Kami juga melayani penjualan dan pembelian Logam Mulia dengan berat minimal 25 gr

30 Agustus 2010

Zakat Fitrah Dirupiahkan Jangan

Zaim Saidi - Direktur Wakala Induk Nusantara
Penyempurna puasa Ramadhan adalah zakat fitrah makanan pokok. Merupiahkan zakat fitrah menghilangkan pengetahuan dasar muamalat.

Dari segi ketaatan dalam membayar zakat fitrah kaum Muslim, sejak zaman dulu hingga kini, agaknya tidak pernah ada masalah. Berbeda halnya dengan zakat mal, yang diwajibkan pada harta uang (dinar dan dirham), hewan peternakan, serta hasil pertanian dan perkebunan tertentu, yang sejak sepeninggal Rasulullah SAW, telah banyak yang membangkang. Boleh dikatakan, bagi umat Islam di Indonesia, membayarkan zakat fitrah bahkan dirasakan sebagai bagian kegembiraan mengakhiri Ramadhan dan menyambut idul fitri.

Sampai beberapa tahun lalu masyarakat muslim di Indonesia membayarkan zakat fitrah dengan beras, karena makanan pokok kita umumnya adalah beras, kecuali di daerah tertentu seperti Madura atau sebagian Indonesia Timur, yang makanan pokoknya jagung atau sagu. Di sana zakat fitrahnya mengikuti makanan pokoknya, jagung atau sagu. Tetapi, entah siapa yang memulai, dan kapan terjadinya, semakin kebelakang, semakin banyak orang membayarkan zakat fitrah tidak dengan makanan, melainkan diganti dengan uang (rupiah).

Saat ini, misalnya, banyak panitia penerima zakat fitrah menyetarakan kewajiban berzakat fitrah dengan uang senilai Rp 20-Rp 25 ribu/kepala. Ini merupakan penyimpangan dari ketentuan fikih. Karena itu, tulisan ini ingin mengingatkan agar umat Islam kembali mentaati ketetapan tentang zakat fitrah: dibayarkan hanya dengan makanan, sesuai dengan yang dikonsumsi masyarakat setempat.

Dari Imam Malik sampai Syekh Al Banjari

Dalam Kitab Al Muwatta, Imam Malik, meriwayatkan:

Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik dari Zaid bin Aslam dari Iyadl bin Abdullah bin Sa'd bin Abu Sarh Al 'Amiri, Bahwasanya ia mendengar Abu Sa'id al Khudri berkata, "Kami mengeluarkan zakat fitrah satu sa' barley [sejenis gandum], atau satu sa' gandum, atau satu sa' kurma, atau satu sa' keju, atau satu sa' kismis. Itu berdasarkan ukuran sa' nabi sallallahu 'alayhi wasallam."

Dari riwayat ini, dan yang menjadi amal umat Islam dari zaman dahulu, jelas bahwa zakat fitrah hanya dikenakan pada makanan, sesuai kondisi setempat. Di Madinah, atau di Hijaz umumnya, barley dan gandum, yang merupakan golongan tepung-tepungan dan biji-bijian, adalah makanan utama; selain itu kurma dan kismis, dua jenis makanan golongan buah-buahan kering; lalu keju, sebagai bentuk pembayar zakat fitrah lain, dari golongan produk susu.

Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, ulama kita di abad 18, artinya hidup 1100 tahun sesudah Imam Malik, dalam kitab fikih Sabil al-Muhtadin, sebuah kitab fikih yang luas dipakai di Nusantara, Thailand, bahkan sampai Kamboja, menyebutkan benda yang dikenai kewajiban zakat fitrah ini dengan istilah qut artinya "makanan yang mengenyangkan", jadi tidak sepenuhnya hanya "makanan pokok", sebagaimana yang kita kenal sekarang. Syekh Al Banjari menyebutkan, "Dan wajib keadaan fitrah itu daripada jenis qut [makanan yang mengenyangkan] yang ghalib [lazim] pada tempat yang difitrahi ia."

