Sistem ekonomi dunia berbasis bank dan uang kertas sudah sampai fase akhir menuju kehancurannya. Tandanya: bank berebut emas dengan pegadaian dan munculnya uang digital.
Model ekonomi dunia telah gagal, dan sistem uang kertas segera mati! Begitu ujar Joel Kurtzman dalam The Death of Money (Boston: Little Brown, USA 1993). Ia diamini oleh banyak ekonom barat, beberapa dekade kemudian, 2008-2010. Setahun sebelum Kurtzman menerbitkan buku tersebut, di Eropa Prof. Dr. Umar Ibrahim Vadillo telah memberi solusi, seakan beliau - atas bimbingan gurunya Shaykh Dr Abdulqadir al Murabit- telah mengetahui apa yang hendak Kurtzman sampaikan.
Jawaban beliau atas buku tersebut adalah mencetak kembali dinar emas dan dirham perak, di Granada, Spanyol, 1992. Prof. Dr. Umar Ibrahim Vadillo lalu mendakwahkan muamalah ke penjuru dunia. Subhanallah! Mengetahui hal ini saya pun takjub akan Kebesaran Allah.
Krisis moneter global (krismon) yang terjadi secara beruntun sejak 1997 hingga hari ini, ternyata tak membuat orang sadar betapa rapuhnya sistem ekonomi berbasis bank dan uang kertas. Setelah teror hyperinflasi menerjang negara-negara Amerika Latin, 1984-1994, dani negara-negara eks Uni Soviet dan Balkan, 1992-2000, giliran Asia yang dilanda krismon pada 1997-2002, pasca tergelincirnya nilai Won Korea Selatan. Lalu menjalar ke beberapa negara Asia Tenggara, antara lain: Thailand, Philipina, Brunei, Malaysia, Singapura, dan Indonesia (paling parah). Satu persatu nilai mata uang negara Asean rontok terhadap dolar AS, akibat ulah spekulan valuta asing.
Hampir semua orang Indonesia tahu, bahwa dengan rontoknya nilai rupiah terhadap dolar AS, harga-harga pun melonjak 3 hingga 5 kali lipat, mengikuti jebloknya rupiah dari Rp 2.400 menjadi Rp 16.000/dolar AS. Namun kita tetap masa bodoh � tahu tapi tak mau peduli, dengan sistem ekonomi yang rentan dan tidak adil ini. Padahal karenanya kita bangsa Indonesia dijadikan miskin. Sumber daya alam kita melimpah, namun tak bisa kita nikmati.
Negara Maju pun Didera Krismon
Krisis ekonomi bukan lagi monopoli negara-negara berkembang, tetapi telah pula menerjang keangkuhan negara-negara maju. Bermula dari krisis kredit perumahan di Amerika Serikat (AS) - Subprime Mortgage, pertengahan 2007, kemudian berubah menjadi resesi yang menyeret keuangan dunia. Untuk meredakan penyakit ekonomi ini, awal 2009, Presiden AS, Barack Obama menggelontorkan dana talangan (bail out) hingga 7,2 trilyun dolar, untuk mendorong investasi dan kredit. Hal ini tentu saja, membuat APBN AS defisit hingga $1,41 trilyun, yang $ 1trilyun-nya disebabkan oleh ulah eksekutif lembaga keuangan dan lemahnya kontrol negara.
Kebangkrutan sejumlah investor dan korporasi keuangan AS, memacu krisis global. Dampaknya kini sudah masuk ke Eropa, menyeret Yunani dalam kebangkrutan akibat jebakan utang. Belum sembuh perekonomian di Yunani, tiba-tiba Spanyol dan Portugal ikutan 'demam'. Lagi-lagi solusi yang digunakan adalah bail out, yang sudah tentu hanya meredakan sementara, dan tidak menyembuhkan krisis sebenarnya. Entah itu Amerika Serikat, Uni Eropa, World Bank, dan IMF sama-sama bermain api dengan menyimpan 'bomb waktu' bernama bail out bagi pertaruhan atas kelangsungan ekonomi Amerika dan Eropa, yang bila saatnya tiba, pasti meledak! Dan yang luput dari perhatian ekonom adalah dahsyatnya ledakan resesi dua benua ini, yang dampaknya dirasakan pula oleh seluruh dunia.
Bila ekonomi Amerika dan Eropa mendadak kolaps, lalu menjalar cepat ke penjuru dunia, apa yang bisa Anda lakukan? Paling-paling hanya pasrah menerima nasib! Karena tiba-tiba jutaan rupiah tabungan Anda menjadi tidak berharga lagi. Bagaimana kronologinya? Anda yang tadinya cukup mapan dan makmur, harus mendapati kenyataan dengan hancurnya satu persatu, bisnis-bisnis lesu karena barang-barang kurang laku akibat eksport yang tersendat dan mendadak mati. Kemudian pabrik-pabrik merugi dan bangkrut, kredit macet, pekerja pun dirumahkan, pengangguran merajalela, sementara Sembako (bahan pangan) harganya selalu melonjak naik, inflasi terjadi setiap hari, yang membuat harga-harga semakin tak terjangkau, dan uang kertas tak berharga lagi.
