Wakala Rashanah bertugas melayani pendistribusian dan penukaran dinar dirham, dengan fokus pada muamalah dan merupakan dari Wakala Induk Nusantara. Tinggalkan dan jauhi riba. Mari gunakan dinar dirham untuk transaksi muamalah dan tunai zakat. Uang kertas, bunga bank dan sistem perbankan adalah ilusi perusak muamalah
28 November 2011
Ngobrol Asyik Dinar Dirham - Jakarta, Muamalah Solusi Melawan RIBA
25 November 2011
PENETAPAN HARGA BARANG DAN UANG ADALAH RIBA
Sebelum membahas riba penetapan harga barang dan harga uang fiat money, sebaiknya kita mengetahui bagaimana transaksi pertukaran barang dalam Islam.
2 November 2011
KOMODO, Nasionalisme dan DINAR DIRHAM
16 Oktober 2011
Saatnya Perbanyak Gunakan Dirham Perak
Inilah saatnya setiap orang memperbanyak pemakaian Dirham perak untuk bertransaksi setiap hari. Nilainya sedang kembali murah.
Sejak menjelang Idul Fitri 1432 H lalu 'harga' emas dunia mengalami gonjang-ganjing. Di pasaran internasional nilai hariannya tampak tidak stabil dan naik-turun mirip gerakan yoyo. Hanya karena rupiah terdepresiasi terhadap dolar AS, 'harga' emas domestik di Indonesia tetap naik. Bahkan mencapai rekor tertingginya, sampai melewati angka Rp 550.000/gr, di pasaran di Jakarta.
4 Oktober 2011
Solusi Tuntas Persoalan Palestina
Perjuangan nasionalisme harus dihentikan. Masalah Palestina akan tuntas bila dikembalikan kepada Dienul Islam.
Allah Ta'Ala berfirman dalam surat at-Taubah (9:112),
'Mereka yang bertaubat, mereka yang beribadah,
mereka yang bertahmid,
mereka yang shaum,
mereka yang ruku',
mereka yang sujud,
mereka yang beramar ma'ruf dan mencegah kemunkaran,
dan yang menjaga batasan-batasan (hudud) Allah: berita gembira bagi para mu'minun.'
3 Oktober 2011
Daarut Tauhid Jajaki Terapkan Dirham dan Dinar
Sekitar 35 orang staf, karyawan, dan pengurus Yayasan Daarut Tauhid, memenuhi ruang musholla, di Jl Cipaku, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin 19 September 2011 lalu. Mereka dengan takzim menyimak uraian panjang dari Bpk Zaim Saidi tentang mengapa kita harus kembali kepada Dinar emas dan Dirham perak.
15 September 2011
BABI & RIBA
7 September 2011
Sobat Coklat JAWARA dari Koja
Dua remaja putri memulai usaha ini, dan kini menjadi salah satu pionir Jawara Jakarta Utara.
Awal berdinya SoCo(Sobat Coklat) adalah tanggal 13 juli 2010 dengan dua remaja Dian Maya Sari dan Nurrachmah yang jenuh dengan rutinitas pekerjaan. Keduanya mempunyai gagasan dengan bekal dari seminar dan pelatihan kewirausahaan yang dinaungi Kantor Menpora pada tahun 20007 - 2008, untuk berdagang..
Merdeka Sementara dari Bank Sentral
Pemerintahan kota Filettino, 100 km timur Roma, Italia, memprotes langkah-langkah penghematan yang dilakukan oelh pemerintahan pusat dengan cara unik. Kota kecil ini hanya memiliki 550 orang penduduk. Dalam rencana pemerintah pusat, demi memotong biaya administrasi, kota ini akan dipaksa untuk bergabung dengan kota tetangganya, Trevi.
6 September 2011
Mempertahankan Perpecahan Hari Lebaran
Di balik perpecahan penetapan hari lebaran terdapat kepentingan para bankster.
Lebaran telah usai, para pemudik pun telah kembali ke rutinitas sehari-hari. Namun, masih ada pertanyaan yang terisa dalam benak banyak orang: mengapa sering terjadi perbedaan dalam penetapan hari lebaran? Bisakah hal ini diterima? Dan kalau tidak, bagaimana menyatukannya?
Sebagaimana kita ketahui perbedaan itu bermula dari penggunaan dua cara penetapan hari lebaran - tepatnya penetapan bulan baru tahun hijriah, dalam konteks ini awal dan akhir Ramadhan atau awal Syawal - yang berbeda. Yang pertama adalah melalui cara hisab, dan yang kedua melalui cara rukyat.
13 Agustus 2011
RIBA MENJERAT EROPA
25 Juli 2011
BPIH 2011 Turun 25 Persen Bukan Cuma 1 Persen
Kamis pekan lalu, Pemerintah dengan DPR menyepakati BPIH 2011 ditetapkan rata-rata sebesar Rp. 30.771.900. Dibandingkan dengan tahun 2010, biaya tersebut turun sebesar Rp. 308.700, dengan asumsi nilai tukar dolar AS ke rupiah sebesar Rp. 8.700.
19 Juli 2011
Tragedi Ganda Pendidikan Kita
Tragedi ganda pendidikan kita bukan cuma pengetahuannya telah jadi barang dagangan, tapi bersama dengan sarana dan prasarana pendidikannya adalah bagian industri riba.
Entah apa reaksi Anda membaca berita yang muncul di media massa tiap-tap tahun ajaran baru: biaya pendidikan tinggi kita sampai strata 1 (sarjana), mencapai ratusan juta rupiah. Bahkan bisa di atas Rp 500 juta. Mulai dari Universitas Indonesia di Jakarta sampai Universitas Hassanudin (Unhas) di Makasar, seolah berlomba mematok tarif tinggi. Uang pangkalnya saja, untuk Fak. Kedokteran UI, misalnya, adalah Rp 400 juta, sedang SPP Fak Kedokteran Unhas total Rp 100 juta. Memang ini untuk jalur 'nonsubsidi', tapi biaya kuliah jalur biasa pun akan mencapai puluhan juta rupiah.
1 Juni 2011
Pemberitahuan Mengenai Peraturan Pembatasan Pemesanan Koin
Kepada Yth
Umat Muslim di Indonesia
Bismillahi r-rahmani r-rahim Assalamu alaykum wa rahmatullahi wa barakatuh
Saya mohonkan kepada Allah, subhanahu wa ta ’ala, agar kita semua selalu dalam perlindunganNya
Melihat dari perkembangan eskalasi permintaan koin yang terus menerus meningkat, sehingga stok koin Alhamdulillah selalu habis, Wakala Induk Nusantara akan memberlakukan Pembatasan Pemesanan Koin Sementara terhitung mulai tanggal 1 Juni 2011. Pembatasan ini berlaku baik untuk masyarakat umum maupun Jaringan Wakala dengan ketentuan sebagai berikut:
31 Mei 2011
Manipulasi Emas Perak: Jalan Untuk Hiperinflasi
Tahukah anda bagaimana harga emas itu ditetapkan? Dan kemudian orang-orang percaya dengan harga-harga tersebut. Semua pedagang dan spekulan emas - termasuk kita - menanti terbitnya harga emas terbaru sebelum memulai pasar emas perak, bahkan
24 Mei 2011
Timbangan, Takaran dan Akhirat
- Mendirikan masjid Quba.
- Mempersaudarakan sesama Muslim
- Menetapkan takaran dan timbangan
Timbangan adalah timbangan penduduk Mekkah, dan Takaran adalah takaran penduduk Madinah. (HR. Abu Daud & Nasai).
21 Mei 2011
Awas Tertipu (Dengan Penambahan Syariah) 2
Awas Tertipu (Dengan Penambahan Syariah) 1
9 Mei 2011
Maklumat Pencetakan dan Pengedaran Nisfu Dinar Baru
Kepada Yth
Umat Muslim
di mana pun berada
'Hai kaumku penuhilah takaran dan timbangan yang adil, dan janganlah engkau merugikan hak-hak manusia (dengan mencurangi nilai), dan janganlah berbuat zalim dengan melakukan kerusakan' (QS Hud: 85)
Fulus Kepeng Bali tetap Berlaku
Umat Hindu Bali kini masih menggunakan fulus kepeng sebagai mata uang sakral. Mereka menggunakannya sejak abad X bersama dengan dinar emas dan dirham perak.
Ternyata bukan hanya permintaan koin dinar dan dirham saja yang makin tinggi. Akhir-akhir ini, di Propinsi Bali, umat Hindu juga mulai kesulitan memperoleh pasokan stok koin kepeng tembaga - yang dalam kaidah kita sebagai muslim disebut koin fulus. Padahal Pemerintah Daerah Bali melalui SK Gubernur nomor 68 Tahun 2003, sejatinya sudah mendorong uang kepeng
6 Mei 2011
Wakala Al Faqi Jadi Keluarga Madani
Selama ini masyarakat Jakarta Utara, khususnya daerah Cilincing dan sekitarnya, mendapatkan pelayanan dair Wakala AL Faqi. Tetapi memperluas daya layannya, wakala ini telah meningkatkan kapasitasnya, sekaligus berganti nama, menjadi Wakala Keluarga Madani (WKM).
Analisis tentang Terorisme
Bagaimanakah isu kekerasan dan bom bunuh diri dalam Islam?
Isu Terorisme kembali muncul. Kali ini diberitakan adanya seseorang yang meledakkan bom bunuh diri di sebuah masjid di Cirebon. Dari manakah akar terorisme ini? Dan bagaimana pandangan Islam atasnya? Berikut adalah wawancara dengan
5 Mei 2011
Libya Soal Minyak atau Soal Perbankan
Beberapa penulis telah mencatat fakta ganjil bahwa para pemberontak Libya mengambil waktu rehat dari pemberontakan mereka pada bulan Maret untuk mendirikan bank sentral mereka sendiri - ini bahkan sebelum mereka punya pemerintahan. Robert Wenzel menulis di Jurnal Economic Policy:
25 April 2011
BEBAS RIBA, BEBAS INFLASI DAN BEBAS RAYAP
Itulah yang terjadi di Lucknow, India, dimana sejumlah uang yang tersimpan rapat didalam brankas dengan penjagaan ketat, ternyata luruh hancur dimakan rayap. Bila selama ini makan sepuasnya dengan harga flat hanya pada restoran tertentu, kali ini layak layak pula bank tersebut mencantumkan slogan baru khusus para rayab tentunya "all you can eat buffet at the bank".
9 April 2011
LAWAKAN PARA POLI"TIKUS"
5 April 2011
Dengan Nuqud Lupakan Nominal
Itulah yang al-wakil katakan kepada pak Mansuri, rekan kerja al-wakil yang menawarkan produk herbal senilai Rp.100.000,-. Saat itu al wakil menawarkan pembayaran dengan 2 keping 1 dirham tetapi sempat ditolak karena melihat nilai dirham yang masih Rp.46.300, sehingga dengan 2 keping dirham baru mendapat Rp.92.600. Walaupun sebenarnya pak Mansuri sudah mendapat untung, karena modal pa Mansuri masih jauh dibawah itu, tapi pak Mansuri masih hendak mengambil harga Rp.100.000,
Setelah dijelaskan kegunaan nuqud dirham dan jangan memandang nominal uang FIAT lagi, karena nilai-nilai tersebut adalah tipuan semua dari RIBA, akhirnya pak Mansuri bersedia menjual obat herbalnya setelah ditawar dengan nilai 2 dirham tadi.
4 April 2011
UU Mata Uang dan Redenominasi untuk Siapa?
(R)UU Mata Uang, yang saat ini sedang diparipurnakan di DPR, harus bertujuan memperkuat penggunaan uang rupiah di negeri ini.
Apalagi sejak era 1980-an, mata uang kertas asing telah mengambil alih peran rupiah di banyak tempat di negeri kita. Tak hanya di daerah perbatasan dengan negara-negara tetangga saja, ironisnya di berbagai kotapun mata uang kertas asing mendominasi beberapa item transaksi bisnis. Sebut saja dolar AS, yang menjajah perekonomian kita, baik itu secara langsung maupun secara terselubung.
