Zaim Saidi - Direktur Wakala Induk Nusantara
Inilah saatnya setiap orang memperbanyak pemakaian Dirham perak untuk bertransaksi setiap hari. Nilainya sedang kembali murah.
Sejak menjelang Idul Fitri 1432 H lalu 'harga' emas dunia mengalami gonjang-ganjing. Di pasaran internasional nilai hariannya tampak tidak stabil dan naik-turun mirip gerakan yoyo. Hanya karena rupiah terdepresiasi terhadap dolar AS, 'harga' emas domestik di Indonesia tetap naik. Bahkan mencapai rekor tertingginya, sampai melewati angka Rp 550.000/gr, di pasaran di Jakarta.
'Harga' emas yang terus naik, tentu, mempengaruhi nilai tukar Dinar juga. Pada awal Ramadhan 1432 H (tanggal 2 Agustus 2011), misalnya, nilai tukar Dinar emas ada pada posisi Rp 1.925.000, sedangkan Dirham pada posisi Rp 64.200. Dengan demikian rasio Dinar/Dirham saat itu adalah 1:30. Sedangkan setahun yang lalu (2 Agustus 2010), satu Dinar ada pada posisi Rp 1.471.000, Dirhamnya pada posisi Rp 33.300. Rasio keduanya adalah 1:44.5.
Angka-angka itu menunjukkan bahwa dalam setahun terakhir nilai Dirham perak telah mulai mengejar ketertinggalannya dibanding nilai Dinar emas. Kenaikannya, dalam persentase, hampir 100%/tahun. Secara historis rasio Dinar dan Dirham diawali pada rasio 1:10, di zaman Nabi Muhammad salallahualaihi wassalam. Di zaman Khulafaur Rasyidin, sampai beberapa puluh tahun kemudian, rasio ini bergerak sampai pada posisi 1:12. Sejak abad pertangahan (1200an M) sampai awal 1970an M rasio emas dan perak bertahan pada angka 1:15 -1:16.
Kembali Terjangkau
Sejak 1970an, cara pandang dan perlakuan masyarakat terhadap perak diubah total, tidak lagi menjadikannya sebagai logam mulia sebagaimana pasangannya emas, melainkan sebagai material industri. Akibatnya nilainya terus ditekan agar murah. Rasionya terhadap emas pun terus melorot sampai pada posisi 1:45an, saat Dirham perak WIN mulai dicetak dan diedarkan pertengahan 2009 lalu. Dalam setahun, sebagaimana telah disebut di atas, rasio ini melorot menjadi 1:30, karena kenaikan nilai perak yang hampir mencapai 100% dalam setahun itu.
Tetapi, dengan gonjang-ganjingnya nilai dolar AS, 'harga' emas hampir dua bulan ini naik drastis, rasionya dengan perak yang semula sudah mencapai 1:30 dari 1:44 setahun yang lalu kembali naik menjadi 1:34. Ini kalau dihitung dengan kurs akhir-akhir ini. Pada pekan kedua Oktober 2011, satu Dinar telah mencapai angka sekitar Rp 2.250.000an/Dinar, sementara Dirhamnya masih pada posisi Rp 67.000an. Ini berarti rasio keduanya adalah 1:34.
Artinya Dirham perak kembali menjadi 'murah', dan kemungkinan untuk kembali mengejar nilai tukarnya terhadap Dinar emas akan berlangsung kembali. Katakanlah rasio tersebut akan kembali pada posisi 1:30 saja sebagaimana ada pada posisi awal Ramadhan 1432 H lalu. Maka, dengan nilai Dinar ada pada Rp 2.250.000 an saat ini, maka nilai Dirhamnya akan mencapai sekitar Rp 75.000an. Sedangkan nilai Dinar, karena 'harga' emasnya tampaknya masih akan terus naik, maka nilai Dirham - dalam rupiah - akan lebih tinggi lagi dari Rp 75.000 ini. Tidak mustahil nilai Dirham akan mendekati Rp 90.000- Rp 100.000 dalam waktu tak lama ini.
Secara umum kenaikan nilai Dirham perak akan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan nilai Dinar emas, karena fitrahnya yang ada pada 1:12, selama ratusan tahun bertahan pada posisi 1:16, dan saat ini berada pada posisi 1:30. Pertanyaannya adalah: kapan angka itu (rasio 1:12 atau katakanlan 1:15) akan tercapai? Ini yang tidak bisa diprediksi. Sebab, sebagaimana kita ketahui, 'harga' emas dan 'perak' dalam uang kertas adalah ilusi semata, sepenuhnya hasil manipulasi segelintir orang.