Anda yang kini hidup nyaman di perkotaan dan mengandalkan 'kesaktian' uang kertas, mendadak jatuh miskin! Orang miskin yang tinggal di apartemen mewah, ketika stok sembako Anda habis. Karena dulu tak sempat menghabiskan seluruh stok uang kertas Anda untuk memborong barang-barang di supermarket yang tiba-tiba diserbu orang. Sebab kini, segala transaksi jual beli harus dilakukan secara barter, barang ditukar barang, atau barang ditukar jasa. Yang selamat dari hyperinflasi ini, justru mereka yang memproduksi sembako, khususnya pangan, seperti: petani, peternak, pengrajin dan nelayan. Termasuk mereka yang saat ini merintis muamalah dengan Dinar Dirham. Kelak orang-orang akan mengikuti amal ini, agar selamat dari bahaya akibat runtuhnya sistem ekonomi dunia, beberapa tahun ke depan, tak lama lagi! Inilah buah dari hilangnya muamalah dari hadapan kita.
Emas yang Dilupakan Orang
Tanggal 30 Oktober 2007, untuk pertama kalinya Dinar menembus Rp 1 juta, sebuah harga yang jauh di atas prediksi semua orang. Setahun kemudian, Dinar merangkak naik ke posisi Rp 1.200.000 (Oktober 2008), dan beberapa bulan setelah itu, Dinar melonjak Rp 1.600.000 di akhir Februari 2009. Meski Dinar terbukti tangguh terhadap krisis ekonomi, dan mampu menyelamatkan jerih payah (aset) orang yang memilikinya, namun hanya sedikit saja orang yang sadar atas keunggulan mata uang yang diridhai Allah SWT dan RasulNya ini.
Maka sebelum orang-orang menjadi sadar akan apa yang terjadi (krismon dunia), lalu ramai-ramai berpaling membeli emas dengan melepaskan uang kertas dan rekening bank mereka, sekonyong-konyong bail out kasus Subprime Mortgage dikucurkan untuk meredam sementara - krisis ekonomi dunia, dan mencegah aksi beli emas. Para ekonom pro kapitalis global, membujuk orang-orang untuk segera melepaskan emas mereka, katanya untuk mengambil untung, mumpung harga sedang naik, sebab sebentar lagi bail out segera turun. Namun ajakan ini tidak menggoyahkan minat pemerintah Cina, juga Rusia, yang kini gemar mengumpulkan emas. Akhirnya harga emas terus berusaha ditekan dan direndahkan.
Sehingga pada Oktober 2009, harga dinar ditahan di level Rp 1.350.000. Namun apapun kerasnya usaha kapitalis global untuk meredam harga emas, toh Dinar kembali merangkak ke kisaran Rp 1.500.000, beberapa bulan setelah ditekan (Mei 2010).
Kondisi seperti ini, tentu saja sengaja diciptakan oleh 'pemain' emas internasional, tujuannya untuk meraih untung, dengan naik turunnya emas sesuai ritme spekulan, agar mereka bisa terus bermain. Sementara itu kebanyakan orang masih terlelap, keasyikan dengan mimpi dan prasangka masing-masing, dan terus menerus dininabobokan oleh media massa yang telah disetir oleh kepentingan kapitalis besar. Atau mungkin orang-orang tak mampu lagi berhitung, betapa uang kertas mereka harganya kian merana, sehingga emas dilupakan orang!
Memperlakukan Dinar dengan Keliru
Dari sebagian orang yang sadar, mereka mengamankan aset mereka dengan Dinar emas, tentu dinar lebih likuid dan praktis ketimbang menyimpan emas batangan. Namun mayoritas pengumpul dinar, kurang hati-hati terhadap koleksi Dinarnya. Mereka begitu mudahnya melepas dinar menjadi rupiah (buy back), kadang kala hanya terdorong oleh kebutuhan sesaat yang kurang penting. Padahal masih ada jalan lain untuk mendapatkan uang kertas, sebelum akhirnya mereka terpaksa melepas Dinar.
Salah satu faktor penyebab, adalah mereka terpengaruh oleh grafik naik turunnya rupiah terhadap emas. Mereka membaca sebagai harga Dinar yang selalu bergerak terhadap uang kertas. Padahal ia tahu, bahwa uang kertaslah yang justru terus bergerak merosot terhadap emas, dan barang-barang lainnya. Sehingga mereka begitu mudahnya melepas dinar. Hal hasil, nantinya justru mereka yang harus mengeluarkan uang kertas lebih banyak lagi untuk mendapatkan sejumlah Dinar yang tadinya ia lepaskan.
Bank lah yang Merebut Emas
Dengan diizikannya bank oleh BI untuk menerima gadai emas sejak tahun 2009, tentu membuat pegadaian meradang. Dan kini pegadaian segera saja melebarkan cabangnya di mana-mana, pasalnya bank dan pegadaian saling berebut emas dari tangan rakyat, yang menjaminkan emas untuk mendapatkan uang kertas. Masyarakat pemilik emas, terpaksa menggadai emas mereka, karena Undang-undang yang mengharuskan transaksi apapun dibayar dengan uang kertas, bukan dibayar dengan uang sungguhan - emas.