24 Maret 2011
Awas, Rupiah Kadaluwarsa
Pernahkah terpikir dalam benak anda, bila suatu hari Rupiah yang anda miliki saat ini dinyatakan kadaluarsa oleh BI? Karena itu sebagai seorang Numismatik, saya sarankan kepada anda untuk jangan menyimpan lembaran Rupiah di rumah anda!
Dinar dan Dirham dilindungi UUD 1945
Kebebasan bertransaksi, termasuk memilih alat tukar, dijamin langsung oleh Allah SWT dan Rasulullah salallahualaihi wasalam.
Dalam surat An Nisa ayat 29 Allah Subhanahuwata'ala berfirman, "Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antaramu.�'' Maka "antaraadhin minkum", "suka sama suka di antaramu", merupakan rukun pertama sahnya sebuah transaksi. Ini berarti tidak seorang pun boleh memaksakan kehendak dalam bertransaksi. Termasuk di dalam larangan ini, tentu saja, adalah pemaksaan alat tukar tertentu.
23 Maret 2011
Cina Dongkrak Harga Perak
Perkiraan hampir semua analis logam mulia, yang menyatakan bahwa nilai perak akan terus meningkat, semakin menemukan kebenarannya. Dalam satu dua hari terakhir ini harga perak dunia melampaui 36 USD/troy ounce, akibat dari kenaikan sampai 3% dalam sehari saja. Rupanya, lagi-lagi, ini karena tindakan pemerintah Cina. Selain emas, mereka mulai memborong perak, yang turut mendongkrak harganya.
22 Maret 2011
Fatwa tentang Riba dan Pemanfaatan Bunga Deposito Bank
Banyak kaum Muslim bingung bersikap: bagaimana memperlakukan bunga bank? Fatwa ini memberikan jawaban
Untuk memberikan kepastian tentang sikap yang sebaiknya diambil oleh seorang muslim, yang saat ini belum bisa bebas dari berhubungan dengan bank, Haji Umar Ibrahim Vadillo menulis sebuah fatwa , akhir 2006. Judulnya: Fatwa on Banking and the Use of Interest Received on Bank Deposits (Fatwa tentang Perbankan dan Penggunaan Bunga Deposito). Ini adalah sebuah dokumen fatwa setebal 66 halaman ia
21 Maret 2011
Dinar Dirham Dari Sekolah ke Sekolah
Ada banyak cara memperkenalkan dan menjelaskan penarapan kembali Dinar, Dirham dan Fulus kepada masyarakat. Yang paling efektif adalah melalui penerapan langsung dalam jual beli dan transaksi lainnya, khususnya melalui Festival Hari Pasaran (FHP), sebagaimana yang diselenggarakan oleh JAWARA (Jaringan WIrausahawan dan Pengguna Dinar Dirham Nusantara) yang sampai saat ini telah berlangsung sekitar 35 kali, di berbagai kota. Cara lain, melalui pengajian, seminar, dan forum-forum diskusi, baik secara terbatas maupun
Dinar dan Dirham Mata Uang Masyarakat Cirebon
Teks-teks tentang sejarah kesultanan di wilayah Cirebon tentunya sudah acap ditelaah oleh para ahli. Namun demikian, boleh jadi, baru kali inilah diungkapkan sebagai salah satu bukti tertulis bahwa Dinar emas dan Dirham perak merupakan mata uang masyarakat Cirebon sejak awal berdirinya Kesultanan Islam di Jawa Barat ini. Dan yang mengungkapkan hal ini adalah Sultan Sepuh XIV sendiri, dari Kesultanan Kasepuhan, Cirebon, dalam Seminar "Pengenalan Dinar Dirham Sebagai Alat Tukar yang Mudah dan Handal terhadap Hiperinflasi", di Kampus IAIN Syekh Nurjati, Cirebon, Gedung Cirebon Center, 15 Maret lalu.
20 Maret 2011
CESCO Logistik Jawara
Nama resminya adalah PT. Delta Fortuna Forwardes, tapi dikenal dengan nama dagang Cesco Ini adalalah perusahaan jasa kurir dan logistik yang berdiri sejak 2004 dan merupakan anggota dari A-Z Freight Forwarders Worldwide. Sebagai perusahaan jasa kurir Cesco yang mungkin relative baru ia harus bersaing dengan perusahaan sejenis yang telah jauh lebih dulu ada dan dikenal.
Karena itu Cesco (http://www.cesco-logistics.com) menawarkan beberapa jenis jasa layanan, antara lain:
- Cesco "Indonesia Mid Day Delivery". Ini layanan yang ditawarkan untuk pengiriman barang atau dokumen dalam waktu setengah hari. Tiba sebelum jam 2 siang, untuk seluruh wilayah Indonesia.
- Cesco "Jakarta Quick Runner". Ini termasuk layanan kilat. Ditawarkan untuk keperluan harian dengan jangka waktu dua jam sampai tujuan. Layanan ini ditawarkan dengan tanpa syarat minimal berat dan jumlah order.
- Cesco "Logistics Solutions". Layanan ini ditawarkan untuk kebutuhan khusus, dengan layanan total, dengan biaya murah dan efektifitas tinggi.
Kota-kota di mana ada agen Cesco adalah: Balikpapan, Surabaya, Pekanbaru, Banda Aceh, Medan, Padang, Jambi, Bengkulu, Palembang, Pangkal Pinang, Tanjung Pandan, Bandar Lampung, Sumbawa , Bandung , Cirebon, Purwokerto, Pekalongan, Semarang, Solo, Yogyakarta, Denpasar, Mataram, Kupang, Banjarmasin, Pontianak, Palangkaraya, Makassar, Palu, Gorontalo, Kendari, Manado , Jayapura, Biak, Timika, Sorong, Ambon. Sejak akhir Februari 2011 Cesco telah bergabung sebagai anggota Jawara (Jaringan Wirausahawan dan Penguna Dinar Dirham Nusantara). Maka, pembayaran untuk layanan Cesco menerima Dirham perak dan Dinar emas, selain rupiah.
Bagi yang ingin memanfaatkan layanan Cesco, hubungi:
PT. Delta Fortuna Forwarder
Ekspedisi dan Logistik
Jl. M. Kahfi no. 1
Komp. Ruko JAM Blok C3
Telp. 021-78840825
Fax. 021-7819316
email : tsutomo@cesco-logistics.com
web: http://www.cesco-logistics.com
15 Maret 2011
Belanja Blackberry Memakai Dinar
Tidaklah sulit sebenarnya menggunakan dinar atau dirham sebagai alat tukar. Pernyataan segelintir pihak bahwa dinar dan dirham hanya diterima sedikit khalayak dan kalangan terbatas tidak terbukti. Selama ini al-wakil sendiri sudah dapat membelanjakan dirham nya sewaktu membeli kebutuhan pokok, dan faktanya pemakaian dinar dirham akan semakin meluas. Dikembalikan pada diri pribadi, apakah akan memulai atau duduk menunggu saja.
Diawali keinginan al-wakil untuk mencari pengganti handphone, inisiatif al-wakil mulai mencari pedagang handphone yang mau menerima dinar. Didapat dari salah satu anggota jawara yaitu ibu novelita selaku pemilik dari toko handphone fidzacell, maka dilakukan jual beli smartphone type blackberry pada 26 februari 2011. Harga awal dalam rupiah yang dikaitkan nilainya pada dinar senilai 1.5 dinar ditambah sedikit rupiah. Mengenai harga apakah lebih mahal atau lebih murah, itu adalah relatif, selama dua belah pihak mengetahui nilai sesungguhnya benda yang dipertukarkan dan kembali pada kerelaan dua belah pihak.
Untuk anda yang hendak membelanjakan dinar dirham untuk membeli handphone dapat menghubungi
Ibu Novelita
Jln Raya Luinanggung rt 03 rw 02 no 4
Cimanggis, Depok
telp: +6281389912344
email: nvllita8@gmail.com
Untuk pedagang lainnya, tidak usah khawatir menerima dinar dirham sebagai alat tukar.
Demokrasi Versus Nomokrasi
Sebuah penjelasan yang jarang diperoleh tentang tata pemerintahan Islam versus humanis-atheis.
Pengorganisasian masyarakat Islam dilaksanakan dalam suatu tatanan masyarakat kesejahteraan yang dijalankan oleh suatu Daulah, mengikuti ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam syariah. Menurut Shaykh Dr. Abdalqadir as-Sufi (2002) dalam Sultaniyya kata Daulah (Arab: Dawla) memiliki akar kata dal-alif-lam dan memiliki arti 'merubah setiap saat, mengambil giliran, menggantikan dan memutar'. Kata ini juga bermakna 'memenangkan dan mengungguli'; juga memiliki arti 'menukar, dan meneruskan'. Dari sini dijelaskan pengertiannya yang lebih luas bahwa tatanan politik Islam harus didasarkan kepada pergerakan dan pemerataan kekayaan. Tiga kekuatan yang melekat di dalamnya yang akan menggerakkan kekayaan ini adalah: pasar dan perdagangan, zakat, dan sebagai instrumen pemerataan terakhir, melalui jalan pembagian harta pampasan perang (ghanam).
Nomokrasi
Tatanan politik Islam in dapat dikenali sebagai Nomokrasi: bermakna 'hukum yang berkuasa' (rule of law). Berbeda dari demokrasi yang mengenal tiga pilar sebagaimana disebut di atas nomokrasi hanya mengenal dua pilar: eksekutif dan yudikatif. Dalam tata pemerintahan Islam tidak dikenal lembaga legislatif. Dengan kata lain, berbeda dari negara demokrasi yang mengatur kehidupan berdasarkan ketetapan-ketetapan yang dibuat oleh manusia (legislatif), dan karena itu kekuasaan (sovereignty) ada di tangan beberapa orang (yang disebut sebagai Parlemen itu), nomokrasi Islam mengatur kehidupan berdasarkan hukum sebagaimana yang telah ditetapkan dalam syariah.
Konsekuensi pertama dari tata pemerintahan yang berbeda ini adalah ada atau tidaknya 'kelas politisi'. Dalam demokrasi, dengan sendirinya, diciptakan kelas politisi, yang mengklaim diri mereka mewakili warga negara lainnya, tetapi dalam kenyataannya hanya bertindak untuk menjaga kepentingan tertentu yang diabdinya. Paling jauh mereka mewakili kepentingan pribadi mereka. Dalam nomokrasi Islam tidak dimungkinkan terciptanya 'kelas politisi', apalagi 'kelas kapitalis', karena dua alasan. Pertama, Islam tidak mengenal konsep perwakilan politik sebagaimana telah disebutkan di atas. Kedua karena riba dilarang dalam Islam, mekanisme utama terbangunnya kapitalisme tidak dimungkinkan.
Untuk mempertegasnya, sekali lagi, tata pemerintahan Islam tidak dijalankan atas dasar kekuasaan pada manusia (konstitusi, Parlemen) melainkan atas dasar ketentuan hukum (rule of law, syariah). Hukum buatan manusia bukanlah hukum yang sebenarnya yang bertujuan menciptakan keadilan, melainkan cerminan kepentingan-kepentingan mereka yang menyusunnya. Dalam nomokrasi, kalaupun ada semacam Parlemen maka perannya bukanlah membuat dan menetapkan undang-undang, tetapi merupakan lembaga konsultatif, yang dikenal sebagai shura. Hukum syariah juga bukan 'milik' eksekutif, karena ia bersifat abadi.
Para fuqaha yang mengendalikan cabang eksekutif semata-mata hanya menafsirkan syariah berdasarkan ketentuan fikih. Kita akan kembali membahas soal ini nanti, dan menunjukkan kekeliruan para pembaru Islam, yang mengajukan suatu konsepsi yang disebut sebagai 'sistem hukum modern berdasarkan syariah'. Pembentukan otoritas dalam nomokrasi Islam, yang sekaligus menjadi sumber legitimasinya, tidak dilakukan dengan cara 'pemilihan umum' sebagaimana dalam sistem demokrasi, melainkan melalui pengakuan langsung atas otoritas sang pemimpin (baiat).
