Dahulu kala, ketika masyarakat belum mengenal alat tukar yang universal terhadap satu komoditas terhadap komoditas lainnya. Mereka melakukan sistem barter antar mereka yang saling membutuhkan. Nelayan dengan petani atau petani dengan tukang kayu. Yang menjadi masalah adalah ketika nelayan membutuhkan petani, sementara petani tidak membutuhkan ikan tangkapan sang nelayan. Karena itulah lambat laun diciptakanlah alat tukar yang bisa diterima banyak pihak. Sangat wajar, diawal peradaban mereka menjadikan kulit kerang ataupun garam sebagai alat tukar universal. Bahkan dizaman romawi, prajuritnya digaji dengan batang garam. Karena itulah awal mula kata salary, yang berasal dari salarium.
Lambat laun, mereka mempergunakan logam mulia, emas dan perak sebagai alat tukar. Serta logam lainnya yang lebih rendah nilainya untuk nominal kecil, seperti tembaga ataupun kuningan.
Peradaban bertambah maju, dan lalu lintas perdagangan antar negara juga semakin meningkat. Transaksi dengan emas dan perak yang turut dibawa serta beserta perniagaannya memncing para perampok untuk membegal kalifah dagang tersebut.
Lalu mulailah berpikir untuk menitipkan emas dan perak mereka pada seseorang atau sekelompok orang disalah satu tempat singgah mereka dengan memberikan imbalan jasa dari penitipan emas dan perak mereka tersebut, inilah yang menjadi sejarah berdirinya bank. Untuk menjamin emas dan perak tersebut, maka pihak yang dititipi akan menerbitkan selembar kertas pernyataan bahwa, suatu saat sang pemilik emas dan perak dapat mengambil emas dan perak mereka dengan hanya membawa bukti kepemilikan surat pernyataan tersebut.
Perniagaan kalifah dagang itu ketika telah sukses menjual perniagaanya tidaklah langsung mengambil emasnya kembali, tapi akan terus melanjutkan kekota atau negeri berikutya. Mereka akan mempergunakan surat hutang tersebut untuk mengambil perniagaan baru. Hal itu berlangsung terus menerus, mengakibatkan surat hutang itu berlaku layaknya emas dan perak yang dijaminkan.
Salah satu fakta bahwa para pemilik emas tidak akan dalam waktu cepat mengambil seluruhnya dari simpanan tersebut, hal ini diketahui oleh sang penyimpan. Karena itu oleh sang penyimpan, diterbitkanlah surat nota baru yang bernilai sama dengan emas yang dititipkan. Nota tersbut dipinjamkan kepada masyarakat, karena nota itu sudah berlaku layaknya emas dan perak yang disimpan. Karena nota yang beredar lebih banyak dari emas dan perak yang dijaminkan, maka terjadilah inflasi dan berbondonglah para pemilik nota asli menukarkan notanya dengan emas kembali. Tapi yang terrjadi, mereka kalah cepat. Karena emas dan perak mereka telah ditukar terlebih dahulu oleh pemilik nota setelahnya.
Karena itu, tanyalah kepada pejabat berwenang, atas bakcup apa mata uang rupiah yang kita miliki ini. Bila jawabannya adalah dengan devisa, terdiri dari apa saja devisa tersebut. Pasti dijawab dengan uang kertas dolar, surat hutang atau nota - nota lain yang hany di backup dengan janji. Bagaimana bisa, surat hutang di backup dengan surat hutang lainnya.
Bermuamalah dengan dinar dirham, tinggalkan uang kertas yang hanya dijamin oleh janji penguasa. Karena itu ada istilah uang dulu (tidak laku) dan uang sekarang (laku). Tapi tidak ada istilah emas dan perak dulu dan sekarang. Karena emas dan perak tetaplah laku sampai sekarang.