Fenomena ini adalah reikarnasi atas apa yang dulu pernah dilakukan oleh bank sentral Amerika - The Fed, dalam rangka melucuti emas dari tangan rakyatnya. Hanya saja, di Indonesia konsep pelaksanaannya lebih halus, bertahap dan murah, tanpa harus dicurigai oleh masyarakat, agar tidak menimbulkan kepanikan. Sementara itu, tanpa hiruk pikuk, pemerintah RI sejak 18 Mei 2010, mulai mengumpulkan dana melalui Surat Utang Negara (SUN) untuk proyek denominasi rupiah (baca berita: Rencana Denominasi Rupiah: Berkah atau Bencana? 21 Mei 2010).
Emas-emas tergadai yang gagal ditebus oleh pemiliknya, sebagian (kecil) mungkin akan dilelang kembali ke masyarakat, sementara sebagian (besar) lainnya akan dilebur untuk dimurnikan menjadi emas batangan. Dan selanjutnya disetorkan kepada pemilik bank, atau dilego di pasar emas dunia. Dengan cara ini, emas murah mengalir masuk ke pundi-pundi investor kakap. Kalau saja mereka secara terang-terangan memborong emas batangan dari pasaran, justru akan mendongkrak harga emas dengan cepat, dan ini tidak mereka (kapitalis) kehendaki. Di sisi lain, BI terus menerus menggiring opini masyarakat untuk menabung uang kertas di bank. Meski rakyat begitu miskin, mereka dapat membuka rekening dengan saldo awal cukup Rp 20.000 saja. Ada apa ini?
Emas Ditimbun, Uang Kertas Hancur
Kapitalis besar sudah lama berebut emas dari bumi pertiwi, mereka tak pernah puas mengumpulkan emas melalui perusahaan tambang emas. Bahkan para tauke - etnis Tiong Hoa, berani memodali para gurandil (pemburu emas) yang membuka tambang-tambang liar, yang semakin marak berebut emas, bersaing dengan perusahaan tambang raksasa yang dikuasai asing. Dan para pejabat kita, begitu rela menjadi kacung mereka.
Ketika emas yang mereka - kapitalis - timbun dirasa cukup, mereka (konspirasi ini) akan membiarkan ekonomi dunia semakin bobrok dan runtuh. Lalu mereka memulai sistem baru - uang digital. Kemudian membangun sistem ekonomi baru - ekonomi elektronik berbasis byte, sebuah sistem ekomomi 'canggih' yang belum pernah dibayangkan oleh kebanyakan orang. Sistem ini, tentu saja akan membentuk peradaban yang sama sekali baru, kekuasaan dan distribusi kemakmuran yang tidak dikenal sebelumnya. Dengan membentuk kelas sosial, kaya dan miskin yang berbeda dari yang kita tahu saat ini.
Dalam sistem baru ini, korporasi raksasa akan membentuk konsorsium yang pelahan akan menggusur sistem pemerintahan negara, menjadi sistem pemerintahan korporasi. Mereka memulai ini, dengan menghimpun dan memanfaatkan data sensus penduduk, dengan kartu penduduk elektronik yang telah tersentralisasi secara on line. Bila hal ini berhasil, maka perbudakan manusia oleh segelintir elit korporasi semakin sempurna kelicikannya.
Kenyataan Hari Ini
Dakwah untuk kembali menegakkan zakat dan muamalah syar'i dengan Dinar Dirham terus digencarkan, meski hasilnya belum memenuhi harapan, karena belum semua muslim mau kembali kepada Sunnatullah dan RasulNya. Sementara itu kita harus berpacu dengan korporasi kapitalis besar yang begitu gencar menjalankan 'modernisasi' peradaban, menuju era ekonomi digital. Ini adalah pertempuran yang sesungguhnya! Pertempuran yang tidak dimengerti oleh khalayak ramai, tentang masa depan manusia: merdeka, atau dijajah oleh sistem canggih?
Bagi orang bijak, gelagat bank berebut emas dengan pegadaian, gelagat maraknya 'percobaan' uang digital, dibaca secara cermat sebagai: Fase Akhir proses kehancuran sistem ekonomi riba uang kertas dan bank! Kemudian mereka (kapitalis global) menghancurkan sistem tersebut, agar manusia panik. Keadaan ini justru menguntungkan mereka untuk membuka jalan bagi sistem ekonomi baru - era uang digital, sistem yang lebih gila dan lebih jahat dari riba, sistem yang menghilangkan hak-hak dasar manusia. Dan akan terus bergulir selama Anda masih terlelap oleh sistem bobrok uang kertas dan bank.
Nanti Anda pasti akan terbangun dalam keadaan 'sempoyongan', ketika jutaan rupiah, atau ribuan dolar dan euro yang Anda kumpulkan selama bertahun-tahun, hanya dihargai dengan segenggam beras, yang membuat Anda sakit hati atas ketidakadilan sistem ekonomi dunia. Penyesalan memang selalu datang belakangan! Allah Maha Adil, kenapa kita masih suka mendzolimi diri?