Penegakkan Amr
Pengakuan dan pembentukan otoritas (amr), dalam Islam, wajib hukumnya. Al Mawardi dalam bukunya, Al Ahkam as-Sultaniyyah mengatakan, 'Kepemimpinan ditetapkan untuk melanjutkan kerasulan sebagai cara untuk menjaga dien dan mengelola urusan dunia'. Ibn Khaldun, dalam bukunya Muqaddimah, juga menyatakan hal yang sama. Ia mengatakan, 'otoritas untuk dapat melakukannya (memenuhi ketetapan syariah dan urusan dunia) dipegang oleh wakil hukum agama, yakni Rasul; dan kemudian pihak yang meneruskannya, para khalifah'. Dan otoritas yang terbentuk ini, seperti telah disinggung di atas, tidak mewakili kehendak kolektif rakyat - yang bisa benar atau salah - tetapi mewakili kehendak Allah, yang tidak mungkin salah.
Satu-satunya standar untuk mengevaluasi otoritas bersangkutan adalah apakah ia accountable atau tidak terhadap ketetapan syariah. Dengan kata lain, sang pemimpin, harus tunduk terhadap ketetapan otoritas yang lebih tinggiyang bukan datang dari manusia lain (yang diklaim sebagai 'rakyat' [Konstitusi] dalam sistem demokrasi), tetapi dari Allah. Di sini fungsi sebenarnya para fuqaha adalah sebagai kekuatan pengendali para pemegang otoritas, bukan seperti yang terjadi di zaman kini ketika para ulam ajustru mengambilalih kepemimpinan umat. Akibatnya, terbentuklah semacam 'kerahiban' di satu sisi, dan kevakuman kepemimpinan politik umat di lain sisi.
Dalam buku-buku teks ilmu politik pandangan semacam ini, tentu saja, tidak pernah dituliskan. Sebab teori politik modern didasarkan kepada keyakinan bahwa 'Kekuasaan" ada di tangan 'rakyat' dan di luar itu diberi arti sebagai tirani. Dalam Islam otoritas tertinggi dan valid tiada lain, tentu saja, adalah yang ada pada Allah sendiri. Inilah nomokrasi yang, secara pejoratif, acap dilabelisasi sebagai teo-krasi. Nomokrasi merupakan tatanan masyarakat yang berdasarkan pada fitrah. Sedangkan demokrasi, atau tepatnya sistem negara struktural, adalah tatanan masyarakat yang dikendalikan oleh sebuah mesin kekuasaan, sistem yang dirancang atas dasar rasionalisme. Tujuan negara struktural adalah untuk mengendalikan dan menindas hak-hak pribadi warga negaranya sendiri.
Dalam konteks ini dengan mudah dapat ditunjukkan inkonsistensi 'teori politik Islam' yang mengajarkan tentang 'demokrasi Islam'. Seorang pemimpin yang menetapkan bahwa 'riba itu haram' berarti ia bertindak 'mewakili' Allah dengan menjalankan syariah. Ia menjadi penguasa yang accountable. Sedang demokrasi adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak. Seandainya mayoritas, kehendak kolektif publik, mengatakan bahwa 'riba itu halal' dan penguasa mengikutinya dan memutuskan bahwa 'riba itu halal', ia telah bertindak demokratis. Tapi, keputusan ini tidak lantas menafikan ketetapan syariah, bahwa 'riba itu haram'. Hal ini hanya membuktikan bahwa 'perwakilan rakyat', bagaimana pun, tidak dapat melangkahi otoritas Allah.
Daulah Islam, berbeda dengan negara fiskal, tidak menarik pajak dari warganya. Satu-satunya 'pajak' yang ditariknya, secara terbatas kepada orang kaya saja dan dalam proporsi yang sangat kecil (tergantung komoditas yang terkena ketentuan), adalah zakat. Zakat, tidak seperti pajak, tidak sedikitpun yang dibolehkan untuk dipakai membiayai keperluan pemerintahan, melainkan sepenuhnya harus didistribusikan kepada anggota masyarakat yang berhak. Pembagian zakat harus dilaksanakan dalam waktu yang sangat segera dan karenanya tidak dimungkinkan terjadinya penimbunan(yang dalam konteks sekarang berarti berada dalam sistem perbankan). Pendapat sejumlah orang yangmengatakan bahwa pajak adalah 'zakat modern' sungguh keblinger. Zakat bukan (sumber) pendapatan pemerintah, tetapi merupakan bagian dari kewajiban pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Islam Tak Mengenal Negara
Di sini sangat penting bagi kita untuk memahami makna istilah 'negara' secara tepat. Kita harus menemukan padanan yang paling sesuai dengan hukum Islam untuk suatu pengertian yang mengacu kepada suatu fungsi otoritas. Istilah yang tepat untuk itu hanyalah 'pemerintahan' (government) bukan 'negara' (state) yang secara lebih tepat berarti 'negara fiskal' (fiscal state) sebagaimana telah diuraikan di atas. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, dan akan kita buktikan segera di sini, negara fiskal adalah konsepsi negara kapitalis yang asing bagi Islam.
Dengan sangat mudah dapat dibuktikan, di dalam mesin kekuasaan negara fiskal - negara-negara republik dan demokratis atau monarki parlementer atau negara sosialis - sebgaian besar pajak yang dikumpulkan negara dari rakyatnya berasal dari atau kembali kepada (sistem) perbankan. Modus ini beroperasi sejak awal terbentuknya negara fiskal ini, mengikuti diakhirinya tata pemerintahan personal di Eropa pada awal abad ke-18 dan abad ke-19. Perubahan radikal tata pemerintahan ini dimulai oleh Revolusi Perancis (1789), kemudian Revolusi 1848 (gerakan republikanisme) yang terjadi di berbagai wilayah Eropa.
�Dalam kapitalisme lanjut di zaman modern kini negara-bangsa justru kembali menjadi tidak relevan. Kedaulatan politik pada tingkat pemerintahan nasional telah hilang karena telah dipisahkan dari motor sumber kekuasaan itu, yakni uang. Rezim pemerintahan sah yang dibentuk melalui prosedur demokrasi (Pemilihan Umum) tidak lagi menjadi kewenangan, karena telah diambilalih oleh 'Kekuatan Uang' internasional. Prosedur pemilu demokratis itu sendiri telah sepenuhnya menjadi sekadar formula aritmatik yang berfungsi sebagai mesin politik yang menghasilkan pemimpin-pemimpin berkualitas buruk yang sebelumnya - melalui mekanisme partai politik - telah ditapis oleh kekuatan uang. Siapapun yang mampu mengumpulkan angka (suara) terbanyak;, yang dapat diperoleh dengan kekuatan uang (tanpa harus berarti membeli suara), dia yang akan memimpin.
*Kutipan dari buku "Ilusi Demokrasi" Bab 1- buku ini dapat diperoleh di Dinar Shop
11 Maret 2011
Marhaban: Dirham Perak AS
Di tengah mata uang kertas dolar AS yang terus makin terpuruk, dengan perekonomian dalam negeri mereka yang juga belum membaik, kaum Muslim Amerika Serikat, memutuskan memulai mencetak Dirham perak mereka sendiri. Dirham AS ini mereka sebut sebagai "Amerika Silver DirhamTM", mulai diproduksi oleh Wakala Dinar LLC, dan dicetak oleh American Open Currency Standard (AOCS) Mint.
Sejalan dengan tradisi dan syariat Islam, produksi nuqud ini harus di bawah otorisasi seorang ulil amri, dan diawasi olehnya, maka Dirham AS ini dicetak di bawah Amirat North Carolina, dengan Amir Najib Abdul-Haqq, sebagai orang yang memastikan kualitas dan akurasi berat dan kadar koinnya.
Dirham AS mengandung 2,975 gram perak murni, yang merupakan standar koin Dirham menurut Syariah Islam, yang diterima secara umum. Secara historis, Dinar memiliki berat satu mithqal, dan Dirham adalah 7 / 10 dari satu Mithqal. Standar ini ditetapkan oleh sebuah badan pengawasan internasional, World Islamic Mint (WIM), dengan demikian, seperti halnya koin Diurham WIN di Indonesia, koin ini disetujui oleh WIM. Dalam konteks AS, juga diakui oleh AOCS.
AOCS merupakan inisiatif lokal Amerika untuk memberikan kerangka kerja tenang mata uang yang kuat bagi rakyat Amerika. Terinspirasi oleh pengusaha pasar independen yang visioner dan Arsitek Keuangan, Bernard von NotHaus, yang dikenal dengan Dollar Liberty, AOCS bekerja dengan masyarakat lokal untuk membantu mereka mengembangkan koin mereka sendiri untuk perdagangan barter, dan memastikan bahwa semua yang dipertukarkan sesuai dengan standar baku.
Koin-koin Dirham AS tersedia untuk ditukar dari www.dinarwakala.com. Saat diumumkan 8 Maret 2011 kemarin, nilai tukar Dirham AS adalah 5.8 dolar AS.
9 Maret 2011
Penjelasan Mengenai Dinar 24 Karat
Penjelasan tentang mengapa Dinar emas WIM adalah emas 22 karat dan bukan 24 karat dari Haji Umar Ibrahim Vadillo
Pengantar Redaksi:
Belum lama ini ada pihak yang menerbitkan fatwa, yang menyatakan bahwa Dinar seharusnya terbuat dari emas 24 karat dan beratnya adalah 4.44 gr, dan bukan 4.25 gr. Konsekuensinya, karena ketetapan rasio antara Dinar dan Dirham adalah baku, yaitu 7/10 dalam berat, maka berat Dirham mereka pun tidak lagi 2.975 gr, tetapi 3.11 gr.
Karena itu, perlu diberikan penjelasan tentang alasan dan dasar WIM/WITO, menggunakan standar emas 22 karat dan berat 4.25 gr ini. Haji Umar Ibrahim Vadillo, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas standarisasi koin WIM, telah memberikan tanggapan terbuka mengenai hal ini. Haji Umar menyatakan bahwa berdasarkan percobaan yang dia telah lakukan, dan dari hasil konsultasi dengan ulama dan ahli metalurgi, selama hampir dua dasawarsa ini, ia berkesimpulan: 'kita tidak bisa menggunakan koin 24k.'
Menurut Haji Umar Vadillo ada dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan standar ini, yaitu 'amal (praktek yang pernah ada) dan lainnya adalah kepraktisan (yaitu daya tahan) dari koin. Dari 'amal kita mencari cara mencetak koin yang paling orisinil. Sementara, persoalan daya tahan koin tidak akan terlihat pada awal ketika koin baru dicetak, dan hanya akan terlihat kepentingannya saat koin itu telah kita gunakan untuk berbagai keperluan, artinya ketika koin telah berpindah dari tangan ke tangan.
Dan di sinilah persoalannya: koin dengan emas berkadar 22k memiliki daya tahan rata-rata 15 tahun, tetapi koin dengan emas 24k hanya memiliki daya tahan 3 tahun. Ini berarti setiap 3 tahun kita harus menarik koin-koin tersebut, karena harus dicetak ulang, akibat aus. Tentu saja hal ini sangat mahal, dan tidak praktis, dan karenanya menjadi tidak ada gunanya mencetak koin.