Jadi, zakat fitrah tidak ada urusannya sama sekali dengan harta uang, baik itu dinar emas, dirham perak, ataupun uang kertas, yang lazim kita kenal sekarang. Baik di zaman Imam Malik maupun zaman Syekh Al Banjari. Maka, sangat jelas bahwa membayarkan zakat fitrah dengan uang kertas, merupakan sebuah absurditas, karena kita melaksanakan sesuatu yang tidak ada relevansinya sama sekali dengan yang ditetapkan. Ini merupakan penyimpangan yang sangat fatal.

Sementara pihak memberikan alasan yang tampaknya dibuat-buat untuk membenarkan pembayaran zakat fitrah dengan uang, semisal kepraktisan, apalagi membawa-bawa kepentingan si mustahik, semisal "biar ada keleluasaan dalam menggunakannya, karena kebutuhannya kan tidak selalu berupa beras." Tetapi, persoalan kita adalah, dalam urusan ibadah semacam ini, apa yang hendak kita lakukan: mentaati perintah Allah SWT dan Rasul-nya SAW, dengan menjalankan perintah dan contoh amal yang telah ada, ataukah mengikuti kemauan dari nafs kita sendiri, dengan alasan apa pun?


Hilangnya Pengetahuan dan Amal Muamalat

Tanpa kita sadari, sikap menggampangkan sebuah ketetapan syariat seperti halnya dalam soal zakat fitrah ini, membuat kita semakin jauh meninggalkan Islam sebagaimana diajarkan oleh Rasul SAW. Praktek menguangkan zakat fitrah ini membawa implikasi luas, bukan sekadar penyimpangan hukum saja, tetapi dalam kehidupan sosial politik umat Islam secara mendasar. Mulailah dari yang sederhana. Ketika zakat fitrah dirupiahkan umat Islam kehilangan satu pengetahuan mendasar dalam muamalat yakni soal takaran (dan timbangan). Berapa banyak di antara Muslim saat ini yang mengetahui makna 1 sa' itu?

Satu sa', yang oleh Nabi SAW, disebut sebagai 'takaran Madinah', adalah 4 mudd. Satu mudd adalah setangkup dua tangan orang dewasa. Di Nusantara dulu 1 sa' disebut sebagai 1 gantang. Kalau disetarakan dengan takaran modern, yakni liter, 1 sa' setara sekitar 2.035 liter. Ada juga yang menyetarakan sampai sekitar 2.5 liter.

Hilangnya pengetahuan tentang takaran, dan sudah pasti diikuti dengan hilangnya pengetahuan tentang timbangan, yang oleh Rasul SAW disebutkan sebaga 'timbangan Mekah', memberikan implikasi lanjutan yang sangat serius. Umat Islam kehilangan pengetahuan mendasar tentang 'nilai' dan cara mengevaluasi atau mengukur nilai, yang hanya diajarkan melalui dua cara tadi, yaitu�: 'ditakar dengan takaran Madinah' atau 'ditimbang dengan timbangan Mekah.'

Berapa banyak Muslim yang masih mengerti makna mengukur nilai dengan 'takaran Madinah dan timbangan Mekah' ini? Dan bahwa, dari ketentuan ini, kita akan sampai pada pengetahuan bahwa nilai, bila dipertukarkan kita sebut sebagai harga, haruslah diukur hanya dengan (dinar) emas dan (dirham) perak, yakni unit yang dimaksud dengan 'timbangan Mekah'?

Dari pengetahuan dasar ini masyarakat akan sampai pada pengetahuan bahwa uang, sebagai alat tukar, haruslah memiliki nilai intrinsik, agar keadilan pertukaran (perdagangan) dapat dicapai. Dan dari sini umat Islam akan tahu bahwa nilai nominal (pada uang kertas) adalah fantasi, yang jadi alat mengelabui, semata Dan, lebih jauh lagi, dengan pengetahuan ini semua umat Islam akan kembali mengerti yang dimaksud dengan riba secara benar.

Secara fitrah pengetahuan datang, bertahan, dan diwariskan melalui amal. Karena itu, ketika amalnya dihentikan, pengetahuan itu pun ikut hilang. Karena itu, sekali lagi, dalam hal zakat fitrah, marilah kita kembalikan amalnya seperti semula, agar pengetahun yang telah hilang ini kembali. Meskipun, atau justru karena itulah, ada pihak-pihak tertentu yang menghendaki hilangnya amal dan pengetahuan ini.

