Dalam hal ini dinar dirham lah yang dipergunakan sebagai alat tukar dan penggerak ekonomi. Jadi dinar dirham bukan alat investasi semu yang ditukar bolak-balik antara uang kertas dan uang fiat lainnya. Dibeli ketika rendah dan dijual ketika tinggi.
Akibat pemahaman salah mengenai dinar dirham , maka tercipta kelompok baru yang memposisikan dinar dirham sebagai investasi semata. Mereka menjadikan dinar dirham sebagai gimmick dari jualan emas mereka. Metode gimmick ini membuat dinar seolah-olah stand out dan memposisikan sebagai emas yang beda dari emas lainnya. Bahkan mereka juga menyesatkan khalayak dengan konsep kontrak bisnis yang tidak sesuai syariat. Seperti qirad. Qirad adalah kontrak kerjasama dagang antara dua pihak: yang satu adalah pemilik modal dan yang lain adalah pemilik tenaga yang akan bertindak sebagai Agen bagi pihak pertama. Dimana pihak kedua menerima modal dari pihak pertama sebagai pinjaman dan akan membagikan keuntungan yang diperoleh dari usaha dagang yang menggunakan modal dari pihak pertama tersebut.
Syarat-syaratnya secara detail dapat dilihat di. Dimana berdasar syarat tersebut adalah dimulai dan diakhiri dalam bentuk tunai nuqud (dinar/ dirham) dan bukan komoditas. Yang mereka lakukan adalah mereka meminta khalayak meminjam-
Profit, Gain, Untung.. Itu saja yang ada dibenak mereka. Grafik grafik semu pelemahan nilai uang fiat terhadap emas ditonjolkan terus. Emas sendiri tetap, uang manusia yang melemah. Sampai kapan hal ini yang ditonjolkan. Bila memang harus bermodal emas, harus kembali bernilai emas. Bukan bermodal emas tapi kembali dalam nilai desimal palsu uang kertas yang dikonvert balik ke emas. Penyesatan lain dengan mengaburkan pengertian mengenai pemilik dana dan pengelola dana. Mereka hendak berinvestasi dengan meminta modal masyarakat, tetapi takut dengan segala resiko kerugian. Sehingga meminta masyarakat menaruh dananya dalam bank dan merekalah yang akan meminjam kepada bank. Sehingga urusan bagi hasil nya adalah antara masyarakat dan bank, bukan dengan mereka. Ketika mereka gagal, asuransilah yang membayar ke bank. Kacau, sesat pemikiran seperti inilah yang mencampurkan antara riba dan keuntungan halal.
Karena pemahaman seperti inilah yang membuat serbuan buyback hampir keseluruh wakala, yang Insha Allah dengan merapatkan barisan dapat melewati gelombang buyback ini.
Untuk para Al-Wakil perbanyaklah ilmu mengenai muamalat, agar dapat menjadi tempat bertanya para khalayak yang kebingungan mengenai keadaan ribawi yang mencengkram umat saat ini.
Mari kita murnikan niat untuk menghindari diri dari jebakan ribawi dunia yang fana ini. Jangan rusak muamalat dengan tipuan tipuan halus yang menyesatkan. Pelajari detail tawaran tawaran investasi yang dapat menggiring kita masuk dalam riba.