Untuk penjelasan yang lebih detil, berikut ini adalah argumentasi dari Haji Umar Ibrahim Vadillo, yang di sini dikutip sepenuhnya. Dimulai dari dua pertimbangan di atas, yaitu �amal dan daya tahan:
***
1. 'AMAL
Pada masa awal Islam teknologi emas 24k tidak ada. Kadar emas modern, 999.9, belum ditemukan sampai 1874 oleh Emil Wohlwill, melalui proses Wohlwill. Jadi, ketika kita berbicara tentang emas murni seperti yang kita mengerti hari ini, kita harus menyadari bahwa ini adalah sesuatu yang baru dan berbeda dengan yang disebut emas murni pada masa-masa awal. Proses metalurgi yang paling umum di Zaman Romawi untuk memurnikan logam mulia terdiri atas perlakuan bijih pada temperatur tinggi dengan operasi yang dikontrol secara hati-hati untuk memisahkan emas dan perak dari logam dasar yang mungkin hadir dalam bijih. Logam mulia tidak mudah teroksidasi seperti halnya logam dasar. Masalahnya adalah ketika mau memisahkan emas dari peraknya. Mereka menggunakan teknik yang disebut 'sementasi garam', untuk lebih lanjut memisahkan emas dari perak dengan berbagai tingkat keberhasilan tergantung pada mint tersebut. Oleh karena itu kualitas koinnya tergantung pada dua faktor utama: kualitas bijih asli dan kemampuan teknis mereka sendiri. Dinar asli yang ditemukan melalui proses arkeologi adalah antara 20k dan 23k.
Inilah proses yang paling mungkin digunakan pada saat Dinar dan Dirham pertama dicetak oleh Khalifah Abdulmalik dan sepanjang seluruh Periode Umayyah. Tidak diragukan lagi bahwa NIAT mereka adalah untuk menghasilkan koin 'emas murni' tetapi mereka TIDAK BISA seperti yang kita mengerti hari ini. Ironisnya kandungan kotoran yang tidak mereka niatkan itu memberikan ketahanan pada koin. Hal ini membawa kita kepada masalah yang kedua.
2. KETAHANAN
Emas 24k begitu lunak hingga dengan tekanan tangan Anda, Anda dapat menekuk satu dinar menjadi fusilli (pasta). Jika jatuh ke lantai yang keras koin itu akan penyok. Jika Anda menyimpannya di saku Anda bersama dengan koin lain (yang lebih keras) untuk jangka waktu lama, akan menghapus berbagai fitur, tanda, gerigi tepi, dll. Semua ini terjadi dengan konsekuensi koin kehilangan beratnya. Berapa jumlah penurunan berat koin yang dapat ditoleransi sebelum koin tersebut tidak lagi menjadi satu dinar (berat)? WIM mengatakan 1%, yaitu, apabila berat dinar jatuh di bawah 4.20gr, maka koin ini tidak lagi merupakan dinar. Pada titik itu, menurut WIM, koin ini harus ditarik dan dicetak ulang. Ini adalah bentuk tanggung jawab yang harus dilakukan.
Sedikit pengetahuan metalurgi: bila Anda menambahkan 10 persen perak untuk koin emas 24k Anda menlipatduakan kekuatannya. Bila Anda menambahkan 10 persen tembaga Anda meningkatkan kekuatannya 20 kali. Campuran 50/50 dengan perak dan tembaga dalam koin 917 (22 k) memberikan lebih dari 5 kali kekuatan aslinya.
PENILAIAN SAYA
Koin berkadar 24k tidak ada di Madinah. Koin 24k bagus untuk ditempatkan dalam lemari besi atau safe deposit box, tetapi tidak untuk bersirkulasi. Sebuah mint yang bertanggung jawab tidak hanya bertanggung jawab untuk menjual koin dan 'hanya itu', tetapi HARUS MENERIMA tanggung jawab atas masa hidup koin. Koin 24k lebih mudah dicetak ketimbang koin 22k, jadi adalah normal bila beberapa orang yang tidak bertanggung jawab akan mengambil keuntungan dari hal ini, dan memasarkan koin 24k. Mereka berpura-pura memiliki koin 'lebih baik'.
Koin 24k adalah koin yang tidak lebih baik, SEBENARNYA ini adalah koin yang buruk. Dalam fiqh Imam Malik kita mendengar 'koin tidak populer' (makruha). Makruha berarti 'orang tidak mau'. Ini bukan pernyataan yang terkait dengan kemurnian, tetapi pernyataan pada penerimaannya oleh masyarakat. Orang memilih sesuai dengan apa yang mereka temukan lebih handal.
'Malik berkata bahwa adalah tidak baik ketika bertukar [dilakukan] dengan memberikan koin-koin lama yang bagus dan menambahkan bersama mereka batangan emas dalam pertukaran untuk emas Kuffic*) yang telah aus, yang tidak populer ('makruha' yang orang tidak suka), dan kemudian mengangapnya sebagai pertukaran dengan setara untuk setara. 'Apa yang penting tentang ini adalah bahwa Imam Malik tidak bisa menerima perlakuan 'setara untuk setara' ini karena menganggap bahwa koin makruha tidak lagi dalam 'standar' dinar. Hal ini penting untuk memahami argumentasi kita.
*Emas dari Kufah adalah koin rusak atau aus dengan berat kurang dari apa yang seharusnya dan mereka tidak disukai.
Beberapa orang piker untuk jawaban masalah ketahanan dan penerimaan ini adalah dengan membuat koin dengan berat emas yang tepat (4,25 gr atau 1 mithqal) dan kemudian menambahkan beberapa materi penguat, maka koin akan bertambah beratnya menjadi 4.5 atau yang serupa. Ini tidak mungkin. Sebuah Dinar adalah ukuran berat yang sama dengan 1 mithqal. Anda tidak dapat meningkatkan berat dari dinar untuk menjaga 4.25gr dari 24k emas. Ini salah. Berat tidak dapat diubah.
Sampai disini tidak ada pendapat.
Sekarang, ijtihad pribadi saya, dan karena itu PENDAPAT SAYA, mengenai hal ini adalah:
'Agar kita mencetak Dinar dengan bahan emas semurni mungkin sementara tetap menjamin fungsinya sebagai alat tukar. Dan Allah tahu yang terbaik.'
PENDAPAT SAYA adalah bahwa kita harus memiliki satu standar tunggal dengan tingkat keamanan tertinggi yang kita mampu mengingat bahaya pemalsuan MODERN. Pemalsuan adalah masalah besar bagi koin: mengurangi nilai uang riil; kenaikan harga artifisial (inflasi) karena mendapatkan lebih banyak uang beredar dalam perekonomian - peningkatan dalam jumlah uang beredar secara tidak sah dan menurunkan penerimaan uang oleh masyarakat.
Dalam rangka meningkatkan penerimaan maka langkah-langkah anti-pemalsuan koin harus diambil dengan meningkatkan detail kehalusan dalam pencetakan (meningkatkan kualitas koin) dan tepi koin yang bergerigi atau dipilin (ditandai dengan alur paralel) digunakan untuk menunjukkan bahwa tidak ada logam berharga yang telah terkikis. Ini akan mendeteksi bila terjadi pengikisan atau pengupasan tepi mata uang. Namun, ini tidak mendeteksi gesekan atau getaran koin dalam tas dan pengambilan debu yang dihasilkannya. Untuk mencegah penyusutan koin hanya bisa dilakukan dengan meningkatkan kekuatannya. Ada masalah lain.
Pemalsuan koin zaman sekarang menjadi seni yang canggih. Pemalsu mampu menciptakan paduan metal yang dapat lulus tes berat jenis [cara menentukan kemurnian emas]. Satu-satunya cara untuk mencegah mereka adalah dengan meningkatkan langkah-langkah anti-pemalsuan kita. Dan perlu untuk dikatakan, langkah-langkah ini harus diambil di awal pencetakan dan bukan nanti ketika koin palsu telah ada dalam sirkulasi tanpa ketahuan. Sebuah mint yang tidak mempertimbangkan ini adalah tidak bertanggung jawab.
Ada langkah-langkah modern anti-pemalsuan yang dapat membantu orang yakin pada mata uang mereka. Ringkasnya teknik ini terbagi dalam dua jenis: terlihat dan tidak-terlihat. Teknik anti-pemalsuan terlihat adalah yang terpenting buat kita, sebab teknik yang tak-terlihat perlu alat pendeteksi yang tidak akan tersedia bagi sebagian besar pengguna. Kami telah mempelajari yang terbaik dari mereka. WIM sedang menguji cobanya saat ini.
Menambahkan fitur keamanan pada koin mengubah cara kit amencetak koin. Pertama, hal ini memerlukan sebuah standar tunggal. Sangat tidak logis untuk meminta pedagang dan konsumen untuk dapat mengenali 20 jenis dinar di pasaran. Karena solusinya bisa berbeda-beda kita memerlukan otoritas tunggal yang melayani sebagian besar pencetak (mint). Beberapa orang, misalnya, mungkin berpendapat bahwa koin yang terbaik dan menjadi lebih keras adalah koin yang terbuat dari tembaga dan emas (tanpa perak) dan dengan kemurnian 20k. Orang lain akan berkata: 21k, 22k, 23k, dll. Hanya satu standar koin akan memungkinkan kita untuk mencapai fungsi maksimum dan secara global dan akan membantu kita untuk mencegah pemalsuan modern. Itulah sebabnya kita memiliki WIM.
WIM memilih 22k. Perlu diperhatikan bahwa 99% dari uang yang pernah dicetak di dunia ini dan DIGUNAKAN SEBAGAI UANG adalah 22k, bahkan ketika teknologi untuk membuat 24k (yang lebih murah untuk memproduksinya) telah tersedia. Alasannya? Koin 24k tidak tahan lama dan 22k member keseimbangan yang baik antara kemurnian dan kekuatan dengan keperluan teknologi yang relatif rendah.
Namun demikian, pendapat saya adalah tidak ada yang salah dalam pencetakan koin 24k (atau 23k untuk hal ini) JIKA mereka mengerti apa yang mereka lakukan. Tetapi jika tidak, mereka tidak bertanggung jawab. SESUNGGUHNYA saya berpendapat bahwa solusi ideal adalah mendapatkan koin 24k dengan kekuatan dari 22k. Jika hal ini secara teknis dapat kita lakukan dengan biaya yang masuk akal saya akan berpikir ini adalah mata uang yang ideal. WIM mencari solusi ini. Sementara itu dengan keterbatasan pengetahuan kami, kami telah menempuh koin emas 917 dengan campuran perak dan tembaga untuk membuat koin cukup kuat untuk berfungsi sebagai uang. Dan Allah Maha tahu yang terbaik.
Adapun orang-orang yang telah menulis fatwa di Indonesia kita tahu siapa mereka. Mereka dipimpin oleh seorang pria yang kita kenal dengan sangat baik dan ia sama sekali sesat. Dari fatwa mereka, saya hanya tahu kesimpulan mereka dalam hal berat (4,5) dan kemurnian (24k) dan sedikit metodologi mereka yang muncul dari pembicaraan dengan mereka. Saya tidak setuju dalam hal berat 'mereka', karena kita punya fakta tanpa kontroversi secara otentik dinar yang terawat dari masa Umayyah yang asli yang jelas menetapkan 4.25gr sebagai umum diterima. Rupanya, sekarang mereka berpendapat bahwa mereka 'tidak dapat menerima koin standar Umayyah', tapi saya tidak menemukan pembenaran untuk itu. Saya juga tidak sepakat dengan mereka berkaitan dengan soal 'kemurnian', karena tidak memecahkan masalah yang sangat penting, daya tahan.
Mereka juga berargumen bahwa 'daya tahan bukanlah masalah dalam Hukum Islam dan karena itu mengambilnya menjadi pertimbangan adalah 'pertimbangan sekuler'. Mereka salah lagi, karena kepentingan umum (Masalah al-mursalah) merupakan pilar dasar fiqih kita. Masalah al-mursalah menentukan bahwa bila Anda harus memilih hal-hal yang baru karena belum ditegakkan atau dibatalkan oleh syariah, Anda harus memilih salah satu yang lebih baik untuk masyarakat. Sebagai jawaban kepada mereka, saya berpendapat bahwa teknologi 24k adalah sesuatu yang baru dan tidak memperhatikan isu-isu praktis atas koin 24k yang beredar (dan dengan demikian mengabaikan kepentingan umum) bukan merupakan bagian dari Hukum Islam.
