih miskin, dibandingkan dengan masa sebelum kemerdekaan RI. Dan semua itu karena riba yang bukan saja telah jadi sistem, melainkan menjadi cara hidup kita saat ini, sebagaimana dijelaskan di muka.

Dengan sedikit riwayat dan bukti empiris di atas sesungguhnya telah jelas bagi kita akar persoalan sosial, khususnya kemiskinan (tepatnya: pemiskinan), yang kita hadapi saat ini, yakni sistem riba. Maka, jalan keluarnya pun cukup jelas, sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT sendiri di dalam Al Qur'an, yakni agar kita "meninggalkan riba", karena Allah SWT telah mengharamkannya. Sebab, sebagaimana telah dibeberkan di muka, betapa jahatnya riba, sebagai akar penderitaan umat manusia. Fitrah saling menolong sesama manusia pupus karena riba. Harta menumpuk di tangan segelintir orang juga karena riba. Hanya dengan perspektif untuk meninggalkan riba inilah kita akan dengan jernih dan benar memahami kembalinya mata uang dinar dan dirham. Dengan kata lain, untuk menggunakan kembali dinar emas dan dirham perak, sesungguhnya seseorang tidak membutuhkan argumentasi. Yang ia butuhkan hanyalah ketaatan atas perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, SAW.


Argumentasi Akademik: Buku Perampokan Bangsa-Bangsa
Tetapi, di situlah persoalan yang kita hadapi saat ini, kebanyakan orang memerlukan argumentasi. Ini bisa dimengerti karena kita semua telah berada di dalam sistem riba itu sendiri, hingga ibarat ikan di dalam keramba, kita tidak merasa berada dalam masalah. Semuanya semakin menjadi taken for granted, bahwa kita hidup dengan cara ini, dengan aneka ragam uang kertas beserta nilai kurs-nya yang berbeda-beda, dengan perbankan, dengan kredit, dengan bunga, devaluasi, inflasi, dst. Kalau ada masalah, misalnya yang belakangan acap kita dengar sebagai "krisis moneter" maka dikatakan penyebabnya adalah "ulah para eksekutif dan kejahatan pelaku pasar yang menyulutnya", atau atas "insiden kemiskinan" adalah karena "kegagalan strategi pembangunan, kontraksi ekonomi", dan sejenisnya. Kisi-kisi pendidikan kita mengajarkan semua ini sebagai sebuah kebenaran. Buku Perampokan Bangsa-Bangsa: Emas sebagai Mata Uang Internasional karya Profesor Ahamed Kameel Mydin Meera ini dengan sangat jelas mampu memberikan argumentasi akademis dan ilmiah yang dicari banyak orang itu. Bagian pertama dari buku ini sepenuhnya ia dedikasikan untuk itu. Dengan perspektif kritis, yang tidak akan diajarkan di fakultas ekonomi pada umumnya, ia menunjukkan bahwa akar persoalannya adalah pada pilar-pilar sistem itu sendiri, yang terdiri atas tiga pilar pokok: uang fiat (alat tukar yang nilainya adalah ilusi belaka karena tidak memiliki nilai instrinsik), bunga, dan cadangan minimum (fractional reserve requirement).

Melalui rekayasa akuntansi, dengan ketiga pilar itu, para bankir dengan serta-merta, setiap detik, hampir tanpa batas, dapat menciptakan uang terus-menerus dari ketiadaan, hanya dengan membubuhkan byte-byte komputer. Instrumen praktisnya adalah melalui mekanisme utang-piutang, melalui aneka kredit sebagaimana diceritakan di depan. Maka, yang terjadi adalah penggelembungan ekonomi yang tiada terbatas, sampai suatu titik terjadi ledakan gelembung itu sendiri - yang fenomenanya kita kenali sebagai "krisis moneter" itu. Dan, celakanya, sistem ini hanya dapat hidup dengan cara self-distructive ini (baca Lampiran C: Ilustrasi Proses Penambahan Uang). Dengan kata lain, keruntuhannya adalah keniscayaan, hanya waktu persisnya yang tidak kita ketahui.