18 Agustus 2010

Kelantan, Negeri Dinar dan Dirham

Kelantan, Malaysia, 18 Agustus 2010

Slogan "Kelantan the Land of Dinar and Dirham" terpampang di seantero negeri. Babak baru Dinar Dirham telah dimulai.



Siang itu, Selasa 1 Ramadhan 1431 H atau 11 Agustus 2010 , sebagian tamu undangan tampak mulai berdatangan di bandara Kota Baharu, Kelantan, untuk menghadiri acara peluncuran Dinar dan Dirham Kelantan, esok harinya, 2 Ramadhan 1431 H. Di bandara tampak sejumlah laki-laki mengenakan kaos hitam dengan gambar koin Dinar dan Dirham, di bagian dadanya, dengan tulisan "Kelantan the Land of Dinar Dirham: Mata Wang Syariah." Siapakah mereka, anggota panitia penyelenggara kah?

Bagitu keluar dari bandara, sesampai di halaman luar, tahulah kita, mereka yang berkaos hitam bergambar Dinar dan Dirham itu, ternyata adalah para pengemudi taksi. Di bagian kaca depan taksi-taksi mereka tertempel stiker lain, menggambarkan tiga buah koin dengan warna-warna perak, emas, dan tembaga, dengan tulisan "We Accept Dinar Dirham." Itulah stiker WIM (World Islamic Mint) yang menunjukkan bahwa ongkos taksi tersebut dapat dibayar dengan Dinar atau Dirham!

Sepeninggal areal bandara, menuju pusat kota, barisan banner penanda peluncuran Dinar dan Dirham, terpampang di sepanjang jalan. Pemerintah Negeri Kelantan juga memasang billboard raksasa sebanyak sekurangnya 30 buah, di setiap perbatasan distrik kota. Peristiwa ini, bagi warga Kelantan khususnya, memang telah lama dinanti-nantikan. Sejak empat tahun lalu, 2006, Pemerintah Kelantan sebenarnya telah mulai menerbitkan Dinar - tanpa Dirham - tetapi masih dalam sekala kecil, dan tidak secara resmi.

Kini, situasinya berbeda, Pemerintah Kelantan secara khusus mendirikan institusi resmi untuk menerapkan Dinar Dirham ini, yaitu Kelantan Golden Trade (KGT) Sdn. Bhd.. Sebagai CEO KGT telah diangkat Profesor Umar Ibrahim Vadillo, yang dikenal sebagai "Bapak Dinar Dirham" itu, didampingi oleh Nik Mahani, yang semula dikenal sebagai salah satu arsitek perbankan Islam di Malaysia, yang kini sepenuhnya hijrah, sesudah menyadari kekeliruan perbankan syariah. "Saya bertaubat, dan mohon ampunan dari Allah SWT atas segala langkah keliru saya di masa lalu," ujar Nik Mahani, suatu kali.

Di hadapan sekitar 400 undangan yang datang dari berbagai negara, Nik Muhammad Aziz, Menteri Besar Kelantan, didampingi oleh Menteri Keuangan Kelantan, Datuk Hosam Musa, meresmikan peluncuran Dinar Dirham Kelantan. Peresmian mata uang syariah ini ditandai dengan beberapa contoh penerapan Dinar dan Dirham. Ada pembayaran zakat, ada transaksi jual beli, ada pula pembayaran gaji (mulai saat itu 25% gaji pegawai negeri Kelantan akan dibayarkan dalam Dinar emas) - semuanya dengan Dinar dan Dirham. Saat itu juga diserahkan piagam dan stiker WIM kepada sejumlah orang, mewakili 1000 pedagang yang telah mengawali penerimaan Dinar dan Dirham di Kota Baharu.

Tamu-tamu undangan dari luar negeri yang tampak hadir, antara lain, adalah Ketua WIM, Abu Bakr Rieger, Direktur e-Dinar, Habib Dehinden, Direktur Masjid Granada Abdulhasib Castiniera, dan Datu Bendahara (Perdana Menteri) Kesultanan Sulu, Datu Albi Ahmad Julkarnain. Dari Indonesia hadir juga Direktur WIN, Bpk Zaim Saidi, bersama Wakil Direktur WIN, Bpk Abdarrahman Rachadi. Masing-masing, secara ringkas, memberikan sambutan atas peristiwa bersejarah ini. Hadir juga tamu dari Banglades, Pakistan, Singapura, dan Kazakhstan.