Untuk semua alasan tersebut, dalam pandangan saya, Fatwa Dinar 24 K adalah salah. Tetapi jika mereka bersikeras, mereka harus mencetak koin mereka sendiri, sementara kami mengingatkan masyarakat Indonesia terhadap berbagai isu ini. Itu sudah cukup.
Allah memberikan petunjuk kepada siapa pun yang Ia kehendaki. IA menuntut ketaqwaan dari kita dan kita harus memberikannya setiap saat. Takut kepada-Nya adalah bagian dari kesepakatan yang akan mencegah kita terbutakan oleh kebanggaan terselubung. Dalam mencari Petunjuk kita harus lebih dekat lagi kepada-Nya sampai tak ada yang tersisa dari kita. Menyerahkan kehendak kita kepada-Nya adalah cara untuk melihat. Ini adalah jalan kesuksesan. Kami peduli kepada-NYA, Dia akan peduli pada kita, dan koin kita. Kami mohon kepada Allah untuk memasukkan kita di antara orang-orang yang bertaqwa. Amin
26 Februari 2011
Sistematis RIBA membunuh kita
Negeri kita negeri berkah, sumber daya manusia banyak, tanah subur, ternak sehat, dan cuaca yang mendukung sistem pertanian. Minyak, aspal, emas, kayu melimpah.
Ini semua adalah modal positif untuk kemakmuran dan kesejahteraan. Tetapi mengapa masih ada berita masyarakat tewas kelaparan, kurang gizi dan memakan makanan yang seharusnya menjadi jatah ternak.
Bila kita tanyakan itu semua banyak jawaban bermunculan, tetapi jawaban utamanya adalah karena merebaknya RIBA yang tak terkendalikan. Uang rupiah yang kita pergunakan adalah salah satunya. Uang bagi masyarakat sudah seperti candu, walau ada pameo mengatakan uang bukan segalanya, tetapi segalanya perlu uang. Karena uang dipaksakan sebagai alat tukar barang dan jasa, maka seolah ekonomi tak bergerak bila tak ada uang dalam masyarakat tersebut. Era barter hanya bisa dilakukan komunitas kecil, walau dalam skala besar sebenarnya bisa saja dilakukan.
Fungsi kepemimpinan dimanapun juga seharusnya bertindak sebagai kelompok pengatur (regulator) hal-hal terkait dengan komunitas yang terlingkup dalam sistemnya, dan tanggung jawab terpenting dalam skala ekonomi adalah selaku penjamin dan penjagaan kebenaran takaran, ukuran, dan timbangan di pasar. Lalu penjamin dan penjaga alat tukar yang sah dan berlaku pada komunitasnya. Alat tukar tersebut harus tersedia (dalam hal ini uang FIAT) sesuai dengan jumlah produksi dan kemampuan daya beli komunitas tersebut terhadap barang dan jasa. Katakanlah kalau tiba-tiba uang tak ada, seorang peternak membayar biaya sekolah anaknya dengn 2 ekor ayam, karena toh bila ayam dijual akan jadi uang juga, jadi lebih baik langsung saja untuk bayar sekolah.
Karena itu lah munculnya fungsi yang kedua dari fungsi kepemimpinan (otoritas) tersebut. Karena uang tercipta disebabkan adanya produksi atau jasa dari masyarakat maka uang tersebut seharusnya milik warga tersebut sejak awal tercipta.
Kepemimpinan (mewakili komunitasnya) akan menghitung berapa uang yang diperlukan oleh komunitasnya, lalu mengedarkan dalam bentuk upah kepada para pegawai agar membelanjakan untuk sirkulasi sehingga uang berputar dikomunitasnya. Dan uang yang tioba dipasar diputar kembali dalam bentuk permodalan. Setiap tahun dihitung, apakah uang masih cukup relevan dengan kondisi terakhir dengan pertimbangan pertumbuhan produksi dan penduduk.
Jadi tanpa adanya hak penciptaan uang akan menyebabkan ekonomi stagnan, perdagangan yang tak dapat dijual dan jasa yang tak berkembang. Dalam rezim devisa, bukankah setiap negara sudah memiliki bank sentral? Bukankah hak penciptaan uang sudah dipegang oleh pemerintah.? Bank sentral (BI di sini) pada mulanya menciptakan uang. Tapi uang tersebut diberikan dalam bentuk hutang, karena dalam rezim devisa uang tercipta ketika hutang tercipta. Kembali ke kasus sang peternak tadi.
Bayangkan tanpa hutang, uang tak ada
Tanpa uang, tak ada perdagangan.
Dan ketika hutang itu lunas, kembali lagi masyarakat yang tanpa uang.
Karena uang tercipta kalau ada hutang.!
Diilustrasikan seorang pemilik lahan, pemilik toko benih , buruh tani dan pemilik kerbau sewaan. Mereka tak dapat melakukan apa-apa terhadap lahan tersebut karena tidak ada uang, pemilik lahan tak dapat membeli benih, mengupah buruh dan membajak sawah karena tak ada uang. Mereka membutuhkan uang, karena itulah hutang tercipta.
Ketika tingkat produksi dan jumlah uang beredar setara, maka pergerakan ekonomi berjalan lembut dan mulus. Ketika jumlah uang lebih banyak dari jumlah barang, maka itulah yang dinamakan inflasi, maka sebenarnya uang tersebut sudah tak berharga lagi.
Rezim saat ini sudah cukup bodoh dalam penciptaan uang yang berasal dari hutang dari masyarakat. Tetapi lebih bodoh lagi ketika menambah hutang dari mata uang negara lain. Surat hutang negara dalam mata uang rupiah, tagihannya disampaikan ke masayarakat dalam bentuk pajak. Tetapi surat hutang mata uang asing ibarat menyiram bensin ke tubuh dan tinggal menunggu pemantik api dinyalakan.
Apa negara lain begitu iklas meminjamkan uangnya kepada negara lain tanpa meminta untung (bunga)?. Itupun masih dipermainkan oleh jual beli mata uang tersebut.
Contoh saat ini, US$ 1 = Rp.9.000,-, kita meminjam US$ 1juta, untuk membangun bendungan, yang sebenarnya bisa dibiayai dengan uang sendiri (tentunya dengan mencetak). Dan rencana pembayaran dari hasil pengairan bendungan tersebut dalam bentuk beras akan kita jual. Bila 1 kg beras = 1 US$, maka hanya dibutuhkan 1juta kg beras untuk pembayaran. Lalu tiba2 mata uang rupiah melemah jatuh ke harga US$1 = Rp16.000,-, dan harga beras jatuh ke 1kg = 0.5 US$, maka beras yang harus kita jual adalah 2 juta kg. DItambah bunga berarti lebih dari 2 juta kg beras harus diproduksi, dijual dalam rupiah dan dibelikan dolar.
Jadi ketika ada pertanyaan , kita punya freeport, punya dumai, punya sawah membentang, tetapi tetap miskin.
Hutang adalah hutang.
Semua harus dibayar.
Dolar dengan dolar, yen dengan yen, dan bukan dengan rupiah,
Reformasi tidaklah membawa kemajuan bagi bangsa ini, penggantian rezim hanya mengganti kepala sementara badan meneruskan sistem lama.
22 Februari 2011
Penyimpangan Praktek Mudharabah Bank Syariah
Pada artikel sebelumnya, Amir Zaim Saidi pernah membahas tentang pengertian dan tata cara mudharabah/qirad dengan merujuk kepada kitab Al Muwatha karya Imam Malik, sebagai berikut:
Qirad adalah kontrak kerjasama pembiayaan dagang antara dua pihak: yang satu adalah pemilik modal dan yang lain adalah pemilik tenaga yang akan bertindak sebagai Agen bagi pihak pertama.
Pihak kedua menerima modal dari pihak pertama sebagai pinjaman dan akan membagikan keuntungan yang diperoleh dari usaha dagang yang menggunakan modal dari pihak pertama tersebut.
Kondisi-kondisi kontrak qirad adalah sbb:
Kontrak diawali dan diakhiri dalam bentuk tunai (Dinar Emas atau Dirham Perak), tidak dalam bentuk komoditas.
Keuntungan dari usaha, bila diperoleh, dibagi berdasarkan proporsi yang disepakati sejak awal dan dituangkan dalam kontrak, misalnya 50:50 atau 45:55
Kerugian dagang, bila terjadi, sepenuhnya (100%) ditanggung oleh pemilik modal. Tetapi kerugian yang ditimbulkan karena Agen/pelaku usaha menyimpang dari perjanjian, atau nilainya melebihi jumlah uang yang diperjanjikan, menjadi tanggungan pihak Agen.
Kontrak tidak mensyaratkan suatu garansi apa pun dari pihak Agen kepada pemilik modal akan sukses atau tidaknya usaha bersangkutan.
Kontrak tidak boleh mensyaratkan jaminan dari Agen atas aset-aset berharganya kepada pemilik modal.
Tidak ada pembatasan kontrak atas dasar waktu tertentu, melainkan berdasarkan suatu siklus usaha.
Keuntungan usaha tidak boleh digunakan oleh pihak Agen sampai semua milik pemodal telah dibayarkan.
Sekarang mari kita telaah hukum qirad tersebut di atas dengan praktek mudharabah perbankan syariah.
A. Kejelasan Status Kepemilikan Modal dan Status Agen/Mudharib
Dalam poin ini jelas dinyatakan bahwa status modal adalah mutlak milik pemilik modal/shohibul mal dan status agen adalah orang yang mengelola modal/uang milik pemodal untuk usaha perdagangan . Namun hal ini tidak berlaku pada sistem perbankan syariah. Bank syari'ah memiliki status ganda, yaitu sebagai pemodal dan juga sebagai agen dalam satu waktu.
Bank berperan sebagai pelaku usaha, yaitu ketika pada pagi hari, bank berhubungan dengan nasabah (kreditur) pemilik modal. Namun dalam sekejap status ini berubah, dimana pada siang harinya bank berperan sebagai pemodal, yaitu jika bank berhadapan dengan pelaku usaha yang membutuhkan modal usaha. Status ganda yang diperankan oleh bank ini membuktikan bahwa akad yang sebenarnya dijalankan selama ini adalah akad hutang piutang dan bukan akad mudharabah.
Jika bank berkilah bahwa dana titipan nasabah berbentuk wadhiah yad dhamanah (barang titipan yang bisa dipergunakan), dimana bank memiliki hak untuk menggunakannya, hal itu hanyalah akal-akalan hukum saja (pemelintiran istilah dayn/qard menjadi wadi'ah) agar bank memiliki legalitas mengelola titipan uang nasabah dan selanjutnya dapat menjalankan skenario mudharabah sebagai pemilik modal. Perlu diketahui, bahwa hukum asal barang titipan adalah mubah dengan ketentuan si penerima titipan wajib menjaga amanah barang yang dititipinya dan tidak boleh menggunakan barang titipan tersebut baik seizin maupun tanpa izin pemilik barang. Apabila ketentuan ini dilanggar, maka si penerima titipan telah berkhianat karena tidak dapat menjalankan amanah.
Celakanya, dana nasabah yang berupa titipan/wadi'ah itu digunakan oleh bank untuk disalurkan kepada pihak ketiga, yaitu para pengusaha yang memerlukan modal usaha melalui skema mudharabah/bagi hasil, dimana bank bertindak sebagai pemilik modal/shohibul maal sedangkan pengusaha sebagai agen/mudharib. Kerancuan hukum mulai tampak pada skema mudharabah ini. Dana nasabah (wadi'ah) yang seharusnya dijaga dan tidak boleh dipergunakan, namun bank mempergunakannya untuk kepentingan bisnis demi mencari keuntungan dengan menyalurkan kembali kepada pihak ketiga. Dengan demikian, dalam pandangan Hukum Islam akad mudharabah versi bank syari'ah ini tidak dibenarkan dan berubah akadnya menjadi akad qard/dayn (peminjaman/piutang) karena bank memiliki hak kepemilikan utuh atas dana nasabah yang dititipkannya dan selanjutnya dana tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan kontrak bisnis yang mendatangkan keuntungan. Dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa setiap piutang yang mendatangkan kemanfaatan/ keuntungan, maka itu adalah riba.