Profesor Ahamed Kameel menjelaskan semua itu dengan berbagai penjelasan teknis, baik dalam teks utama maupun, terutama, berbagai lampiran yang disertakan dalam buku ini. Pernyatan dasar dari buku ini adalah "sistem uang fiat adalah tidak stabil dan tidak adil". Dalam konteks hubungan antarbangsa sistem ini menjadi instrumen penindasan dan penjajahan massif yang sangat efektif, antara lain melalui mekanisme yang sama, yang kita sebut sebagai Utang Negara (public debt). Para bankir tidak sekadar mengikat kontrak utang-piutang dengan perorangan secara pribadi, tetapi menjerat semua warga negara, melalui representasi pemerintahan, untuk berutang melalui APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Di sinilah pintu berlangsungnya penjarahan dan pencurian harta kekayaan bangsa-bangsa (the theft of nations) oleh segelintir orang.

Utang negara itu pada gilirannya memberikan legitimasi bagi pemerintah untuk memajaki rakyat. Mekanisme ini merupakan modus yang inherent di dalam negara konstitusional. Fungsi utama konstitusi adalah memastikan tiap-tiap warga negara ini sebagai pembayar pajak dan pembayar utang. Di sini bercokol kepentingan-kepentingan oligarki bankir yang mengendalikan keberlangsungan sistem riba ini. APBN semata-mata menjadi wadah penyaluran utang ribawi para bankir ini, dengan rakyat yang dipaksa membayarnya melalui pajak. Pajak itu sendiri ada dua jenis yaitu pajak langsung yang ditarik tunai dari warga negara (PBB, PPh, PPn, cukai, materai, retribusi, dst) dan pajak tidak langsung (inflasi dan seignorage) yang dirasakan sebagai terus-menerus turunnya nilai tukar mata uang kertas. Inilah yang menyebabkan harga dinar pada tahun 1946 cuma Rp 8.5, pada tahun 2009 telah naik 170 ribu kalinya, menjadi Rp 1.45 juta/koin. Dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini saja rata-rata apresiasi dinar emas dalam rupiah adalah 25%/tahun.

Secara lebih sistematis penjarahan kekayaan atas bangsa-bangsa ini dilakukan melalui suatu kebijakan global yang dikenal sebagai 'Konsensus Washington', yang dicanangkan oleh IMF, Bank Dunia, Departemen Keuangan AS, dan rentenir internasional lainnya, pada 1989. Dalam pengalaman kita semua ini malah telah dimulai bersamaan dengan berdirinya Orde Baru dengan ideologi pembangunannya, bahkan sesungguhnya ketika tetua kita menyetujui kesepakatan Konferensi Meja Bundar, dengan membarter "kedaulatan bangsa" dengan pengambilalihan utang Hindia Belanda.

Dari situlah jerat utang berbunga dimulai. Tentu, tiap-tiap pinjaman itu diberikan, dari tahun ke tahun (melalui APBN), selalu disertai dengan syarat-syarat tertentu yang semakin memperkokoh penjarahan sistematis ini. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, ironisnya, kita menyebut semua kebijakan ini sebagai langkah "Reformasi". Belum lagi permainan ekonomi finansial yang dilakukan oleh para aktor swasta melalui beragam manipulasi di pasar valas, pasar saham, dan pasar "perdagangan" produk keuangan derivatif lainnya.

Satu hal penting lain yang kemudian ditunjukkan oleh buku ini adalah kenyataan bahwa perbankan syariah, yang semakin berkembang di negeri kita dan dilihat sebagai solusi bagi umat Islam, adalah sepenuhnya bagian dari sistem riba itu sendiri. Prof. Kameel mengatakan bahwa perbankan syariah dan perbankan konvensional bukan cuma bersaudara kembar, tetapi adalah kembar siam! Yang dikenal sebagai murabahah (suatu kontrak jual beli menurut syariat Islam), misalnya, di perbankan syariah disulap menjadi kontrak pembiayaan berupa kredit dengan bunga tetap (flat rate).