Kehadiran Dinar Dirham Kelantan ini telah membawa babak baru peredaran mata uang syariah ini, menuju berlakunya Dinar dan Dirham sebagai mata uang internasional. Tidak berapa lama lagi langkah Kesultanan Kelantan tampaknya akan diiuktioleh beberapa negara
bagian lain di Malaysia, seperti Kedah dan Selangor. Di Indonesia resonansinya telah sampai ke Pemda NAD Aceh, yang telah menyatakan niatnya untuk mencetak Dinar dan Dirham Aceh.

12 Agustus 2010

Peresmian Dinar Dirham Kesultanan Kelantan

Kelantan, Malaysia, 12 Agustus 2010

Hari ini, 12 Agustus 2010, Kesultanan Kelantan meresmikan Dinar Emas dan Dirham Perak sebagai mata uang resmi negara

SAKSIKAN ACARA PERESMIAN PENGGUNAAN MATA UANG SYARIAH (DINAR & DIRHAM) SECARA ONLINE (STREAMING) PADA 12 AGUSTUS 2010. @ KELANTAN. -



Website resmi : http:www.dinarkel.com

Saksikan media streaming nya disini mms:\\stream.upm.edu.my\dinar

Semoga ini akan menjadi jawaban awal atas keraguan bahwa Dinar Dirham dan Fulus bisa menjadi mata uang yang benar-benar sesuai syariah dan cukup untuk transaksi diseluruh dunia, solusi untuk permasalahan RIBA kronis ditengah-tengah kehidupan kita saat ini, semoga ini akan membuka mata hati kita semua dibulan Ramadhan yang penuh rahmah dan hidayah ini.

11 Agustus 2010

Maklumat 1 ramadhan 1431

AMIRAT INDONESIA


Jakarta, 1 Ramadhan 1431 H

Maklumat

Atiullah wa atiurrasul wa ulil amri minkum. (Q.S An Nisa 59) (Taatilah Allah dan taatilah Rasul serta para pemegang otoritas di
antaramu)

Bismillahirrohmanirrohim,

Tugas dan kewajiban seorang Amir, menurut Imam Qurtubi, berdasar
tafsir atas ayat dalam Surat An Nisa 59 di atas, adalah:
1. Menetapkan dan mengotorisasi dua salat Id (dimulai dengan
menetapkan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Zul Hijjah) dan salat Jum’at
2. Menerbitkan dan mengedarkan dinar dan dirham
3. Menjamin dan menjaga kebenaran takaran, ukuran, dan timbangan di pasar
4. Menunjuk petugas zakat, menarik, dan mendistribusikannya menurut
ketentuan yang ada
5. Menyiapkan dan memimpin jihad pada saat diperlukan, dan bila berhasil, mengumpulkan dan membagikan harta pampasan (ghanimah)

Dengan ini saya memberitahukan bahwa pada saat ini saya, selaku Amir Indonesia, belum memiliki seorang petugas ru’yah yang dapat dipercaya yang secara resmi menjadi petugas yang saya tunjuk, sebagai dasar penetapan awal bulan baru.

Karena itu, dasar yang saya gunakan dalam menetapkan awal Ramadhan
1431 H adalah laporan dari orang-orang yang telah melihat hilal, yang disampaikan pada sidang istbat di Kantor Kementerian Agama. Melalui laporan media massa saya juga menyaksikan orang yang telah disumpah yang juga menyatakan melihat hilal di Cilincing. Saya juga telah menerima laporan dari Bpk Sufyan al Jawi, sekitar jam 18.30, yang menyatakan juga telah melihat hilal di Cilincing.

Dengan demikian pada kesempatan ini, saya memaklumatkan bahwa 1 Ramadhan 1431 H, untuk wilayah Indonesia, telah tiba, bertepatan dengan 11 Agustus 2010.

Demikian pengumuman ini disampaikan kepada khalayak agar dimaklumi.
Mohon maaf lahir dan batin.