Status berikutnya, yaitu bank bertindak sebagai mudharib (agen) juga tidak bisa diterima. Alasannya adalah ketika pemilik modal (nasabah) membuat kontrak mudharabah kepada pihak bank dengan cara menunjuk pihak bank sebagai pihak kedua (mudharib) yang akan mengelola dana nasabah dalam pembiayaan suatu usaha, ternyata bank melanggar kontrak tersebut. Hal ini terjadi karena bank tidak memilik usaha sektor riil yang akan mendatangkan keuntungan usaha, melainkan hanya produk perbankan yang semuanya sebatas pembiayaan dan pendanaan. Peran perbankan hanya penyalur dana nasabah dan tidak berperan sebagai pelaku usaha (mudharib) karena takut menanggung resiko usaha serta ingin mendapatkan keuntungan saja. Dikarenakan bank tidak memiliki usaha riil, maka lagi-lagi bank menyalurkan dana nasabah kepada pihak ketiga yang memerlukan modal usaha sebagaimana skema mudaharabah dengan menggunakan dana titipan nasabah (wadi'ah).
M. Arifin bin Badri, MA., dalam bukunya Riba & Tinjauan Kritis Perbankan Syariah, (Pustaka Darul Ilmi, 2009), hal. 164, mengutip perkataan Imam An-Nawawi sebagai berikut:
"Tidak dibenarkan bagi pelaku usaha (mudharib) untuk menyalurkan modal yang ia terima kepada pihak ketiga dengan akad mudharabah. Jika ia melakukan hal itu atas seizin pemodal, sehingga ia keluar dari akad mudharabah pertama dan berubah statusnya menjadi perwakilan/mediator bagi pemodal pada akad mudharabah kedua ini, maka itu dibenarkan. Akan tetapi ia tidak dibenarkan untuk mensyaratkan bagi dirinya sedikitpun dari keuntungan yg diperoleh. Bila ia tetap mensyaratkan hal itu, maka akad mudharabah kedua tidak syah/batal".
Dengan demikian maka jelaslah bahwa status bank syari'ah dalam kontrak mudharabah sesungguhnya hanyalah perantara alias CALO dan bukan sebagai pemilik modal/shohibul maal ataupun pengusaha/mudharib. Jika bank mengklaim sebagai pemilik modal, maka ia mendustakan kenyataan yang sebenarnya yaitu sebagian besar dana yg dikelola adalah milik nasabah. Jika ia mengklaim sebagai pengusaha maka kenyataanya bank tidak memiliki usaha sektor riil dan menyalurkan kembali modal nasabah kepada pengusaha lain. Inilah tipu muslihat mudharabah a la bank islam yang jarang diketahui umat muslimin demi melegalkan serta melestarikan kapitalisme berbasis riba.
B. Bank Tidak Mau Menanggung Resiko Kerugian
Kondisi dalam kontrak mudharabah menyebutkan bahwa kerugian usaha ditanggung 100% oleh pemilik modal jika agen tidak melakukan kelalaian yang mengakibatkan terjadinya kerugian dan juga kondisi kontrak yang tidak membenarkan penyertaan jaminan asset/modal agen baik sebagian maupun keseluruhannya. (lihat penjelasan kondisi-kondisi mudharabah #3 dan #5 sebelumnya).
Namun kondisi-kondisi tersebut tidak berlaku dalam praktek mudharabah bank syari'ah. Bank tidak mau menanggung kerugian jika usaha mengalami kegagalan/kerugian. Jika terjadi kerugian usaha, niscaya bank akan meminta kembali modal yang telah ia kucurkan dengan utuh. Misalnya seorang pengusaha A yang mendapatkan kucuran modal dari bank syariah B untuk pembiayaan usaha penggilingan gabah dengan perjanjian bagi hasil 50% - 50%. Namun di tengah jalannya usaha, musibah terjadi pada A hingga mengalami kerugian usaha. Gudangnya terbakar, atau dirampok atau kejadian force majeur lainnya, sehingga modal yang tersisa di tangan A tinggal 30%. Dalam situasi seperti ini Bank Syari'ah B akan tetap meminta A agar mengembalikan modalnya secara utuh 100%. Kasus semacam ini tentu saja bertentangan dengan syarat dan kondisi mudharabah, dimana kerugian ditanggung 100% oleh pemilik modal, yaitu Bank B, karena kerugian terjadi bukan disebabkan oleh kelalaian A yang melanggar kontrak perjanjian tetapi oleh hal-hal di luar itu.
Untuk menghilangkan resiko kerugian sedini mungkin, sebelum kontrak perjanjian disepakati, bank meminta jaminan asset/modal dari nasabah pelaku usaha yang selanjutnya akan dijadikan sebagai instrument pembayaran modal pinjaman jika terjadi kerugian atau kegagalan usaha. Hal ini menjadi indikasi bahwa akad antara perbankan dengan nasabah pelaku usaha bukanlah mudharabah, akan tetapi HUTANG PIUTANG yang berbunga alias RIBA.
Para ulama dari berbagai madzhab telah menegaskan bahwa pemilik modal tidak dibenarkan untuk mensyaratkan agar pelaku usaha memberikan jaminan seluruh atau sebagian modalnya. Sehingga apa yang diterapkan pada perbankan syari'ah, yaitu mewajibkan atas pelaku usaha untuk mengembalikan seluruh modal dengan utuh jika terjadi kerugian usaha adalah persyaratan yang bathil/tidak benar. (lihat Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al Mughni).
Sangat jelas bagi kita bagaimana perbankan syariah menampakkan wajah aslinya dalam pelaksanaan praktek mudharabah, yaitu sama persis dengan apa yang dilakukan oleh saudara kembar siamnya, Bank Konvensional !!! Saya menukil statemen Prof Ahamed Kameel Mydin Meera, penulis buku Perampokan Bangsa-Bangsa (Mizan, 2010) berikut ini: " perbankan syariah dan perbankan konvensional itu bukan cuma bersaudara kembar, tetapi adalah kembar siam!" Dan ternyata statement tersebut terbukti dalam praktek mudharabah bank syari'ah yang meyimpang dari praktek muamalah syar'iah, dimana bank tidak mau menanggung kerugian usaha dan meminta jaminan asset nasabah pelaku usaha. Praktek ini sama persis dengan apa yang dilakukan oleh saudara kembar siamnya - bank konvensional, hanya berbeda dalam istilah, yang satu bernama mudharabah sementara kembarannya bernama kredit usaha berbunga.
Jika demikian kondisinya, lantas DIMANA LETAK SYAR'INYA Bank Syari'ah? Bahkan ada bank syari'ah yang berani beriklan tanpa takut akan akibatnya (azab dari Allah subhanahu wa ta'ala karena telah merubah-ubah hukum-Nya) dengan mengusung jargon palsu "Pertama Murni Syariah"!!
Sebagai penutup saya menukil kisah yang dituturkan M. Arifin bin Badri dalam buku yang sama sebagai berikut:
Majalah MODAL edisi 36, tahun 2006, hal. 26 � 27 memuat kisah pemain 'Golf Syari'ah' berikut ini: "Ada sebagian pemain golf yg biasanya berjudi ketika bermain golf, telah menamakan kebiasaan judinya dengan 'golf syari'ah'. Cara yg mereka lakukan ialah dengan mengumpulkan uang judinya dengan sebutan Tabarru', bila dana yg telah terkumpul habis, kembali mereka mengumpulkan lagi dengan sebutan Shadaqoh. Dan bila telah habis, mereka mengumpulkan uang lagi dengan sebutan Infaq, dan demikian seterusnya. Pada akhir permainan, mereka mengecek siapa dari mereka yang paling banyak kalah (paling apes). Jika ada dari mereka yang kehabisan uang atau menderita banyak kekalahan , maka pemenang diwajibkan mengeluarkan zakat 2,5% kepada yang bersangkutan. Perilaku para pemain 'golf syari'ah' tersebut adalah haram, bahkan dosanya lebih besar dari pada pegolf judi lainnya. Karena selain menanggung dosa judi, mereka juga menanggung dosa mempermainkan istilah-istilah syari'at yg tidak pada tempatya. (kisah ini persis apa yang dimaksud perkataan Amir Zaim Saidi, yaitu dosa bank syari'ah 300% bahkan lebih besar dari itu daripada dosa bank konvensional 100%. Karena selain dosa akan akad/transaksi yang mengandung riba, ditambah dosa bank syari'ah yang telah mempermainkan istilah-istilah muamalat yang tidak pada tempatnya serta penyimpangan hukum mu'amalah syar'i dalam prakteknya).
Perbuatan mereka itu tak ubahnya seperti yang dilakukan oleh kaum Yahudi tatkala diharamkan atas mereka untuk memakan lemak. Mereka mengakali pengharaman itu dengan cara mecairkan lemak tersebut, lalu menjualnya dan kemudian hasil penjualan lemak itulah yg mereka makan. Menanggapi perilaku keji kaum Yahudi ini, rosulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Semoga Allah membinasakan orang-orang Yahudi, sesungguhnya tatkala Allah mengharamkan atas mereka untuk memakan lemak binatang, merekapun mencairkannya, kemudian menjualnya, dan akhirnya mereka memakan hasil penjualan itu". (HR. Bukhari dan Muslim).
Hasbunallahu wa ni'mal wakil... Masyaallah La Quwwata illa Billahi...
Rahmat Affandi - Pegawai Pusdiklat Kementerian Agama, al-Wakil Wakala Radya
11 Februari 2011
Tidak Syarinya Gadai Syariah
Yang disebut sebagai gadai syariah tak lain adalah upaya menyembunyikan utang berbunga yang haram hukumnya
Gadai, atau rahn, adalah salah satu transaksi yang halal dalam muamalat. Secara bahasa kata rahn berarti tetap dan langgeng. Secara syariah gadai adalah menjadikan suatu barang sebagai jaminan atas kewajiban suatu hutang untuk dipakai sebagai alat bayar jika terpaksa, bila pada saat jatuh tempo pihak pengutang gagal melunasinya. Transaksi gadai, seperti halnya jual-beli, sah bila diawali dengan proses ijab dan kabul. Secara detil ada berbagai ketentuan berkaitan dengan gadai ini yang menyangkut tata cara pengelolaan serta hak dan kewajiban pihak penggadai maupun pegadaian.
Belakangan, bersamaan dengan munculnya bisnis perbankan syariah, muncul pula istilah gadai syariah, yang dalam hal ini ditawarkan dan dikelola oleh perbankan syariah. Ini, tentu saja, merupakan suatu hal yang sangat baru, karena selama ini bank tidak bertindak sebagai pegadaian. Kegiatan gadai-menggadai adalah transaksi muamalat dua pihak yang sifatnya personal, dan tidak pernah melalui pihak perantara, seperti bank. Bank adalah institusi yang berurusan dengan utang-piutang berbunga, dengan mensyaratkan suatu agunan, tapi sifatnya berbeda dengan jaminan sebagaimana yang ditransaksikan dalam gadai.
Dari asal-muasalnya saja kita sudah bisa mempertanyakan, apakah gadai yang ditawarkan oleh perbankan syariah dan diklaim sebagai "gadai syariah" itu benar-benar sesuai dengan syariah Islam?
Pegadaian atau Perbankan?
Secara umum bisnis bank adalah menganakpinakkan uang. Caranya ialah dengan membungakan uang. Prakteknya adalah dengan sewa-menyewakan uang. Bank, melalui suatu produk yang disebut dengan tabungan atau deposito, menawarkan jasa menyewa uang kepada nasabah dengan harga sewa tertentu, yang disebut sebagai bunga, lazimnya bulanan atau tahunan. Saat ini di Indonesia tarif sewa uang oleh perbankan ini adalah sekitar 6%/tahun.