Prof. Kameel menunjukkan semua itu berdasarkan argumentasi akademis bukan berdasarkan dalil-dalil fikih. Artinya, bila argumentasi akademis yang memang tak terbantahkan ini diterima, maka menjadi sangat tidak logis bila dalil-dalil yang mengharamkan perbankan konvensional tidak dapat digunakan untuk mengharamkan perbankan syariah. Kehadiran perbankan syariah, dalam istilah Haji Umar Vadillo, tak ubahnya seperti Kuda Troya yang disusupkan di kalangan umat Islam. Bank syariah bertentangan sama sekali dengan syariah. "Alih-alih menjadi penyedia solusi, bank-bank Islam juga bertanggung jawab terhadap masalah sosial-ekonomi yang terjadi karena sistem keuangan fiat [riba, pen.]," simpul Prof. Kameel (lihat uraiannya pada bab 4 Bank-bank Islam dan Sistem Fiat Moneter).

Sebagaimana dicerminkan oleh sub-judul buku ini, Emas sebagai Mata Uang Internasional, Prof Kameel kemudian mendedikasikan bagian kedua buku ini untuk membahas sebuah solusi: Dinar Emas sebagai Jalan Keluar. Dalam satu bab penuh (bab 5) ia memberikan berbagai argumentasinya agar kita kembali kepada dinar emas. Dalam dua bab berikutnya, yakni bab 6 dan bab 7, Prof. Kameel menyajikan dua strategi implementasinya, yakni Dinar Emas dalam Perdagangan Internasional (bab 6) dan Dinar Emas dalam Transaksi Domestik (bab 7). Ia menyebut kerangka strategi penerapan dinar emas ini, secara bertahap, dalam pembayaran bilateral kemudian pembayaran multilateral dalam perdagangan antarbangsa.

Pada prinsipnya mekanisme yang diusulkannya adalah pembayaran perdagangan melalui clearing antar-bank, yang didasarkan kepada selisih nilai jual dan beli, melalui rekening yang didenominasi dalam dinar emas. Mekanisme ini tentunya memerlukan fasilitasi dan peran bank sentral sebagai penjamin. Dengan demikian, bila nilai perdagangan itu seimbang, tidak diperlukan dinar emas sama sekali. Artinya dinar emas hanya bertindak sebagai unit perhitungan (unit of account).

Sedangkan untuk keperluan domestik, Prof. Kameel menganjurkan agar dimulai dengan mendorong masyarakat menabung dalam bentuk dinar emas, lalu secara bertahap, menggunakannya untuk bertransaksi. Semuanya, menurut buku ini, perlu dimulai dengan menasionalisasikan bank-bank komersial, yang dalam jangka panjang kemudian menggunakan emas sebagai pendukung uang kertas (M0). Sejalan dengan mekanisme internasional di atas, secara domestik, masyarakat kemudian dapat menggunakan semua instrumen yang berlaku saat ini, seperti akun giro, kartu debit, kartu kredit, dan sebagainya, untuk bertransaksi sehari-hari. Artinya, serupa dengan mekanisme internasional, emas digunakan sebagai unit perhitungan.

Di sinilah letak kelemahan mendasar dua rekomendasi Prof. Kameel yang menjadikannya sebagai antiklimaks seluruh argumen yang dengan sangat baik telah ia bangun pada bagian pertama buku ini. Strategi yang diusulkannya, dengan mencangkokkan dinar emas ke dalam sistem perbankan itu sendiri, justru memastikan bahwa pengembangan ekonomi berbasis dinar emas akan gagal total. Bukti dari pernyataan ini adalah kenyataan bahwa semua yang digagas oleh Dr Mahathir Mohamad, PM Malaysia waktu itu, di awal tahun 2000an, tidak membuahkan hasil. Strategi emas sebagai unit perhitungan pada dasarnya adalah strategi untuk kembali kepada sistem standar emas, dan dengan tetap menggunakan kertas atau byte komputer sebagai alat tukar. Jadi tidak akan ada satu koin dinar pun yang dicetak dan diedarkan.

Dinar emas dan perbankan, sebagaimana justru telah ditunjukkan oleh Prof. Kameel di bagian pertama bukunya ini, adalah ibarat api dan air. Menyerahkan dinar emas kepada bank sentral dan perbankan komersial, sebagaimana acap dikemukakan oleh Haji Umar Ibrahim Vadillo, peletak dasar perekonomian dinar di zaman modern ini, tak ubahnya seperti menyerahkan anak domba kepada serigala. Jalan kembalinya dinar emas, dan harus berpasangan dengan dirham perak (yang hanya sekilas disinggung oleh buku ini), ada pada praktik muamalat sehari-hari.

