Bila dolar, euro, poundsterling, yen dan yuan tiba-tiba terpuruk, lalu bagaimana dengan rupiah? Tentu nasibnya lebih parah dari yang pernah dialami rupiah pada masa krisis moneter 1998 silam. Dan tak seorang pun dapat menduga, kalau besok satu liter beras harus dibeli seharga Rp 20.000-an (kini Rp 5000), melonjak 4 kali lipat dalam tempo singkat! Tentu saja segelintir Yahudi sebagai satu-satunya pihak yang mendulang panen raya di tengah hancurnya ekonomi dunia. Yaitu dengan menciptakan krisis multidimensi bagi enam miliar manusia yang tiba-tiba harus mendadak miskin akibat hiperinflasi. Trilyunan dolar aset manusia berpindah tangan secara licik dalam proses ini. Banyak analis keuangan dunia memprediksi, bahwa sistem uang kertas segera kolaps, sebentar lagi, tak sampai hitungan 666 hari, atau 22 bulan dari sekarang (sejak Agustus 2010, dan angka 666 adalah simbol Dajjal). Setelah dua mata uang populer rontok pada 2008-2010, yaitu dolar AS dan euro, akibat kasus Subprime Mortgage, pertengahan 2007, yang menyeret keuangan dunia, termasuk memicu terjadinya krisis Eropa (Yunani). Besok, krisis moneter akan memukul semua mata uang kuat dunia tanpa terkecuali, dan tanpa ampun! Padahal kita baru saja dihebohkan dengan rencana redenominasi rupiah. (Beritanya telah dimuat situs ini, tiga bulan sebelum BI mengumumkannya, awal Mei 2010).
Penyebabnya bukan karena pertarungan sengit antara dolar AS melawan Yuan, seperti yang heboh saat ini. Saling tuding antara Barack Obama dengan PM.Cina, Wen Jiabao, bukan pemicunya. Wen menjelaskan: "Yuan bukan penyebab defisit AS, yang memicu pengangguran di AS. Penyebab utama defisit perdagangan AS adalah struktur investasi dan tabungan di negara itu. Jadi, tidak ada alasan untuk memaksa yuan menguat terlalu drastis atas dolar AS" (23/9). Dan juga bukan karena Cina bersitegang dengan Jepang. Ahmadinejad, terang-terangan pidato: "Sistem kapitalis dunia akan segera hancur!", kemudian dia menyampaikan bahwa muamalah dengan dinar emas akan terwujud. Hal ini diungkap pada sidang Konfrensi MDGs, di markas PBB, New York, 20-30 September 2010.
Siapa Dalang Kehancuran Nilai Mata Uang?
Faktor utama rontoknya sistem uang kertas sehingga memicu terjadinya hiperinflasi, justru datang dari sektor nonril (sektor maya), karena bubble jumlah uang yang tercipta di pasar valuta asing (valas). George Soros adalah salah satu wayang yang paling populer, sebagai simbol dari permainan pasar ini. Sedangkan dalangnya adalah pemilik modal yang bersembunyi di balik korporasi multinasional raksasa: perusahan asuransi, pengelola dana pensiun, perbankan - termasuk The Fed, World Bank & IMF, juga sedikit modal dari perusahaan manufaktur, minyak dan perumahan.
Gelembung uang umumnya berbentuk digital, jumlahnya 92% dari sirkulasi uang dunia. Menteri keuangan AS mengakui, bahwa uang kertas dan koin dolar yang diedar kan oleh The Fed hanya merupakan 8% dari sirkulasi dolar AS di dunia. Sedangkan dolar, kini merupakan devisa paling populer yang dikoleksi oleh banyak negara, dan menguasai hampir 70% sirkulasi mata uang dunia. Perputaran omset pasar valas, pertahunnya sudah diatas $ 150 trilyun (2010), di tahun 2002 saja sudah diatas $ 100 trilyun. Sementara itu, nilai eksport import barang dan jasa dari penjuru dunia baru mencapai $6 trilyun. Ada selisih sekitar $ 140-an trilyun, yang tak jelas akan dibayar dengan apa nantinya? Padahal bubble ini - tak mampu diserap oleh perbankan melalui penciptaan kredit masif (termasuk kredit konsumtif). Bahkan cenderung kembali masuk ke pasar modal, dan ini berbahaya!