Zaim Saidi
Amir Indonesia

10 Agustus 2010

Marhaban Ya Ramadhan




Saatnya istirahat dalam "perjalanan dunia"
Saatnya membersihkan jiwa yang berjelaga,
Saatnya menikmati indahnya kemurahanNya
Saatnya memahami makna pensucian diri
Keluarga besar wakala rashanah mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa. MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN

5 Agustus 2010

Antisipasi Redenominasi Rupiah

Zaim Saidi - Direktur Wakala Induk Nusantara
Untuk mengantisipasi redenominasi rupiah oleh Bank Indonesia masyarakat harus mulai mengalihkan hartanya ke dinar emas dan dirham perak.

Beberapa hari ini masyarakat menghebohkan rencana Bank Indonesia (BI) untuk meredenominasi rupiah. Pada 18 Mei 2010 lalu rencana ini sebenarnya sudah terbuka kepada publik saat dimulai Penjualan SUN (Surat Utang Negara) Denominasi Rupiah di Bursa Efek Indonesia (BEI). Tapi, hingar bingar Piala Dunia menenggelamkannya. Yang terasa mengagetkan publik adalah respon Menteri Keuangan, Bpk Agus Martowardoyo, yang menyatakan tidak tahu-menahu rencana BI tersebut. Ada apa ini?

Pelaksanaannya sendiri, tentu saja, menunggu dana hasil penjualan SUN ini. Kenyataan bahwa sumber biaya redenominasi rupiah tersebut adalah hasil utang ini yang seharusnya justru jauh lebih mengejutkan ketimbang reaksi Menteri Keuangan di atas. Sebab, secara politik, BI memang bukan bagian dari Republik Indonesia, dan Gubernur BI (yang beberapa bulan lalu juga kosong) bukan bagian dari Kabinet RI lagi.

Wakil Presiden RI, Bpk Boediono, yang merupakan mantan Gubernur BI terakhir, pun cuma menegaskan: "Bahwa itu adalah kewenangan Bank Indonesia!" Tentu saja. Bukankah BI adalah bagian dari International Monetary Fund (IMF)? Apa yang bisa dibuat oleh Republik Indonesia?

Memahami Redenominasi
Bagi masyarakat pun tidak terlalu penting soal silang sengketa itu, tetapi akibat dari proyek redenominasi itulah yang perlu dimengerti dan diantisipasi. Sebab, masyarakat yang menerima akibatnya, maka masyarakat perlu memahami tindakan yang bisa diambilnya untuk menyelamatkan harta bendanya. Kalau redenominasi itu dilaksanakan, atau selama masa rencana ini, apa yang bisa dilakukan?

Redenominasi merupakan tindakan rekalibrasi mata uang. Langkah ini dilakukan karena dua alasan (1) inflasi atau (2) devaluasi. Atau, bukan karena keduanya, melainkan dengan alasan geopolitik tertentu. Ini terjadi, misalnya, ketika berbagai negara di Eropa bersepakat untuk memiliki mata uang regional euro, yang mengharuskan tiap negara pesertanya merekalibrasi mata uang nasional masing-masing. Bila karena inflasi ada dua variasi, yaitu hiperinflasi atau inflasi sangat tinggi dalam tempo singkat, atau inflasi kronis, yaitu inflasi yang terus-menerus terjadi dalam waktu panjang.

Secara teknis redenominasi mata uang nasional adalah rekalibrasi mata uang suatu negara dengan cara mengganti currency unit mata uang lama (yang berlaku) dengan mata uang yang baru, yang dipakai sebagai 1 unit mata uang. Bedanya dengan devaluasi adalah pada yang terakhir ini unit rekalibrasinya adalah mata uang asing, umumnya dolar AS. Kalau inflasinya sangat besar, maka rasioanya juga akan besar, bisa kelipatan 10, 100, 1000, atau lebih besar lagi. Dalam hal ini, proses itu lalu disederhanakan, dan disebut sebagai "penghilangan angka nol".

Nasib Rupiah
Sepanjang umurnya yang 65 tahunan rupiah sudah mengalami berkali-kali rekalibrasi. Yang dicatat dalam buku sejarah di sekolah adalah saat rezim Orde Lama pada 31 Desember 1965, memangkas nilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Istilah yang populer untuk peristiwa ini adalah sanering. Penyebabnya adalah hiperinflasi. Sesudah Orde Lama jatuh, selama kurun pemerintah Orde Baru, rupiah juga mengalami berkali-kali rekalibrasi, dengan istilah berbeda, yakni devaluasi.