Untuk memberikan perspektif yang lebih baik mengenai hal ini berikut adalah uraian ringkas penerapan ekonomi berbasis dirham dan dinar yang telah berlangsung di Indonesia. Tanpa mendasarkan diri terlalu banyak kepada teori, melainkan mengacu kepada contoh amaliah di masa lalu, jalan kemenangan bagi muamalat telah terbantang luas di sini.

Jalan Kemenangan Muamalat

1. Perluasan Peredaran Dinar dan Dirham

Pengembalian dinar dan dirham dimulai dari tindakan yang sangat elementer yakni pencetakan fisik koin-koin itu sendiri. Di Indonesia koin dirham tersedia dalam satuan 1 dirham, 2 dirham, dan 5 dirham, sedangkan dinar tersedia dalam satuan 0.5 dinar, 1 dinar, dan 2 dinar. Kunci berikutnya adalah pengedaran koin-koin itu, melalui dua cara, yaitu penukaran dengan uang kertas dan dengan komoditi (dalam perdagangan).

Jalan pertama ditempuh melalui jaringan wakala, yang secara sederhana dapat diserupakan dengan money changer, yang di Indonesia dikordinasikan oleh Wakala Induk Nusantara (WIN). WIN-lah yang berurusan dengan penerbit koin, yang sampai saat ini masih dikomisikan kepada PP Logam Mulia, PT Aneka Tambang. Di bawah WIN (www.wakalanusantara.com) saat ini telah berdiri hampir 70 wakala umum, tersebar luas di sejumlah kota di Indonesia (Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Semarang, Jogya, Balikpapan, Bandar Lampung, Tanjung Pinang, Batam, Jepara, Gianyar, Temanggung, dsb).

Jalan kedua pengedaran dinar dan dirham, dan ini merupakan jalan yang terbaik, adalah melalui perdagangan, yang memerlukan sekurangnya dua prasarana, yaitu para pedagang pemakai dirham dan dinar itu sendiri; dan pasar-pasar tempat orang berjual-beli dan bertransaksi. Prasarana pertama ditempuh melalui pembentukan JAWARA (Jaringan Wirausahawan Pengguna Dirham Dinar Nusantara). Prasarana kedua ditempuh melalui penyelenggaraan pasar-pasar terbuka lewat Festival Hari Pasaran Dinar Dirham Nusantara. Jalan lain pengedaran dinar dan dirham adalah melalui pembayaran zakat mal dan sedekah.

2. Jaringan Pemakai Dinar dan Dirham

Saat ini kita tidak bisa lagi mengetahui berapa orang pemakai dinar dan dirham di Indonesia. Yang jelas semakin hari semakin bertambah jumlahnya. Namun, jumlah yang besar semata bukan tujuan pengedaran dinar dan dirham, kalau koinnya berhenti di kantong masing-masing orang. Dinar dan dirham harus beredar, berpindah dari tangan ke tangan, melalui transaksi. Karena itu dinar dan dirham harus segera digunakan sebagai alat tukar. Jaringan antarpemakai dinar dan dirham diperlukan untuk terjadinya transaksi ini. Maka dibentuklah JAWARA tersebut di atas.

Benar, bahwa untuk bertransaksi, diperlukan kemudahan dan kenyamanan. Di sinilah teknologi diperlukan, tetapi sekadar sebagai fasilitas penunjang, berupa sarana pembayaran (payment system), baik yang berbasis komunikasi data bergerak (mobile payment system) maupun statis (smart card payment system). Model yang tengah dikembangkan oleh WIN disebut sebagai m-Badar. Tapi, di sini transaksi sepenuhnya akan didasarkan kepada koin fisik dinar, tidak sekadar menggunakannya sebagai unit perhitungan.

