Kami juga melayani penjualan dan pembelian Logam Mulia dengan berat minimal 25 gr

14 Februari 2010

Pajak Short Time 10 Persen

Saking keblengernya dengan restribusi.
Sampai yang harampun mau dipajakin juga

sumber berita klik disini

Written by madi
Sabtu, 13 Pebruari 2010

BATAM, TRIBUN - Tarif para pekerja seks komersial (PSK) bisa jadi akan segera naik. Soalnya, DPRD Batam sudah memikirkan untuk mengenakan pajak kepada mereka.

Langkah ini untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Sasarannya tentu saja ribuan PSK yang terdata di kota ini terutama di panti-panti rehabilitasi yang pada kenyataannya berubah menjadi lokalisasi.

Ide pajak PSK ini disampaikan anggota Komisi I DPRD Riki Syolihin. Ia meminta Pemko Batam segera menyampaikan ranperda terkait pengenaan pajak kepada PSK di Sintai sebesar 10 persen dari tarif sekali short time atau kencan singkat.

“Kami melihat ini potensi besar. Alasan kami mengajukan ini karena lokasi itu sudah diberikan Pemko Batam secara resmi. Kami berpikir lokasi yang sudah resmi patut dipungut pajaknya. Agar ini tidak menyalahi aturan lebih baik Pemko mengusulkan ranperdanya untuk kami bahas. Memang usulan ini akan pro dan kontra, tapi apabila dikelola dengan baik tentu akan bisa meningkatkan PAD untuk pembangunan Batam,” jelasnya, Jumat (12/2).

Ide itu juga berawal dari kunjungan kerja Komisi I ke Sintai, beberapa waktu lalu. Di panti rehabilitasi yang terletak di Teluk Pandan, Tanjung Uncang ini ada sebanyak 40 bar. Jumlah PSK-nya sekitar 1.200 orang.

Bahkan Riki sudah menghitung potensi pajak dari PSK ini. Menurutnya, jika 1.200 PSK itu dikenakan pajak sebesar 10 persen saja, maka Pemko akan dapat Rp 15 ribu dari Rp 150 ribu tarif sekali short time. Jika selama setahun dikenakan pajak, maka potensi PAD dari lokasi Sintai sebesar Rp 6,4 miliar.
Sementara itu Ketua Komisi I Basri Harun menambahkan, setelah melihat secara langsung di Sintai, ternyata lokasi itu baru terisi 40 persen. Dengan demikian lahan tersisa 60 persen.

“Kami berharap semua tempat PSK disatukan di sana agar bisa membinanya. Begitu juga dengan rencana mengenakan retribusi bisa dilakukan apabila sudah ada Perdanya,” tambahnya.

Ide lama

Ide mengenakan pajak terhadap PSK bukan barang baru. Sebelumnya mantan Kepala Dinas Sosial dan Pemakaman, Syuzairi pernah menyampaikan keinginan tersebut. Namun belum sempat terealisasi, ia sudah digantikan oleh M Syahir.

“Di Sintai banyak bar yang sama dengan karaoke di Jodoh dan Nagoya. Tapi tidak dipungut pajak. Padahal potensinya cukup besar dan mereka mau dikenakan pasak asalkan mereka dilegalkan,” ungkap Syuzairi saat itu.

Syuzairi menyebut ada beberapa persoalan dari segi aspek legalitas dan aspek payung hukum. Untuk itu perlu dilakukan kajian secara akademis termasuk studi banding ke daerah lain. Bila mengacu kepada penjualan miras di Sintai yang sangat banyak, namun hingga kini tidak bisa dipungut pajaknya karena tidak diberikan izin. “Kami berharap pemko bisa memberikan izin tempat hiburan di sana, agar pengusaha bar bisa mengurus izin. Saya heran penjualan miras di Sintai hampir sama harganya dengan bar di Jodoh dan Nagoya, tapi mereka tidak dipungut pajak karena tidak diperbolehkan mengurus izin.

Jika dilegalkan, ada dua potensi yang bisa kita pungut yakni, aspek perizinan dan pajak miras,” papar Syuzairi.
Bahkan ia menyebut terlalu banyak yang munafik, sehingga pengurusan agar lokasi itu legal mengalami kesulitan. Berbeda dengan Malaysia dan Singapura yang bisa mengelola perjudian dan tempat lainnya dengan baik sehingga menambah pendapatan negara tersebut.

“Kita di sini bilang tidak boleh, tapi mengharapkan penjudi dari negara sebarang datang berbelanja mau. Inilah herannya. Karena tidak boleh, oknum yang jadi kaya karena mendapat setoran. Saran saya lebih baik dilegalkan agar uang pajak dari sana bisa masuk ke kas daerah. Kami berharap lokasi itu bisa digali potensi PAD-nya, dengan catatan pemerintah memberi perhatian,” sebut Syuzairi yang saat ini menjabat staf ahli wali kota