Atas desakan IMF dan Bank Dunia rupiah didevaluasi pada Maret 1983, sebesar 55%, dari Rp 415 per dolar AS menjadi lebih dari Rp 600 per dolar AS. Rupiah, kembali atas tekanan IMF dan Bank Dunia, didevaluasi lagi pada September 1986, sebesar 45%, menjadi sekitar Rp 900 per dolar AS. Dari waktu ke waktu nilai tukar rupiah lalu terus mengalami depresiasi sampai mencapai angka sekitar Rp 2.200 per dolar AS sebelum 'Krismon' 1997. Nilai rupiah kemudian 'terjun bebas' pertengahan 1997, dan sejak itu terus terombang-ambing - lagi-lagi atas kemauan IMF dan Bank Dunia - dalam sistem kurs mengambang (floating rate), dengan titik terendah yang pernah dicapai sebesar Rp 15.000 per dolar AS, di awal 1998, dan saat ini stabil di sekitar Rp 9.200 per dolar AS.

Jadi, munculnya gagasan untuk rekalibrasi rupiah kali ini, dengan cara redenominasi melalui penghilangan tiga angka nol-nya, yakni mata uang Rp 1.000 menjadi Rp 1, penyebabnya tiada lain adalah inflasi kronis. Tetapi bagi masyarakat umum apakah ada perbedaan implikasinya antara sanering, devaluasi, dan redenominasi?

Secara substansial, tentu saja, tidak ada bedanya. Ketiganya hanya bermakna bahwa mata uang rupiah kita semakin kehilangan daya belinya. Arti kongkritnya adalah masyarakat yang memegang rupiah semakin hari semakin miskin. Penghilangan angka nol dilakukan karena dua alasan. Pertama, alasan teknis, kerepotan dalam berbagai aspek pengelolaan mata uang dengan angka nominal besar. Kedua, alasan psikologis atau tepatnya psikis, karena pada titik tertentu masyarakat tidak akan bisa manerima harga dengan nominal yang sangat besar.

Penyakit inflasi (akut atau kronis) atau tepatnya penurunan daya beli mata uang kertas (depresiasi) bukan cuma diderita oleh rupiah. Semua mata uang kertas mengalaminya. Dolar AS telah kehilangan daya belinya lebih dari 95% dalam kurun 40 tahun. Euro, hasil rekalibrasi geopolitis, yang konon merupakan mata uang terkuat saat ini, dalam sepuluh tahun terakhir, kehilangan sekitar 70% daya belinya. Rupiah? Lebih dari 99,9% daya belinya telah lenyap dalam 65 tahun ini. Maka, fungsi rekalibrasi sebenarnya hanyalah untuk menutupi cacat bawaan uang kertas ini. Hingga publik tidak merasakan bahwa dalam kurun 65 tahun Indonesia merdeka, kita telah dipermiskin sebanyak 175 ribu kali! Rekalibrasi mata uang kertas adalah senjata utama para bankir untuk mengelabui masyarakat atas kenyataan ini. Dalam kurun sepuluh tahun terakhir ini saja belasan mata uang berbagai negara direkalibrasi: Turki, Siprus, Slovakia, Romania, Ghana, Azerbeijan, Slovenia, Turkmenistan, Mozambique, Venezuela, dll. Yang paling spektakuler, tentu saja, adalah dolar Zimbabwe, yang dalam kurun lima tahun terakhir mengalami tiga kali (2006, 2008, dan 2009) redenominasi, dengan menghapus total 25 angka nol pada unit mata uangnya!