3. Festival Hari Pasaran Nusantara

Festival Hari Pasaran (FHPN) Nusantara bertujuan untuk menghidupkan kembali tradisi pasar rakyat yang sifatnya terbuka, bergerak dari satu lokasi ke lokasi lain, tanpa pungutan sewa dan pajak, hingga dapat diakses oleh setiap orang yang hendak berdagang. Sebagaimana diketahui, dalam masyarakat Jawa, misalnya, dikenal hari-hari pasaran seperti Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Sementara di Jakarta masih tersisa nama-nama Pasar Senin, Pasar Rabu, Pasar Jumat, dan Pasar Minggu.

Di pasar-pasar inilah dinar emas dan dirham perak digunakan sebagai salah satu alat tukar dalam jual-beli. Dengan demikian masyarakat merasakan secara nyata bahwa koin emas dan koin perak, yang selama berabad-abad dulu pernah berlaku umum di Indonesia, dapat kembali diterapkan sebagai alat tukar yang bebas dari inflasi. FHPN pertama kalinya dilangsungkan di halaman parkir Pesantren Daarut Tauhid, Geger Kalong, Bandung, 10 Mei 2009 lalu. Sejumlah inisiatif sejenis kemudian saling bersusulan, dilakukan di lingkungan kampus-kampus seperti ITB, UGM, Universitas Mercu Buana, dan Unpad. Warga masyarakat biasa, misalnya di Depok dan Cilincing, kini juga tengah mempersiapkan pasar yang sama. Gemerincing dirham dan dinar tiap kali terdengar di pasar-pasar tersebut, berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain, melalui perdagangan.

4. Restorasi Pembayaran Zakat

Dinar emas dan dirham perak adalah alat pembayaran zakat mal sesuai dengan ketentuan syariat zakat. Sebagaimana kita ketahui zakat mal ditetapkan pada batas nisab 20 dinar dan 200 dirham, masing-masing dengan kewajiban 2.5%-nya, yaitu 0.5 dinar dan 5 dirham. Saat ini penegakkan rukun zakat mal ini telah terjadi, dan sejumlah muzaki mulai membayarkan zakatnya kepada sejumlah institusi dengan dinar emas dan dirham perak. Lembaga pengumpul zakat ini semakin banyak jumlahnya, yang terdaftar di Forum Zakat saja mencapai hampir 200 organisasi. Nilai zakat yang berhasil dikumpulkan setiap tahunnya (2008) mencapai angka di atas Rp 860 milyar rupiah, atau setara sekitar 595 ribu dinar emas. Taruhlah 10% saja zakat mal dibayarkan dalam dinar emas, maka setidaknya akan beredar dinar sebanyak 59.000 koin setiap tahunnya.

Arah kembalinya zakat dalam dinar dan dirham telah terlihat. Pada bulan Ramadhan 1430 H setidaknya ada sepuluh LAZ yang telah menerima muzakki yang membayarkan zakatnya dalam Dirham perak dan Dinar emas. Total zakat Dirham perak yang terkumpul pada kesepuluh LAZ ini adalah 507 Dirham (setara sekitar Rp 15 juta), sedangkan Dinar emasnya mencapai 70 Dinar emas (setara Rp 100 juta). Bandingkan dengan tahun sebelumnya, Ramadhan 1429 H, total zakat dalam Dinar emas yang terpantau baru sekitar 30 Dinar emas.

Dua institusi penerima zakat Dirham perak dan Dinar emas terbanyak pada Ramadhan 1430 H adalah Baitul Mal Nusantara (BMN, Depok) dan Dompet Dhuafa Republika (Jakarta), masing-masing dengan 24 dan 26 Dinas emas, serta 478 dan 24 Dirham perak. Selain itu, pembayaran zakat dalam Dirham perak dan Dinar emas juga berlangsung pada sejumlah institusi lain di Bandung (DPUDT dan DD Bandung) dan Balikpapan (DD Kaltim, LAZ Amanah Umat, dan LAZ Dompet Peduli Umat).

