Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia
Dinar dirham adalah Hakim Muamalat, Otoritas adalah penjaganya. Tanpa otoritas, orang-orang akan mencetak dinar dirham tanpa aturan dan tanggung jawab, serta menimbulkan kezaliman.
Abu Hurairah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa yang taat kepadaku maka sungguh ia taat kepada Allah, dan barang siapa yang mengingkari aku maka sungguh ia telah ingkar kepada Allah. Barang siapa mentaati Amirku maka ia telah taat kepadaku. Siapa yang mengingkari Amirku, maka sungguh ia telah ingkar kepadaku." (HR. Bukhari Muslim)
Saat ini perkembangan dakwah untuk mengembalikan rukun zakat dan muamalat di Indonesia mulai semarak. Antusiasme masyarakat terhadap nuqud nabawi dinar dirham cukup tinggi. Namun kepopuleran dinar dirham mulai dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan dalam ambisi pribadi dan kelompok tanpa mengindahkan kaidah yang syar'i. Mereka berkilah bahwa siapa saja boleh mencetak dan mengedarkan dinar dirham demi syi'ar dakwah, yang penting standarnya sama. Halalkah tindakan mereka ini? Ternyata haram!
Tindakan mereka justru merugikan dakwah dan menimbulkan kezaliman baru yang fatal. Karena masyarakat menjadi bingung dan akhirnya akan menimbulkan persengketaan, sebab boleh jadi tidak ada lagi yang mampu menjaga qadar dan wazan dinar dirham, karena banyaknya pihak yang menerbitkan koin-koin tanpa otoritas yang haq. Kilauan emas dan perak tanpa kontrol yang haq justru akan mengorbankan orang banyak, sebab nantinya para pemalsu koin akan leluasa membajak dinar dirham.
Sejarah mencatat Rasulullah SAW pada tahun 2 Hijriah telah menetapkan takaran dan timbangan, serta menetapkan standar dinar dirham sebagai nuqud nabawi. Meskipun beliau belum sempat mencetak koin sendiri, begitu pula ketika Abu Bakar RA menjadi Khalifah, belum ada koin sendiri. Tapi bukan berarti masyarakat bebas menetapkan qadar dan wazan dinar dirham secara serampangan. Padahal kala itu belbagai jenis koin dinar dirham banyak beredar di Madinah. Mereka harus mentaati aturan baku yang telah ditetapkan, kadang kala koin yang kelebihan bobot harus dipotong dengan golok agar wazan-nya tepat, karena Rasulullah SAW sendiri telah mengancam dengan lafadz hadits di atas.
Begitu pentingnya nuqud nabawi untuk kemaslahatan umat, maka ketika Khalifah Umar ibn Khattab RA menawan beberapa orang musuh dari Persia yang ahli dalam cetak koin (mint master), beliau langsung memerintahkan mereka untuk mencetak dirham Islam pertama pada tahun 20 Hijriah. Karena perlakuan khalifah yang santun kepada tawanan ini, para mint master akhirnya menjadi muslim. Dari hasil karya merekalah umat Islam dari generasi ke generasi mendapatkan standar baku koin dinar dirham sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.
Ada hal menarik di sini. Kenapa Umar ibn Khattab RA mendahulukan mencetak nuqud nabawi daripada membukukan al Qur'an? Sebab al Qur'an telah dijamin oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala, dan kaum muslimin menjaganya dengan hafalan mereka, sedangkan dinar dirham harus dijamin qadar dan wazannya oleh pemegang otoritas, seperti: Khalifah, Sulthan dan Amir.
Dalam al Muqaddimah (hal.323), Ibnu Khaldun menjelaskan pentingnya mencetak koin, dan itu termasuk tugas Khalifah. Beliau berkata: "Itu (mencetak koin) termasuk tugas utama Sulthan, karena dengan itu orang-orang bisa membedakan yang murni dan yang campuran pada uang." Karena apabila masyarakat boleh mencetak uang, niscaya akan menimbulkan kekacauan dan kezaliman, meskipun uang tersebut dicetak dengan emas murni. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa siapa saja yang mencetak dinar dirham tanpa otoritas adalah ingkar terhadap seorang Amir (pemimpin), yang berarti pula ingkar terhadap Allah dan RasulNya.