Hiperinflasi Yang Tak Terbantahkan
Prediksi para analis keuangan dunia semakin kuat, ketika Nicholas Larkin memberita kan tentang Soros yang memborong emas (Bloomberg, 31 Agustus 2010). Bahkan tulisan para ekonom di situs Drschoon, lebih vokal lagi, misalnya: Jordan Roy-Byrne, menulis "Jalan untuk Hiperinflasi". Dan yang menjadi tanda tanya: kenapa Soros yang dikenal sebagai pemain uang kertas asing dan saham, tiba-tiba borong emas? Ada skenario besar di balik layar yang sedang dimainkan tentunya. Sayangnya, mayoritas ahli ekonomi tidak mampu membaca fenomena ini, mungkin karena kurangnya ilmu mereka atas pengetahuan ilmu mata uang (numismatik).
Di Indonesia, kita dapat membaca skenario Yahudi ini melalui kasus bank berebut emas, dan munculnya uang digital. (Artikel: Bank Berebut Emas Dengan Pegadaian: Ada apa ini?). Juga rencana sentralisasi kartu tanda penduduk (KTP) digital, dan rencana redenominasi rupiah. Semua ini merupakan benang merah yang saling terkait. Namun tak satupun ekonom yang mau peduli.
Harga Emas Bukan Harga Cabai
Akhir Agustus lalu, sejumlah analis pasar AS - Eropa, yakin harga emas $ 1500/oz pada akhir 2010. Kenaikan emas sebesar 25-30% ini terjadi dalam tempo singkat, mengejutkan banyak pihak. Sebab pasca krisis Subprime Mortgage dan krisis Eropa, emas tertahan dikisaran $1200/oz, bahkan stabil $1230/oz pada awal September 2010. Tapi tiba-tiba meroket menjadi $ 1292/oz 23 September 2010. DI bulan Oktober 2010 sudah naik lagi di atas $1360/oz. Lebih jauh, Bloomberg memprediksi emas akan tembus $2000/oz pada tahun 2011.
Prediksi para analis tidaklah berlebihan, sebab kurun waktu delapan tahun saja, emas terapresiasi lebih dari 400%, atau naik 4 kali lipat dari harganya semula. Pada 2002 emas $ 300/oz menjadi $ 1360/oz di tahun 2010. Andai saja, para spekulan tidak membela mati-matian kepentingan bos mereka - para bankir, harga emas sudah lama tembus $7000/oz saat Subprime Mortgage, 2008. Hal serupa juga terjadi terhadap rupiah. Saat dolar lemah, spekulan valas membela rupiah agar tetap perkasa, begitu pula saat euro tersungkur! Aneh? Sebab saat Soeharto dulu mulai dekat dengan umat Islam, para spekulan ramai-ramai merontokan nilai rupiah (krismon, 1998). Kenapa hal ini terjadi?
Jawabnya: karena Indonesia adalah lahan subur bagi pelarian modal (hot money) ketika krisis Amerika dan Eropa terjadi! Bumi pertiwi ini begitu kaya raya, sedangkan para pemimpinnya bangga menjadi kacung investor besar. Saking kayanya, semua aset negara (BUMN) di jual murah. Sumber daya alam mudah dirampok oleh investor asing maupun lokal melaui kontrak karya, tanpa harus membayar mahal pajak dan royalti kepada rezim yang berkuasa.
Kenaikan harga emas, oleh ahli ekonom kacung investor raksasa, dimanipulasi sebagai laiknya perubahan harga cabai. Yang mudah naik dan mudah turun mengikuti musim. Kenapa? Tentu saja agar publik tidak panik, lalu menarik rekening mereka untuk membeli emas, termasuk membeli dinar dirham. Tapi ingat! Harga emas sejatinya tidak akan pernah kembali ke posisi semula, $ 35/oz, saat Richard Nixon melepas ikatan dolar dengan emas, 1971. Bahkan Nixon-lah yang meresmikan Pasar Valas pertama di Chicago, 1972 silam. Coba Anda hitung berapa besar apresiasi emas hingga saat ini?