5. Pengakuan Umum Dirham dan Dinar sebagai Alat Tukar

Sejak zaman dahulu, sampai saat ini, dan kelak di kemudian hari pertukaran barang dan jasa dengan dinar emas dan dirham perak selalu mengikuti hukum pasar. Artinya dasarnya adalah suka sama suka. Ini berkebalikan dengan sistem uang kertas, uang fiat, yang didasarkan kepada pemaksaan melalui hukum alat tukar (Legal Tender Law). Karena itu, kita memang tidak mengadvokasikan pengesahan dinar emas dan dirham perak sebagai alat tukar sah melalui undang-undang sebuah negara.

Pertukaran (perdagangan) sukarela akan terjadi ketika kesadaran masyarakat telah pulih, bahwa alat tukar yang adil haruslah berupa komoditi, dalam hal ini dinar emas dan dirham perak, dan bukan secarik kertas tak berharga. Kesadaran itu akan pulih ketika massa pemakai dua jenis koin ini telah mencapai jumlah tertentu (critical mass) hingga terasakan kehadirannya dalam masyarakat. Tahap ini, tentu saja, akan terjadi ketika pencapaian empat tahap yang diuraikan sebelumnya telah cukup signifikan. Ini hanyalah soal waktu, sebab semuanya telah dimulai dan dipraktekan.

Dengan uraian di atas lengkaplah sudah dua hal yang kita butuhkan untuk memastikan kembalinya mumalat, kehidupan sosial ekonomi sehari-hari berbasis pada alat tukar sejati, yakni dirham perak dan dinar emas. Bila dua hal tersebut kita yakini dan jalani kemenanganlah yang akan kita dapatkan. Sistem riba yang haram akan musnah dengan sendirinya, dan perdagangan yang halal akan kembali di tengah kehidupan kita. Dua hal itu adalah:

Pertama, argumentasi yang sangat jelas dan tak terbantahkan sebagaimana diberikan oleh bagian pertama buku ini tentang kerentanan dan ketidakadilan sistem uang fiat, yang sepenuhnya berdasarkan kepada riba. Dan, atas dasar itu, buku ini juga menunjukkan bahwa jalan yang kini ditawarkan melalui apa yang dikenal sebagai ekonomi syariah dan perbankan syariah, adalah jalan yang sesat.

Kedua, pengamalan praktis yang ditempuh oleh umat Islam di Indonesia, menunjukkan bahwa ekonomi berbasis dinar emas dan dirham perak dapat sepenuhnya dijalankan melalui muamalat. Jaringan wakala, JAWARA, dan pasar-pasar rakyat terbuka, yang akan terus tumbuh membesar, adalah jalannya.

Selebihnya, yang kita perlukan di sini, sesudah argumentasi dan keteladanan, adalah ketaatan kepada perintah Allah SWT dan ajaran Rasulullah SAW sendiri. Sami'na wa atha'na.

Wallahu 'alam bi sawab.

10 Juni 2010

Wakala Bukan Money Changer

Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia

Tugas al wakil adalah penukar uang kertas menjadi Nuqud nabawi, tetapi Wakala bukan bisnis Money Changer.

dinar, dirham, wakalaKonsep Wakala dipopulerkan pertama kali oleh Wakala Adina, yang dipimpin oleh Ir Zaim Saidi, yang kini mendapat amanah sebagai amir, di Amirat Indonesia, untuk menerbitkan, mengedarkan, dan menjaga kadar dinar dirham, sesuai dengan standarisasi World Islamic Trading Organization (WITO) dan World Islamic Mint (WIM) - yang menghidupkan kembali dinar dirham Khalifah Umar ibn Khattab radhiyallah anhu, dzuriba 20 Hijriah. Tentunya bukanlah suatu kebetulan karena kini dinar dirham diperkenalkan kembali oleh seseorang yang juga bernama Umar, lengkapnya Haji Umar Ibrahim Vadillo - inilah kehendak Allah subhanahu wa ta'ala.

Pada Oktober 2002 Wakala Adina didirikan berkedudukan di Jl.Mampang Prapatan Jakarta, untuk melayani masyarakat yang ingin menukar uang kertas menjadi nuqud nabawi. Sebelumnya di Bandung telah berdiri wakala serupa, tetapi wakala ini tidak efektif operasionalnya, bahkan sempat vakum mengedarkan dinar dirham. Perlahan-lahan jumlah wakala bertambah, hingga di awal 2010, telah mencapai hampir 80 buah.