Standarisasi WITO dan WIM
Dalam konteks hari ini, ketika tidak ada lagi khalifah dan sulthan yang menggigit Sunnah, maka pada 1992 dibentuklah badan pengawas yang mengatur penerbitan dan transaksi dinar dirham secara internasional, yaitu World Islamic Trading Organization (WITO) dan - belakangan - World Islamic Mint (WIM) oleh Prof. Umar Ibrahim Vadillo. Koin dinar dirham pertama WITO dicetak di Granada Spanyol pada tahun itu juga. Beliau dalam menentukan qadar dan wazan pada koin WITO, terlebih dulu mempelajari nash-nash kuno literatur Islam seperti hadits-hadits langka tapi Shahih, serta mendapati fisik koin standar dinar dirham terbitan Khalifah Umar Ibn Khattab RA cetakan tahun 20 Hijriah. Ini merupakan pekerjaan revolusioner untuk mengembalikan keperadaban Islam, yang kini terasa asing.
Kemudian beliau mendatangi para pemimpin negeri Islam di penjuru dunia untuk memberi hujjah, dan dengan niat yang lurus serta istiqomah. Alhamdulillah banyak juga yang menerima bahwa nuqud nabawi harus dihidupkan kembali. Sehingga hasilnya dapat kita rasakan saat ini. Mereka antara lain: Dr.Necmettin Erbakan (PM.Turki,1997), Dr.Mahathir Mohammad (PM.Malaysia,2000), Emir Dubai (2001), Parlemen Sudan, Mullah Omar (2000), Ahmadi Nejad (Pres.Iran,2004), dan SBY (Presiden RI, 2007), Sulthan Kelantan (Malaysia, 2007) dan seterusnya.Usaha beliau merupakan wujud dari kaidah fiqih: Ilmu sebelum Amal dan Amal sebelum Bicara.
Di Kelantan otoritas penerbitan dinar dirham dipegang oleh pemerintah setempat, yakni Kesultanan Kelantan, dengan wadah khusus yang dibentuknya, tapi tetap mengikuti standar WITO. Di Indonesia, meskipun tidak mengambil otoritas tersebut, sejak tahun 2000 melalui BUMN PT ANTAM tbk UBPP Logam Mulia, telah menyediakan fasilitas untuk mencetak nuqud nabawi. Sedangkan otoritas penerbitan nuqud nabawi ini sndiri, diamanahkan oleh WITO dan WIM, kepada Amirat Indonesia, di bawah kepemimpinan Bpk Zaim Saidi, sejak Oktober 2008, menggantikan otoritas sebelumnya, Amirat Nusantara (yang ditiadakan pada 2004), serta amirat lokal di Jakarta, yang pada 2009 akhirnya juga telah ditiadakan.
Dengan otoritas tersebut, Wakala Induk Nusantara (WIN) menerbitkan dinar dirham secara sah dan dapat diterima di penjuru dunia (dinar dirham WIN juga beredar a.l. di Afrika Selatan, Jerman, Inggris, Spanyol, Maroko, Malaysia, dan Singapura). Maka secara otomatis berbagai pihak di negeri kita yang kini ngotot menerbitkan dinar dirham tanpa otoritas merupakan pembajakan ilegal dari koin WITO dan WIM.
Para amir jamaah muslim lain di negeri ini diundang untuk ikut berperanserta dalam urusan ini, dalam satu barisan dengan satu kepemimpinan. Pihak-pihak yang berkeinginan untuk menerbitkan sendiri koinnya dengan stempel jamaahnya, harus mengikuti prosedur yang benar, untuk mendapatkan standarisasi WITO dan WIM. Dan semua ini bukanlah urusan bisnis (koin) emas dan perak! Tetapi merupakan urusan syariat yang harus ditegakkan. Karena dengan ditegakkannya rukun zakat dan muamalat syar'i menggunakan nuqud nabawi oleh para pemimpin jamaah muslim, Insya Allah kejayaan dan kemenangan bagi umat Islam akan segera datang.