Dari uang yang disewa dari orang lain dengan harga sewa 6%/tahun ini, pihak pemlik bank menyewakan lagi uang tersebut kepada nasabah, yang disebut debitur, dalam bentuk produk yang disebut kredit, untuk berbagai keperluan: pembelian rumah (KPR), pembelian motor (kredit kendaraan), membayar sekolah (kredit pendidikan), atau aneka keperluan lainnya. Tarif sewa yang dibebankan bank kepada debitur, tentu saja, lebih tinggi dari tarif sewa uang oleh pihak bank kepada deposan, saat ini sekitar 15-20%/tahun. Nah, dari selisih uang sewa 9-14% itulah, pihak bank menengguk keuntungan. Jadi uang (deposan) beranak uang (dari debitur).
Tetapi, meski sudah memperoleh laba besar, pihak bank tidak semudah itu menyewakan uangnya kepada debitur. Ada banyak syarat tambahan. Dua yang paling umum adalah agunan dan ekuitas. Jadi, untuk bisa menyewa uang kepada bank, calon debitur haruslah memiliki harta dulu, baik yang akan dipakai sebagai agunan maupun sebagai penyertaan modal (ekuitas). Di samping itu, biaya sewa uang ini (yang disebut bunga itu) lazimnya bersifat majemuk, yakni bunga-berbunga, tarif sewanya memiliki harga sewa tersendiri. Maka semakin panjang waktu sewanya semakin tinggi tarifnya. Sewa untuk 10 tahun lebih mahal dari sewa untuk 5 tahun atau 3 tahun, begitu seterusnya. Kalau terjadi keterlambatan dalam membayar uang sewa ini, tarif sewa itu semakin besar pula dengan berjalannya waktu.
Sedangkan gadai, sebagaimana telah diuraikan secara ringkas di atas, seharusnya tidak melibatkan transaksi seperti utang piutang, apalagi utang piutang berbunga. Benda gadainya itulah jaminan atas utang si debitur, dan tidak ada hubungan transaksional lain. Karena itu, gadai-menggadai, tidak pernah dilakukan dengan cara hitung-menghitung secara komersial, apalagi demi mendapatkan keuntungan. Dengan kata lain gadai, pada mulanya, bukanlah bisnis, melainkan sebentuk jasa sosial dengan tujuan menolong seseorang yang tengah mengalamai kesulitan finansial.
Gadai Syariah Emas dan Dinar Emas
Sekarang kita lihat bagaimana "gadai syariah' itu dipraktekkan, dalam hal ini yang belakangan sangat dipromosikan, yaitu gadai emas. Bila seseorang memerlukan uang maka ia akan menggadaikan emas yang dimiliknya kepada bank syariah. Maka, pihak bank syariah telah menyiapkan sebuah skema gadai, dengan sejumlah ketentuan:
Emas milik nasabah akan dinilai dengan harga yang berlaku saat itu, tapi tidak dinisbahkan semuanya, melainkan hanya sekitar 95%.
Dari harga taksiran yang 95% ini pihak bank akan mengabulkan gadainya dengan nilai utang (gadai) sebanyak sekitar 90%
Kepada nasabah akan dikenai "biaya penitipan" yang meski ditetapkan secara fixed, sebenarnya ditentukan malalui perhitungan persentase terhadap nilai piutang yang diberikan pihak bank, yakni sekitar 1-1.1%/bulan, atau 12-13%/tahun.
Alhasil, seara de facto, "gadai syariah" ala perbankan syariah ini sama sekali berbeda dengan gadai dalam arti sebenarnya, melainkan merupakan utang-piutang berbunga, dengan fixed rate. Jadi, emas yang digadaikan, hanyalah sebagai "prasyarat" saja, atau bisa kita katakan, diperlakukan sebagai agunan, sebagaimana agunan yang dipersyaratkan dalam utang-piutang berbunga lainnya. Emas itu bukan merupakan jaminan atas utang-gadai pihak si penggadai kepada pegadaian. Kalau dihitung agunan emas ini hanya dinilai 70% saja dari nilai yang sebenarnya. Sedangkan bunga yang dikenakan atas uang pinjaman ini sekitar 12-13%/tahun.
Sebab kalau emas itu diperlakukan sebagai benda gadai, maka pihak pegadaian tidak dibenarkan mengambil keuntungan dari benda gadai itu. Dalam hal ini keuntungan yang diambil pihak bank, tidak lain adalah bunga dengan fixed rate, tetapi dimanipulasi dan disembunyikan sebagai "biaya titipan". Dalam syariat Islam, untuk urusan gadai, tanggung jawab atas penyimpanan benda gadai ini merupakan kewajiban pihak pegadaian bukan si penggadai.
Persoalan lebih jauh lagi adalah bila emas yang digadaikan itu berbentuk dinar emas. Lha, seseorang menggadaikan harta bendanya kan karena membutuhkan uang? Dinar emas adalah uang itu sendiri. Bagaimana mungkin uang digadaikan untuk mendapatkan uang? Apa lagi nilai uang yang digadaikan itu hanya diberi nilai 70% dari nilai sesungguhnya? Sebagaimana kita ketahui bersama, pertukaran "emas dengan emas", hanya bisa dilakukan dengan dua syarat mutlak: kontan dan jumlahnya sama banyaknya. Jadi, gadai dinar emas, adalah sebuah absurditas.
Bank adalah bank. Produk apa pun yang mereka tawarkan kepada masyarakat tidak akan beranjak dari bisnis dasarnya, yaitu sewa-menyewa uang, atau utang-piutang berbunga. Dengan atau tanpa label syariah di belakangnya.
31 Januari 2011
Yang benar dan Salah tentang Murabahah
Murabahan yang diterapkan oleh perbankan syariah adalah murni pengelabuan atas transaksi terlarang.
Kontrak penjualan yang dikenal dalam hukum Islam ini diselewengkan di tangan perbankan syariah. Murabahah menduduki 80-90 persen transaksi perbankan syariah. Kita boleh mengatakan bahwa tanpa murabahah versi mereka, bank-bank syariah tidak mampu hidup. Dengan label murabahah, yang merupakan satu jenis penjualan, bank-bank syariah menjalankan praktik yang dilarang dan dikenal sebagai "dua penjualan dalam satu transaksi". Praktik ini adalah penyelubungan yang menampakkan riba seolah-olah laba.
Apa yang dikatakan bank-bank syariah tentang murabahah?
"Murabahah secara harfiah berarti penambahan (mark-up). Piranti ini utamanya digunakan untuk membiayai perdagangan. Di bawah mekanisme ini bank membeli atas namanya sendiri barang-barang yang diinginkan seorang pembeli. Kemudian dia menjual barang-barang tersebut pada si pembeli untuk memperoleh laba. Si pembeli melakukan pembayaran dengan bank melalui cicilan."
Gambaran inilah yang kita namai "dua penjualan dalam sekali transaksi" dan praktik ini dilarang. Imam Malik menulis dalam Muwatta:
"Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik bahwa dia telah mendengar bahwa Rasulullah, salallahu alaihi wassalam, melarang dua penjualan dalam satu penjualan."
"Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik bahwa dia mendengar bahwa seorang lelaki berkata kepada lelaki yang lain, 'Belilah unta ini untukku segera sehingga aku dapat membelinya darimu dengan cara kredit.' 'Abdullah ibnu Umar ditanya tentang hal itu dan dia tidak menyetujuinya dan melarangnya."
Sebelum kita membahas masalah ini secara rinci kita akan melihat arti murabahah sesungguhnya. Dalam fiqih murabahah merupakan sebuah kontrak penjualan yang berarti bahwa ada sebuah penawaran dan penerimaan harga barang jenis tertentu dalam sebuah transaksi tunggal. Selisih yang muncul dari kontrak murabahah dikaitkan dengan definisi harga dasar di atas yang dia tambahkan pada harga jual yang dilakukannya. Dalam sebuah murabahah, harga dasar dihubungkan dengan harga akhir. Penambahan yang dipakai sebagai contoh dalam Muwatta adalah 10%. Malik membuat contoh berikut tentang seorang lelaki yang menjual barang dengan murabahah:
"Jika seorang lelaki menjual barang seharga seratus dinar untuk seratus sepuluh dinar"
Dalam perdagangan normal, si penjual tidak diwajibkan menyatakan harga yang dia bayar sebagai modal, tetapi dalam murabahah kita menyatakan harga modal ini ditambah penambahannya.
Praktik normal ini terdiri atas seorang penjual yang membeli barang pada sebuah kota dan kemudian pergi ke kota lain untuk menjualnya dengan murabahah dengan mengatakan: "Barang ini dihargai sekian dan sekian dan saya menjual seharga sekian dan sekian" atau sekadar menyatakan "Saya menjualnya dengan 10 % penambahan".
Dalam murabahah tradisional, barang yang berangkutan merupakan milik si penjual sebelum dia membuat penawaran. Dalam apa yang disebut murabahah dalam perbankan syariah, si pembeli mendatangi mereka dan berkata, aku ingin membeli demikian dan demikian. Kemudian bank syariah tersebut pergi dan membelinya dengan tunai lalu menjualnya kepada nasabah seharga pembelian plus penambahan dalam pembayaran tunda. Praktik ini merupakan "dua penjualan sekali transaksi" dan ini dilarang.
Persoalan kritis murabahah yang menyita perhatian ulama kita ialah definisi harga dasar, supaya tidak ada penyalahgunaan. Ada beberapa biaya pengeluaran yang termasuk dalam harga dasar dan ada beberapa yang lain yang tidak termasuk di dalamnya. Jika satu harga dimasukkan kemudian si penjual menjadi berhak untuk membuat penambahan terhadap biaya-biaya tersebut.
Penjelasan dari Ibnu Rusyid
Ibnu Rusyid menjelaskan persoalan ini dengan cara sebagai berikut:
Mayoritas qadi sepakat bahwa penjualan terdiri atas dua jenis: musawana dan murabahah. Murabahah berlangsung ketika si penjual menyatakan harga untuk si pembeli yang dia gunakan untuk membeli barang tersebut dan kemudian menentukan sejumlah laba dalam dinar atau dirham.
Ibnu Rusyid menganalisis semua kesenjangan dalam permasalahan ini dalam "Kitab al-Murabahah" dalam Bidayat al-Mujtahid. Dia mengangkat semua isu berkenaan dengan apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak. Secara umum diperbolehkan bagi seorang penjual dengan cara murabahah untuk membeli secara tunda dan juga menjualnya secara tunda.
Hanya ada satu unsur untuk dipertimbangkan sebagai dijelaskan oleh Ibnu Rusyid:
Malik mengatakan tentang orang yang membeli barang-barang untuk kredit selama kurun tertentu dan menjualnya dengan cara murabahah, itulah yang tidak diperbolehkan jika tidak dia mengungkapkan periode tersebut. Asy-Syafii mengatakan bahwa kalau hal ini terjadi, si pembeli akan mempunyai kurun (kredit) serupa dengan miliknya.
Apa yang dimaksudkan ialah bahwa kontrak murabahah diatur. Itulah yang dianggap harga awal (harga dasar) yang terhadapnya ditetapkan penambahan (laba), didefinisikan dengan baik. Harga dasar termasuk harga yang dibayar dan semua biaya yang terpakai untuk transport dst, sangat mirip dengan agen dalam qirad. Si penjual harus menyatakan biaya ekstra ini kepada si pembeli dan tidak ada mudarat untuk menguranginya jika disepakati bersama.
Murabahah bukanlah sebuah kontrak pembiayaan seperti dalam qirad. Murabahah adalah sebuah penjualan dan oleh karena itu diatur menurut hukum umum yang berlaku pada penjualan. Apa yang dilarang dalam sebuah penjualan dilarang dalam penjualan murabahah, dan apa yang diperbolehkan dalam penjualan dibolehkan dalam murabahah. Satu-satunya perbedaan dibanding penjualan normal ialah cara mengungkapkan harga tersebut.