Pilihan Masyarakat: Dinar emas dan Dirham Perak
Lalu adakah pilihan bagi masyarakat? Tentu saja ada. Yakni pilihlah alat tukar yang tidak bisa disanering, didevaluasi atau diredenominasi, artinya tidak dapat dimanipulasi oleh siapa pun, bukan cuma oleh bank sentral atau IMF, yakni alat tukar yang memiliki nilai intrinsik. Pilihan terbaik untuk itu adalah dinar emas atau dirham perak, yang kini mulai beredar luas di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Kesultanan Kelantan, Malaysia, secara resmi akan me-launch dinar emas dan dirham peraknya pada 2 Ramadhan 1431 H (12 Agustus) ini. Ditargetkan pada Januari 2011 dinar emas dan dirham perak, termasuk yang beredar di Indonesia (www.wakalanusantara.com), akan mulai berlaku sebagai alat tukar internasional, dengan kurs tunggal. Jadi, inilah saat yang tepat bagi masyarakat untuk mengalihkan uang kertasnya menjadi dinar emas dan dirham perak. Alat tukar yang bebas inflasi, dan mustahil diredenominasi!

Catatan: tulisan ini telah dimuat di Harian Republika, 5 Agustus 2010, hal. 4, tetapi bagian terakhir yang sangat penting tidak disertakan.

3 Agustus 2010

Menabung Haji Dengan Dinar

ONH 2010 sudah diumumkan pemerintah. Subhanallah dalam dinar ONH terus menurun.

1970 = Rp 182.000.
1988 = Rp 4.780.000
1998 = Rp 8.805.000
1999 = Rp 21.500.000

~~~~

2008 = Rp 32.400.000.
2009-2010 = +/- Rp 34.000.000

ONH dalam Dinar :

1997 (sebelum krisis) : 97 Dinar
2000 = 70 Dinar
2003 = 50 Dinar
2007 = 30 Dinar
2010 = 22 Dinar


Mau naik haji atau umroh ? tabunglah dalam dinar.


Wassalamualaikum,

Mastour Travel

Biro Perjalanan Umroh dan Haji Khusus

Jl. Pinang Raya No. 32, Taman Yasmin, Bogor

Tel : 0251.7531374, 9586338

e-mail : mastourbogor@ymail.com

2 Agustus 2010

Zona Wisata Dirham Cilincing

Dengan tema Kembalinya Dinar dan Dirham untuk Kejayaan Umat masyarakat CIlincing mencanangkan Zona Wisata Dinar Dirham. Mulai 17 Ramadhan.

Sesudah berjalan beberapa bulan sebagai "Kampung Jawara", kini masyarakat di sana bertekad untuk membangun Zona Wisata Dirham 300 Kedai yang melibatkan 300 orang pedagang di sepanjang Jl Sungai Landak dan Kampung Nelayan Cilincing. Kedai ini menjual berbagai produk.

"Insya Allah akan kami wujudkan dalam waktu dekat ini, zona sejauh 1.2 km," ujar Pak Sufyan al Jawi, penggerak masyarakat CIlincing. Zona ini akan dimulai tanggal 17 Ramadhan 1431 H bertepatan dengan 27 Agustus 2010. Zona Wisata Dirham akan bukan pagi sampai malam.

"Proyek akhirat ini sungguh berat bagi kami. Karena kali ini kami sadar, bahwa berbekal keyakinan saja itu adalah tulul 'amal - panjang angan-angan! Karena bagaimana pun proyek akhirat ini memerlukan pembiayaan yang cukup besar, bila diukur dari kemampuan keuangan wakala al Faqi," tambah Pak Sufyan.

Karena itu melalui artikel ini kami mengundang kaum muslimin untuk bersedekah atau mewaqafkan sebagian kecil hartanya untuk membiayai proyek tersebut. Kebutuhan pembiayaannya adalah sbb:

  • Pembuatan 6 buah spanduk ukuran 5 x 1 meter;
  • Brosur maklumat 1 rim;
  • Brosur petunjuk penggunaan Dinar Dirham 1 rim;
  • Biaya sewa tenda dan sound sistem.

Sumbangan dapat dikirimkan langsung ke Baitul Mal Nusantara Cilincing atau melalui Rekening Baitul Mal Nusantara:

Transfer ke Rek Bank Syari'ah Mandiri 067.008.4439, Capem Margonda
Depok, a.n Amal Nusantara.
atau langsung diserahkan ke:
Baitul Mal Nusantara (BMN)
Jl. M Ali no 2 Rt 003/Rw 04. Kel Tanah Baru - Kota Depok 16426.
Telp. 7756071-7752699/email: abdarrahman@bmnusantara.org.