Bagi kita, umat Islam, nilai tukar Dirham dalam rupiah ini sesungguhnya irelevan. Tetapi rasio Dinar:Dirham itu sangat relevan, dan inilah patokan kita yang paling bisa dipegang. Rasulullah Salallahualaihi wassalam telah menetapkan berbagai ketentuan syariat, seperti nisab zakat dan diyat, berdasarkan rasio ini. Kita tahu bahwa nisab zakat mal dan perniagaan adalah 1:10, yaitu 20 Dinar dan 200 Dirham.
Dengan demikian, inilah saat terbaik bagi umat Islam, bagi Anda semua, untuk terus-menerus memperbanyak koin Dirham perak. Ketika 'harga' Dinar emas terus naik, 'harga' Dirham justru turun - meskipun dalam ukuran rupiah nilai keduanya naik. Dan, itu berarti, perolehan keuntungan yang akan kita dapat dengan menggunakan Dirham perak - dalam nisbahnya terhadap rupiah - akan jauh lebih besar. Ini bisa kita lihat dalam rupiah nilai Dirham tidak pernah mengalami penurunan, padahal dalam Dinar emas turun lebih dari 10%. Ini juga, lagi-lagi, menunjukkan kepada kita tentang kepalsuan nilai uang kertas itu sendiri.
Dengan adanya variasi satuan, mulai dari daniq (1/6 Dirham), nisfu (1/2) Dirham, sedirham, Dirhamayn (2 Dirham), dan Khamsa (5) Dirham, penggunaan Dirham perak bisa sangat fleksibel, untuk sedekah, untuk jual beli, pembayaran zakat, serta untuk arisan dan tabungan. Adanya Jawara (Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar Dirham Nusantara), Festival Hari Pasaran (FHP) yang mulai rutin di beberapa tempat, serta Kampung-kampung Jawara, telah memungkinkan kita untuk menggunakan Dirham untuk transaksi sehari-hari.
Janganlah hanya dan terus terpaku pada Dinar emas. Dirham peraklah lokomotif kita. Miliki lebih banyak Dirham perak, gunakan lebih banyak untuk berbelanja, bersedekah, dan keperluan harian lainnya. Dengan cara itulah Dirham Anda akan terus bertambah, bukan dengan cara menyimpan-nyimpannya, sementara terus bertransaksi dengan uang kertas. Dengan semakin banyaknya koin Dirham perak yang berputar di tangan Anda, kemampuan Anda untuk memiliki Dinar emas pun akan semakin tinggi pula.
Inilah saatnya setiap orang memperbanyak pemakaian Dirham perak untuk bertransaksi setiap hari. Nilainya sedang kembali murah.
Sejak menjelang Idul Fitri 1432 H lalu 'harga' emas dunia mengalami gonjang-ganjing. Di pasaran internasional nilai hariannya tampak tidak stabil dan naik-turun mirip gerakan yoyo. Hanya karena rupiah terdepresiasi terhadap dolar AS, 'harga' emas domestik di Indonesia tetap naik. Bahkan mencapai rekor tertingginya, sampai melewati angka Rp 550.000/gr, di pasaran di Jakarta.
'Harga' emas yang terus naik, tentu, mempengaruhi nilai tukar Dinar juga. Pada awal Ramadhan 1432 H (tanggal 2 Agustus 2011), misalnya, nilai tukar Dinar emas ada pada posisi Rp 1.925.000, sedangkan Dirham pada posisi Rp 64.200. Dengan demikian rasio Dinar/Dirham saat itu adalah 1:30. Sedangkan setahun yang lalu (2 Agustus 2010), satu Dinar ada pada posisi Rp 1.471.000, Dirhamnya pada posisi Rp 33.300. Rasio keduanya adalah 1:44.5.
Angka-angka itu menunjukkan bahwa dalam setahun terakhir nilai Dirham perak telah mulai mengejar ketertinggalannya dibanding nilai Dinar emas. Kenaikannya, dalam persentase, hampir 100%/tahun. Secara historis rasio Dinar dan Dirham diawali pada rasio 1:10, di zaman Nabi Muhammad salallahualaihi wassalam. Di zaman Khulafaur Rasyidin, sampai beberapa puluh tahun kemudian, rasio ini bergerak sampai pada posisi 1:12. Sejak abad pertangahan (1200an M) sampai awal 1970an M rasio emas dan perak bertahan pada angka 1:15 -1:16.
Kembali Terjangkau
Sejak 1970an, cara pandang dan perlakuan masyarakat terhadap perak diubah total, tidak lagi menjadikannya sebagai logam mulia sebagaimana pasangannya emas, melainkan sebagai material industri. Akibatnya nilainya terus ditekan agar murah. Rasionya terhadap emas pun terus melorot sampai pada posisi 1:45an, saat Dirham perak WIN mulai dicetak dan diedarkan pertengahan 2009 lalu. Dalam setahun, sebagaimana telah disebut di atas, rasio ini melorot menjadi 1:30, karena kenaikan nilai perak yang hampir mencapai 100% dalam setahun itu.