Kontrak Murabahah versi Bank Syariah
Barangkali pemikir yang paling terkenal tentang perbankan syariah ialah ulama Pakistan Taqi Osmani, yang dalam sebuah esai tentang murabahah menyatakan:
"Faktanya, murabahah ialah satu istilah dalam fiqih Islam dan dia mengacu pada satu jenis khusus pernjualan yang tidak ada tautannya dengan pembiayaan dalam pengertiannya yang asli�.
Murabahah, dalam konotasi asli Islamnya, melulu sebuah penjualan. Satu-satu ciri yang membedakannya dari jenis lain penjualan ialah bahwa si penjual dalam murabahah secara tersurat memberitahu si pembeli berapa biaya yang dia keluarkan dan berapa laba yang hendak dia kenakan sebagai tambahan pada biaya tersebut."
Hal ini benar kecuali pada kalimat yang berunyi "berapa laba yang akan dia kenakan sebagai tambahan biaya" mestinya berbunyi "berapa laba yang dia kenakan pada biaya" Perbedaan antara masa depan dan sekarang ini sangat penting untuk memahami bagaimana sebetulnya penjualan itu berlangsung. Kalimat pertama mengisyarakan bahwa ada sebuah pra-kesepakatan awal sebelum si penjual membeli barang yang bersangkutan untuk dijual, tapi ini bukan yang menjadi persoalan.
Pendirian Taqi Osmani, seperti banyak ulama lain dalam perbankan syariah, ialah bahwa murabahah berarti sebuah prinsip, yakni, kemampuan untuk menyatakan penambahan dalam sebuah penjualan dan apa yang kemudian mereka lakukan ialah menggabung prinsip ini dengan penjualan secara tunda. Apa yang disebut oleh para bankir syariah sebagai murabahah ialah bukan murabahah, tetapi semata-mata satu bentuk lain riba.
Taqi Osmani, seperti para bankir syariah lain, mengabaikan larangan "dua penjualan dalam satu transaksi." ini.
Pelarangan Dua Penjualan Dalam Satu Transaksi
Ibnu Rusyid menjelaskn isu ini dalam kitab karangannya Bidayat al-Mujtahid:
"Sebuah tema yang relevan dengan mata perbincangan dalam bab ini ialah sunnah yang menyatakan bahwa Rasulullah, salallahu alayhi wassalam, melarang dua penjualan dalam satu transaksi, menurut hadits Ibnu Umar dan Ibnu Mas'ud serta Abu Hurairah. Abu Umar mengatakan bahwa semua hadits ini telah diriwayatkan oleh mereka yang memiliki kewenangan dan jujur. Karena itu, para qadi secara umum menyepakati implikasi dari hadits ini, tetapi berbeda dalam rinciannya � penulis maksud bentuk penerapan istilah ini dan apa yang tidak dimaksud oleh istilah tersebut. Mereka juga bersepakat pada beberapa bentuk. Penjualan ini bisa berlangsung dengan tiga cara:
satu ialah pertukaran komoditas-komoditas dua harga untuk dua harga
yang lain ialah pertukaran komoditas satu harga untuk dua harga, dan
ketiga ialah pertukaran komoditas-komoditas dua harga untuk satu harga, yang di dalamnya satu dari dua penjualan bersifat mengikat.
(Penjualan) komoditas-komoditas dua harga untuk dua harga divisualisasikan dalam dua cara: pertama seseorang berkata kepada orang lain,"aku akan menjual kepadamu komoditas ini untuk harga sekian dengan syarat bahwa engkau menjual untukku rumah itu untuk harga sekian;" dan ke-dua dia mengatakan pada orang ke-dua tersebut," aku akan menjual untukmu barang ini untuk satu dinar atau komoditas lain untuk untuk dua dinar."
Penjualan komoditas tunggal untuk dua harga juga digambarkan dengan dua cara: pertama, penjualan dengan harga tunai sementara yang satunya lagi dengan harga kredit dan yang kedua ialah seperti seseorang yang mengatakan pada orang lain,"aku akan menjual untukmu baju ini secara tunai seharga sekian dengan syarat bahwa aku membelinya darimu (dengan kredit) untuk kurun waktu sekian dengan harga sekian".
(Penjualan) dua komoditas untuk sebuah harga tunggal ialah seperti seseorang mengatakan kepada orang lain,"aku akan menjual kepadamu satu dari dua barang ini untuk harga sekian dan sekian."
�.Tetapi, jika dia mengatakan, "aku akan membeli baju ini secara tunai untuk sekian dengan syarat bahwa engkau membeli dariku (secara kredit) dengan kurun waktu," ini tidak diperbolehkan secara ijma, menurut mereka (para qadi). Karena inilah satu kategori ina, yaitu penjualan oleh orang yang tidak memiliki dan juga melibatkan kasus pelarangan jahiliyah tentang harga.
Imam Malik menulis dalam Muwatta:
"Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik bahwa dia telah mendengar bahwa al Qasim ibnu Muhammad ditanya tentang seseorang yang membeli barang-barang seharga sepuluh dinar tunai atau lima belas dinar secara kredit. Dia tidak menyetujuinya dan melarangnya."
Malik mengatakan bahwa jika seseorang membeli barang dari seseorang seharga sepuluh dinar dan lima belas dinar secara kredit, satu dari dua harga itu diwajibkan pada si pembeli. Hal semacam itu tidak boleh dilakukan karena dia menunda pembayaran yang sepuluh dinar, akan menjadi lima belas dinar secara kredit dan jika dia membayar yang sepuluh dinar, dia akan membelinya dengan harga lima belas dinar secara kredit.
Malik mengatakan bahwa hal ini tidak disetujui bagi seorang untuk membeli barang dari orang lain untuk satu dinar yang lain atau untuk seekor domba yang digambarkan secara kredit dan satu dari dua harga diwajibkan padanya. Ini tidak dikerjakan karena Rasulullah, salallahu alayhi wassalam, melarang dua penjualan dalam satu transaksi. Inilah jenis dua penjualan dalam satu transaksi.
Semua ini membuktikan bahwa praktik yang disebut oleh para bankir syariah sebagai murabahah dilarang. Faktanya dia bukan murabahah, tetapi dua penjualan dalam satu transaksi yang dilarang oleh Rasulullah, salallahu alayhi wassalam.
Pelarangan dua penjualan dalam satu transaksi juga termasuk praktik terselubung yang lazim berlaku di pasar-pasar kita dan yang didukung oleh para bankir syariah. Ini mengacu pada orang-orang yang menjual barang-barang mereka dengan dua harga, satu secara tunai dan yang satunya lagi secara kredit. Ini haram hukumnya dan harus diberantas. Baik si penjual menjual untuk satu harga atau untuk harga yang lain. Jika dia memutuskan untuk menerima pembayaran tunda, harganya tidak boleh naik.
Taqi Osmani menegaskan bahwa alih-bentuk murabahah menjadi pembiayaan dan islamisasi pembiayaan yang menjadi konsekuensinya ini, tidak dapat dibenarkan menurut syariah kecuali sebagai tindakan darurat:
"Asalnya murabahah merupakan satu jenis khusus penjualan dan bukan modus pembiayaan. Modus ideal pembiayaan menurut syariah ialah mudharabah atau musyarakah yang telah dibahas dalam bab pertama. Tetapi, dalam perspektif praktik ekonomi saat ini, ada kesulitan-kesulitan praktis dalam penggunaan mudharabah dan musyarakah dalam beberapa area pembiayaan. Karena itu, pakar syariah kontemporer telah membolehkan, berlaku dengan beberapa kondisi, penggunaan murabahah dengan basis pembayaran tunda sebagai modus pembiayaan. Tetapi ada dua butir esensial yang harus sepenuhnya dipahami dalam hal ini:
>Hendaknya sekali-sekali jangan dilupakan, semula murabahah bukan satu cara pembiayaan. Dia semata-mata satu alat untuk melepaskan diri dari"bunga" dan bukan instrumen ideal untuk menyelenggarakan tujuan-tujuan ekonomi riil dalam Islam. Karena itu, instrumen ini hendaknya digunakan sebagai langkah perantara dalam proses islamisasi ekonomi dan penggunaannya hendaknya dibatasi hanya pada kasus-kasus yang di dalamnya murabahah atau musyarakah tidak dapat diterapkan.
Tapi, gagasan "langkah darurat" tidak disampaikan pada pelanggan mereka. Para pelanggan diberitahu bahwa praktik murabahah itu halal. Persoalan terburuk ialah bahwa praktik ini dalam realitasnya merupakan satu langkah darurat tidak dalam model Islam, tetapi merupakan integrasi lebih lanjut dengan sistem kapitalis, yang mereka namai sebagai islamisasi ekonomi. Islamisasi ekonomi karena itu bukan alihbentuk realitas kapitalis di sekitar kita, tetapi alih bentuk Hukum Islam agar sesusai dengan kapitalisme.
Murabahah di Bank Syariah Murni Penipuan.
Tariq al-Diwani menulis dalam esainya bertajuk "Perbankan Islam tidak islami" (artikel lengkap dengan beberapa bahan lain yang relevan tersedia pada http://www.islamic-finance.com/indexnew.htm )
"Contractum trinius dulu merupakan trik hukum yang digunakan oleh para peniaga Eropa Jaman Pertengahan untuk memungkinkan meminjam dengan riba, sesuatu yang ditentang keras oleh Gereja. Ini merupakan gabungan tiga kontrak terpisah, yang masing-masing dianggap diperbolehkan oleh Gereja, tetapi dalam bentuk gabungan menghasilkan harga (rate) pasti yang kembali dari luar. Misalnya, si A akan berinvestasi sebesar 100 � pada si B selama satu tahun. Si A kemudian akan kembali menjual kepada si B hak atas laba melampaui dan di atas taruhlah � 30, untuk biaya �15 yang harus dibayar oleh si B. Akhirnya, si A akan menanggung kerugian harta dengan sebuah kontrak ke-tiga yang disepakati dengan si B dengan harga untuk si A sebesar �5. Hasil dari tiga kontrak yang disetujui serentak ini ialah pembayaran bunga sebsar �10 pada pinjaman sebsar � 100 yang dibuat oleh si A kepada si B."
Saya telah membaca tentang contractum trinius beberapa bulan sebelum untuk pertama kali menjumpai dokumentasi lengkap di balik kontrak murabahah perbankan syariah. Inilah jenis kontrak yang mungkin digunakan oleh si A untuk membiayai pembelian barang X dari si B. Bank akan mengantarai transaksi ini dengan meminta si A untuk berjanji untuk membeli barang X dari bank tersebut dalam transaksi bank tersebut membeli barang X dari si B. Dengan janji yang dibuat tersebut, bank tadi mengetahui bahwa jika dia membeli barang X dari si B dia kemudian dapat menjualnya pada si A segara. Bank tersebut akan setuju bahwa si A akan membayar untuk barang B tiga bulan setelah bank tadi telah mengirimkan barang dimaksud.
Pada gilirannnya, si A akan setuju membayar kepada bank beberapa persen lebih untuk barang X di atas harga yang dibayarkan bank kepada si B. Dampak bersihnya ialah pengembalian uang dengan harga pasti untuk bank, yang secara kontraktual dapat diberlakukan paksa sejak saat itu bahwa bank tersebut membeli barang X dari si B. Uang sekarang untuk uang lebih banyak nanti, dengan barang X di tengah-tengah.
Cara main alat hukum di atas tidak lain sebuah trik untuk memelintir riba, contractum trinius Islami jaman modern. Fakta bahwa teks kontrak-kontrak ini begitu sulit didapat merupakan sebuah fakta memalukan perbankan syariah. Jika begitu bersih, mengapa begitu rahasia?..."
Penipuan ini tidak dapat diterima dalam Hukum Islam. Tindakan ini sekadar sebuah trik untuk menghadirkan sesuatu yang haram sebagai sesuatu yang halal.