Emas Ditimbun, Uang Kertas Dihancurkan
Kapitalis raksasa terus mengeruk kekayaan dari bumi, berupa komoditas apa saja, yang penting bisa merampok. Ketika emas perak yang mereka timbun dirasa cukup. Lalu mereka memulai permainan baru, sebuah sistem uang digital. Sistem baru ini, adalah ekonomi Riba berbasis byte, sebuah sistem canggih yang belum pernah dibayangkan oleh kebanyakan orang. Sistem ini, tentu saja akan membentuk sebuah peradaban yang sama sekali baru, kekuasaan dan distribusi kemakmuran yang tidak dikenal sebelumnya. Dengan membentuk kelas sosial, kaya dan miskin yang berbeda dari yang kita tahu saat ini.
Dalam sistem baru ini, korporasi raksasa akan membentuk konsorsium, dan korporasi-korporasi kecil mati karena kalah bersaing atau akibat krisis global. Konsorsium perlahan akan menggusur sistem pemerintahan negara, menjadi sistem pemerintahan korporasi. Para pegawai negeri mutlak menjadi karyawan korporasi. Tentara menjadi satpam penjaga pabrik-pabrik, tambang-tambang, perkebunan, pelabuhan, hutan, sungai, laut, laboratorium, bandara dan pergudangan. Polisi, hakim juga jaksa menjadi satpam sekuriti kepentingan hukum para elit korporasi. Sedangkan rakyat, diubah menjadi aset industri, pembayar sewa dan pajak, sasaran pemasaran produk, juga merangkap menjadi hamba sahaya yang wajib patuh kepada kepentingan perusahaan. Bagaimana mereka memulainya?
Tentunya dengan menghancurkan sistem Riba lama, sistem uang kertas sudah dianggap usang, maka harus dimusnahkan. Jalannya dengan hiperinflasi. Lalu ahli ekonomi mereka segera mendapat kambing hitam untuk disalahkan dan disembelih. Bank sentral perlahan-lahan di satukan (seperti di Eropa), agar saham dan kebijakannya mudah dikontrol. Islam harus tetap disudutkan, tetapi doktrin Salafi pro Saudi harus terus dipelihara, agar muslim tidak menjadi radikal (maksud mereka Islam secara kaffah), dan ulama menjadi bertambah bodoh karena tidak mengerti Riba. Bila hal ini berhasil, maka perbudakan manusia oleh segelintir elit korporasi semakin sempurna kelicikannya.
Kita Berpacu Dengan Waktu
Hingga tulisan ini dimuat, tak ada satu pun media massa yang meresponnya, kecuali situs WIN ini. Untuk menulisnya sebagai buku, membutuhkan waktu yang lebih lama lagi. Minimal empat bulan lamanya, yaitu satu bulan untuk menulis naskah, dan tiga bulan proses penerbitan buku. Ini belum termasuk proses pemasaran. Mungkin saat buku ini dibedah beberapa tahun kemudian, orang-orang sudah merasakan pahitnya hiperinflasi. Lain halnya bila artikel ini ditulis oleh tokoh nasional, tentu orang segera meresponnya.
Hal ini sudah maklum terjadi, misalnya sebelum peristiwa hiperinflasi Jerman, depresi dolar Amerika, dan banyak kasus serupa di negara-negara lainnya. Karena peniup alarm hanya orang kecil yang tidak populer, maka peringatan tanda bahaya diabaikan dan sia-sia. Sehingga puluhan juta manusia harus merasakan dampak kolapsnya ekonomi, menjadi korban dari kebijakan moneter yang merugikan publik.
Dakwah untuk kembali menegakkan zakat dan muamalah dengan dinar dirham terus digencarkan. Bahkan di Kelantan, Malaysia, pada 12 Agustus 2010, telah dimaklumatkan penggunaan dinar dirham dengan standar internasional yang baru, yang berlaku universal. Tanggal 23 Oktober 2010, Zona Wisata Dinar Dirham Cilincing, Jakarta Utara, diresmikan. Inilah saatnya Anda segera mengambil keputusan, ikut Sunnah Nabi Muhammad SAW dengan muamalah dinar dirham, atau bertahan dengan sistem riba bank dan uang kertas?
Kita kini berpacu dengan waktu, di tengah upaya gencar korporasi raksasa mewujudkan makar mereka. Inilah pertempuran yang sesungguhnya! Pertempuran yang tidak dimengerti oleh khalayak ramai, tentang masa depan kemerdekaan hampa manusia. Subhanallah! Bulan Ramadhan 1431 H (Agustus 2010) adalah awal dimulainya perang ini. Wa Allahu 'alam bishawab