Tetapi, dengan gonjang-ganjingnya nilai dolar AS, 'harga' emas hampir dua bulan ini naik drastis, rasionya dengan perak yang semula sudah mencapai 1:30 dari 1:44 setahun yang lalu kembali naik menjadi 1:34. Ini kalau dihitung dengan kurs akhir-akhir ini. Pada pekan kedua Oktober 2011, satu Dinar telah mencapai angka sekitar Rp 2.250.000an/Dinar, sementara Dirhamnya masih pada posisi Rp 67.000an. Ini berarti rasio keduanya adalah 1:34.
Artinya Dirham perak kembali menjadi 'murah', dan kemungkinan untuk kembali mengejar nilai tukarnya terhadap Dinar emas akan berlangsung kembali. Katakanlah rasio tersebut akan kembali pada posisi 1:30 saja sebagaimana ada pada posisi awal Ramadhan 1432 H lalu. Maka, dengan nilai Dinar ada pada Rp 2.250.000 an saat ini, maka nilai Dirhamnya akan mencapai sekitar Rp 75.000an. Sedangkan nilai Dinar, karena 'harga' emasnya tampaknya masih akan terus naik, maka nilai Dirham - dalam rupiah - akan lebih tinggi lagi dari Rp 75.000 ini. Tidak mustahil nilai Dirham akan mendekati Rp 90.000- Rp 100.000 dalam waktu tak lama ini.
Secara umum kenaikan nilai Dirham perak akan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan nilai Dinar emas, karena fitrahnya yang ada pada 1:12, selama ratusan tahun bertahan pada posisi 1:16, dan saat ini berada pada posisi 1:30. Pertanyaannya adalah: kapan angka itu (rasio 1:12 atau katakanlan 1:15) akan tercapai? Ini yang tidak bisa diprediksi. Sebab, sebagaimana kita ketahui, 'harga' emas dan 'perak' dalam uang kertas adalah ilusi semata, sepenuhnya hasil manipulasi segelintir orang.
Bagi kita, umat Islam, nilai tukar Dirham dalam rupiah ini sesungguhnya irelevan. Tetapi rasio Dinar:Dirham itu sangat relevan, dan inilah patokan kita yang paling bisa dipegang. Rasulullah Salallahualaihi wassalam telah menetapkan berbagai ketentuan syariat, seperti nisab zakat dan diyat, berdasarkan rasio ini. Kita tahu bahwa nisab zakat mal dan perniagaan adalah 1:10, yaitu 20 Dinar dan 200 Dirham.
Dengan demikian, inilah saat terbaik bagi umat Islam, bagi Anda semua, untuk terus-menerus memperbanyak koin Dirham perak. Ketika 'harga' Dinar emas terus naik, 'harga' Dirham justru turun - meskipun dalam ukuran rupiah nilai keduanya naik. Dan, itu berarti, perolehan keuntungan yang akan kita dapat dengan menggunakan Dirham perak - dalam nisbahnya terhadap rupiah - akan jauh lebih besar. Ini bisa kita lihat dalam rupiah nilai Dirham tidak pernah mengalami penurunan, padahal dalam Dinar emas turun lebih dari 10%. Ini juga, lagi-lagi, menunjukkan kepada kita tentang kepalsuan nilai uang kertas itu sendiri.
Dengan adanya variasi satuan, mulai dari daniq (1/6 Dirham), nisfu (1/2) Dirham, sedirham, Dirhamayn (2 Dirham), dan Khamsa (5) Dirham, penggunaan Dirham perak bisa sangat fleksibel, untuk sedekah, untuk jual beli, pembayaran zakat, serta untuk arisan dan tabungan. Adanya Jawara (Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar Dirham Nusantara), Festival Hari Pasaran (FHP) yang mulai rutin di beberapa tempat, serta Kampung-kampung Jawara, telah memungkinkan kita untuk menggunakan Dirham untuk transaksi sehari-hari.
Janganlah hanya dan terus terpaku pada Dinar emas. Dirham peraklah lokomotif kita. Miliki lebih banyak Dirham perak, gunakan lebih banyak untuk berbelanja, bersedekah, dan keperluan harian lainnya. Dengan cara itulah Dirham Anda akan terus bertambah, bukan dengan cara menyimpan-nyimpannya, sementara terus bertransaksi dengan uang kertas. Dengan semakin banyaknya koin Dirham perak yang berputar di tangan Anda, kemampuan Anda untuk memiliki Dinar emas pun akan semakin tinggi pula.