Wakala berasal dari kata al wakil, yaitu perantara atau orang yang mewakili, istilah ini digunakan dalam perdagangan tak langsung. Istilah ini juga digunakan sebagai wakala (dinar dirham), karena masyarakat diwakili oleh orang ini (al wakil) untuk menebus banknote (catatan bank) menjadi uang sebenarnya - koin emas atau perak, dalam hal ini dinar dirham. Al wakil - dalam tijarah Rasulullah shallallah 'alaihi wassalam halal mengambil upah atas jasanya sesuai kesepakatan (kita menyebutnya sebagai handling atau service fee), dan dia menjadi dzalim bila tidak mengambil upah, sebab ada hak anak istri yang wajib dinafkahi. Wakala Adina, wakala pelopor, karena tetap eksis terus menjadi cikal bakal Wakala Induk Nusantara (WIN), selanjutnya pindah ke Tanah Baru Depok Jawa Barat, pada 2006. Saat itu Wakala Adina mulai menginduki tujuh wakala di bawahnya dan membuat aturan operasional. Dan sesudah resmi menjadi wakala induk sejak tahun 2008, dengan 16 wakala di bawahnya. Kini WIN menginduki sekitar 75 wakala di seantero Indonesia, bahkan beberapa wakala di luar negeri. Dalam perjalanan dakwah fissabilillah ada saja oknum al wakil operator wakala yang nyeleneh dan menyimpang, sehingga mereka keluar kordinasi WIN.

Pembelotan seperti itu tentu merugikan dakwah dan ummat. Karena dinar dirham seharusnya diterbitkan oleh otoritas yang haq - bukan oleh sembarang orang asal punya modal dan bisa mencetak koin. Mereka ngotot memproduksi dan mengedarkan dinar dirham bajakan. Padahal mereka tahu bahwa Allah subhanahu wa ta'ala telah membuat aturan untuk setiap urusan, dan mereka mendustai akal dan hati mereka sendiri. Dengan tidak diambilnya otoritas dinar dirham oleh pemerintah RI, bukan berarti pencetakan dan peredaran nuqud nabawi seakan-akan berada di alam liar tanpa aturan. Ikutilah yang Haq maka kalian akan selamat, dan Allah beserta Rasul-Nya mengutuk para pembelot - sedangkan mereka menuruti prasangkanya sendiri. (Baca: Otoritas Dinar Dirham untuk Kemaslahatan).

Fungsi dan Peran Wakala
Fungsi Pertama, wakala sebagai pusat informasi nuqud nabawi, dan operator penukaran uang kertas menjadi dinar dirham atau sebaliknya (buy back). Mekanisme ini perlu ada karena dalam masa transisi, ummat masih memerlukan uang kertas untuk transaksi sehari-hari. Dari sudut pandang negatif ini mengakibatkan orang kadang kala memandang wakala seperti money changer. Sebab, memang, yang terjadi justru ummat yang membeli dinar atau dirham sekedar untuk investasi, dan segera menukarkan kembali nuqud tersebut menjadi uang kertas.

Fungsi Kedua, wakala sebagai ujung tombak dakwah untuk menegakkan rukun zakat mal yang runtuh dan menerapkan muamalah syar'i. Al wakil yang aktif mempelopori penggunaan dinar dirham di masyarakatnya, misalnya: melalui zakat, shadaqoh dan infaq. Mempopulerkan muamalah dengan dinar dirham, misalnya: jual beli barang dan jasa, mahar, utang piutang, qiradh, syirkah dan sebagainya. Apabila mampu, al wakil menjadi muhtasib dengan membuka pasar di daerahnya.

Fungsi Ketiga, wakala boleh menerima tabungan dari masyarakat di daerahnya, selama disimpan dengan benar dan amanah, serta tidak dipinjamkan kepada pihak ketiga. Wakala hanya diizinkan sebagai perwakilan dari sipemilik nuqud untuk membayar suatu transaksi kepada pihak ketiga asalkan disetujui oleh sipemilik nuqud tadi, baik itu secara lokal, lintas wilayah maupun antar negara. Tentunya kedua belah pihak, yaitu al wakil dan sipemilik nuqud telah mengetahui proses dan resikonya dalam transfer ini.

Pelatihan dan Kerjasama Antarwakala
Sebagai ujung tombak dakwah, al wakil wajib dibekali dengan ilmu dan keterampilan khusus melalui pelatihan, misalnya pelatihan menimbang (wazan dan qadar), juga pelatihan numismatik (ilmu mata uang) seperti: mengenal ciri-ciri uang kertas dan koin asli dengan yang palsu, mengetahui tanda koin (mint mark) siapa yang menerbitkannya - standar WITO atau bajakan? Lalu mengenal gejolak peredaran uang dan sebagainya. Untuk mendapatkan ilmu, al wakil harus aktif membaca buku-buku terkait, maupun informasi yang diperlukan, misalnya yang terbaik saat ini adalah melalui situs resmi WIN. Bisa juga, tentu saja, dengan bertanya langsung kepada ahlinya.

Insya Allah dalam waktu dekat, wakala se-Jabodetabek akan mengadakan arisan wakala yang berfungsi sebagai sarana silahturahmi sesama al wakil, agar terjalin kerjasama yang lebih erat di masa mendatang. Semoga Allah subhanahu wa ta'ala menolong kita. Amien.

Pembagian Zakat BMN Mei 2010

wakala, dinar, dirham
Di bulan Mei 2010 Amirat Indonesia kembali membagikan zakat mal melalui Baitul Mal Nusantara. Kali ini 111 Dirham dan 0.5 Dinar.

"Tariklah zakat dari kekayaan mereka untuk membersihkan dan mensucikan mereka dengannya. Dan berdoalah untuk mereka, sungguh do'amu mendatangkan ketentraman bagi mereka. Allah Maha mendengar, Maha mengetahui" (QS At Taubah 103).

Ketaatan umat Islam di Indonesia dalam membayarkan zakat malnya semakin meningkat. Ini dapat dipantau dari perolehan zakat lembaga-lembaga derma yang banyak aktif saat ini. Namun, banyak yang belum memahami, bahwa selama ini ada kesalahan mendasar dalam tata laksana penarikan dan pembagian zakat, hingga belum sesuai dengan rukun sahnya zakat.

Sekurangnya ada dua rukun zakat yang telah roboh sekrang ini, yaitu (1) zakat harus ditarik, dikumpulkan dan dibagikan oleh Amir-amir atau orang yang ditunjuknya (baca: Rukun dan Tata Cara Penarikan Zakat), dan (2) untuk zakat mal harus diwujudkan dalam bentuk nuqud atau koin Dirham perak atau Dinar emas (baca: Bayarkan Zakat hanya dalam Dinar Dirham). Nisabnya adalah 20 Dinar atau 200 Dirham dengan kewajiban 2.5% atau 0.5 Dinar atau 5 Dirham, masing-masing dengan haul (masa simpan) 1 tahun.

Untuk menegakkan kembali rukun zakat itulah Amirat Indonesia, melalui Baitul Mal Nusantara (BMN), kembali melakukan penarikan dan pembagian zakat mal. Pada bulan Mei 2010 BMN membagikan sisa dana zakat dari periode sebelumnya ditambah zakat yang dititipkan oleh Yayasan Domet Duafa Republika (100 Dirham). Pembagian dilakukan terbanyak di lingkungan Tanah Baru, menjelang dan bersamaan dengan Festival Hari Pasaran, 29-30 Mei 2010.

Total uang zakat yang dibagikan adalah 111 Dirham dan 0.5 Dinar emas, 100 Dirham untuk para fakir dan miskin, 7 Dirham untuk dua orang gharimin, 0.5 Dinar untuk sebuah keluarga perantau (ibnu sabil), serta 4 Dirham untuk dua orang petugas pembagi zakat. Jadi, saat ini di BMN masih ada saldo zakat sebesar 192 Dirham dan 0.5 Dinar. Sisa uang zakat ini akan segera dibagikan di wilayah Depok lain, terutama bersamaan dengan hari pasarana berikut, sekitar pekan ke 2 dan pekan, Juni 2010.

Semoga Allah SWT membersihkan harta para muzakinya, dan memberkahi para mustahiknya. Amin.